Soal Imbauan Mudik, Denny JA Minta Jokowi Pertimbangkan Dua Hal
Wikimedan – Pemerintah mengimbau masyarakat untuk tidak mudik lebaran 2020. Pasalnya, jika sampai mayoritas warga Jabodetabek pulang kampung, maka jumlah kasus virus Korona di Indonesia bakal melonjak drasatis.Direktur LSI Denny JA mencoba memberikan hitung- hitungan sederhana soal asumi tingginya kasus Korona jika sampai masyarakat mudik. Tahun lalu, dari wilayah Jabodetabek saja, jumlah yang pemudik mencapai angka 14, 9 juta penduduk. Angka ini membengkak jika ditambah penduduk kota besar lain.Katakanlah, pemudik di tahun 2020 jumlahnya masih 14,9 juta. Jutaan warga itu kemudian pulang ke kampung halamannya masing-masing di daerah, mereka lalu berinteraksi dalam kultur komunal. Mereka berjumpa keluarga besar, tetangga, dan sahabat.Lalu, lanjut Denny, bisa bayangkan satu orang yang mudik berinteraksi dengan 3 orang lainnya di kampung. Maka bakal ada interaksi sekitar 45 juta penduduk Indonesia.Jika satu persen saja dari jumlah populasi pasca-mudik itu terpapar Covid-19. Artinya setelah mudik akan ada 450 ribu penduduk Indonesia menjadi korban. Angka itu bahkan sudah melampaui populasi korban di Amerika Serikat yang kini berada di puncak negara paling terpapar virus corona.“Ini tentu sangat membahayakan, dan jumlah kasusnya bakal sangat tinggi,” ujar Denny dalam keterangan tertulisnya pada Wikimedan.Diketahui, data per Jumat, 3 April 2020, tercatat ada lima negara yang paling terpapar Covid-19 sebagai berikut. Amerika Serikat rangking pertama (245,380 kasus), Spanyol (117, 710 kasus), Itali (115.242 kasus), Jerman (85. 263 kasus), dan Tiongkok (81.620 kasus).“Karena itu, jika Jokowi tak melarang dengan keras mudik lebaran, besar kemungkinan kasus Korona di Indonesia segera melejit masuk ke dalam lima besar negara yang paling terpapar Covid-19,” ujarnya.Menurut Denny, pemerintah tak cukup lagi hanya mengimbau. Misalnya, mereka yang mudik harus mengkarantina diri 14 hari. Atau yang pergi atau pulang mudik statusnya menjadi ODP, PDP.“Tapi kalau jumlah sebanyak 14,9 juta itu akan diisolasi dimana? Cukupkah infrastuktur kesehatan kita mengurus populasi sebanyak itu?” tanya Denny.Apalagi, dalam kondisi sekarang ini banyak rumah sakit dan tenaga medis yang menjerit karena kekurangan fasilitas. Untuk situasi saat ini saja jumlah pasien yang mati di Indonesia lebih banyak dibandingkan yang sembuh.“Bagaimana infrastuktur kesehatan kita siap dan mampu menampung lonjokan korban pasca-mudik. Ini bakal membahayakan,” paparnya.Lebih lanjut, Denny memuji Sekjen MUI cukup sensitif dan berani menyatakan mereka yang mudik dari wilayah pandemik hukumnya haram. Bukan dalil agama yang akan ditekankan di sini. Namun, MUI mencoba meminimalkan orang mudik menggunakan instrumen yang dikuasinya.“Namun tetap yang paling efektif melakukan intervensi mudik adalah pemerintah pusat,” katanya.Tapi, agar pemerintah pusat tidak disalahkan, Denny menyarankan Jokowi agaknya perlu mempertimbangkan dua hal. Pertama, melarang mudik, yang diikuti kontrol ketat pihak keamanan di semua jalur mudik. Kedua, carikan solusi untuk mereka yang ingin pulang kampung karena kesulitan ekonomi untuk hidup di kota masa kini.“Pemerintah sudah umumkan paket menyeluruh untuk Covid-19 dengan total Rp 405 trilyun. Tapi publik perlu diberi informasi rinci. Mereka yang tak bisa mudik, yang ekonominya merosot untuk kebutuhan dasar, bagaimana agar mereka mudah mendapatkan akses program itu,” ujarnya.Lebih lanjut, Denny juga mengakui, bahwa bangsa ini memang sedang menghadapi situasi yang tak normal. Mudik biasanya begitu hangat dan menggembirakan, kini mudik justru menakutkan.“Tapi ingat, Jokowi berada dalam posisi menentukan bagaimana mudik 2020 akhirnya dikenang,” pungkasnya.