Catatan Akhir 2018 : Registrasi Prabayar Berujung Negative Growth

Jakarta, Wikimedan – Wajah industri selular sepanjang 2018 bisa dibilang semakin centang-perenang. Jumlah pemain yang surplus membuat ruang bertumbuh semakin sempit. Alhasil, untuk pertama kali sejak teknologi GSM masuk ke Indonesia pada 1995, pertumbuhan operator kini sudah minus.
Padahal, meski sudah terbilang ‘suffer’, tahun lalu masih bisa tumbuh 9%. Malah di tahun sebelumnya, ditengah meruyaknya perang tariff data, operator masih mencetak pertumbuhan double digit, yakni sebesar 10%.
Fakta bahwa operator mengalami pertumbuhan minus (negative growth) sudah terlihat sejak semester pertama 2018. Negative growth operator sudah terjadi baik dari sisi pendapatan (-12,3%) maupun EBITDA (-24,3%). Alhasil, dengan pertumbuhan minus, XL dan Indosat membukukan kerugian. Hanya Telkom yang masih mencetak laba.
Mari kita telisik satu persatu kinerja the big three (Telkom, XL, Indosat) hingga Q3-2018.
Pada periode itu, kinerja XL sesungguhnya tidak terlalu buruk. Anak perusahaan Axiata Group itu masih mampu tumbuh 6% dibandingkan dengan kuartal sebelumnya (QoQ). Total pendapatan XL sebesar Rp16,9 triliun. Pendapatan sebesar itu tak jauh berbeda dengan pencapaian di periode yang sama tahun sebelumnya.
Sayangnya pertumbuhan tersebut tak mampu membuat rapor XL menjadi biru. Sepanjang Q3-2018, XL Axiata membukukan rugi sebesar Rp 144,81 miliar. Padahal di periode yang sama tahun lalu, XL masih mendulang laba Rp 238,06 miliar.
Kerugian tersebut berimbas pada EBITDA. Pada periode 9 bulan ini, EBITDA XL Axiata turun 1% YoY menjadi Rp 6,2 triliun
Problem yang sama juga dialami Indosat Ooredoo. Malah kinerja anak perusahaan Ooredoo Group itu, tercatat paling buruk dibandingkan XL. Tercatat, Indosat Ooredoo hanya meraih pendapatan Rp 16,7 triliun hingga kuartal tiga 2018. Anjlok 25,7% dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp22,5 triliun.
Merosotnya pendapatan membuat rugi bersih Indosat sepanjang Q3-2018 terus membesar. Jika tahun lalu masih mencetak laba Rp 1,7 triliun, namun di periode yang sama tahun ini Indosat rugi hingga Rp 1,4 triliun.
Dengan kinerja yang bolong-bolong itu, EBITDA operator yang identik dengan warna kuning itu, hanya sebesar Rp 5,15 triliun. Turun 47,9% dibandingkan periode sama tahun lalu Rp 9,9 triliun
Berbeda dengan Indosat dan XL Axiata, kinerja Telkom masih terbilang baik. Meski demikian, laba perusahaan anjlok cukup dalam. Sepanjang Q3-2018, Telkom hanya mampu mencetak laba bersih Rp 14,23 triliun. Turun 20,5% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 17,92 triliun.
Penurunan kinerja ini disebabkan meningkatkan beban perusahaan sementara pendapatan tumbuh tipis. Naik hanya 2,27% menjadi Rp 99,2 triliun dari sebelumnya Rp 97 triliun. Padahal beban usaha meningkat signifikan dari Rp 61,64 triliun menjadi Rp 70,16 triliun. Kenaikan sebesar 13,82%.
Meski laba menurun, namun EBITDA Telkom tercatat Rp 44,9 triliun. Meningkat 35,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Tak dapat dipungkiri, pencapaian Telkom yang terbilang masih baik di tengah menurunnya kondisi pasar, tak lepas dari kontribusi Telkomsel.
Di Q3-2018, segmen bisnis mobile Telkomsel meraih pendapatan Rp 23 triliun atau tumbuh 10,1 persen dibandingkan Q2-2018. Salah satu pendorong utama pencapaian ini adalah strategi yang di segmen digital business Telkomsel yang tumbuh cukup tinggi.
Segmen bisnis digital, khususnya layanan data, masih menjadi mesin pertumbuhan Telkomsel dan mengkontribusi 54,2% dari total pendapatan Telkomsel di kuartal Q3-2018.
Selain itu, Telkomsel juga berhasil melakukan pengendalian biaya dengan baik meskipun terus gencar menggelar BTS 4G di seluruh Indonesia.
Biaya operasional Telkomsel mengalami sedikit penurunan sebesar 0,1 persen dibandingkan kuartal sebelumnya dan memberikan dampak terhadap kenaikan EBITDA sebesar 20,7 persen menjadi Rp 12,4 triliun dan laba bersih naik 24,0 persen dibanding kuartal sebelumnya menjadi Rp 6,6 triliun.
Untuk meningkatkan kualitas jaringan, sepanjang Q3-2018 Telkomsel telah membangun 22.578 BTS yang semuanya merupakan BTS 4G. Dengan penambahan tersebut, secara total, hingga akhir September 2018 Telkomsel telah membangun 50.755 BTS 4G. Sehingga, total BTS on-air Telkomsel mencapai 183.283 unit, dengan 72,5% di antaranya merupakan BTS 3G/4G.
Pengembangan jaringan ini mendukung layanan prima kepada para pelanggan Telkomsel. Pada kuartal Q3-2018, jumlah pelanggan Telkomsel mencapai 167,8 juta di seluruh Indonesia. Sebanyak 112,6 juta di antaranya merupakan pengguna layanan data.
Optimis di 2019
Dirut Telkomsel Ririek Adriansyah, mengakui bahwa saat ini merupakan periode yang sangat sulit bagi operator. Ia memprediksi negative growth masih akan terus terjadi hingga akhir 2018. Hal itu terjadi sebagai imbas dari tiga persoalan utama.
“Pertama, kebijakan registrasi prabayar yang membuat jumlah pengguna menciut drastis. Kedua, menurunnya penggunaan legacy service (SMS dan voice). Ketiga, perang tarif khususnya data yang tak kunjung usai”, papar Ririek saat menyampaikan prediksi industri dalam Markplus Conference 2018, di Jakarta (6/12/2018).
Ririek yang juga ketua ATSI, menambahkan bahwa trend negative gowth kini menjadi keniscyaan bagi industri, khususnya operator. Ia memprediksi, hingga akhir 2018, negative growth berkisar -5%, turun dari sebelumnya -12,3% di Q2-2018.
Meski demikian, pihaknya optimis pada 2019 mendatang, pundi-pundi operator kembali membaik. Setidaknya ada dua faktor pendorong membaiknya kinerja.
Pertama, semakin meningkatnya konsumsi layanan layanan data menggeser basic service. Kedua, model bisnis operator telah mengalami perbaikan pasca berakhirnya program registrasi prabayar, pungkas Ririek.
Kategori : Berita Teknologi