Relawan Kalipancur Ciptakan EWS Longsor Plus Banjir 'Tahan Banting'
Wikimedan – Bunyi sirine langsung memekikkan telinga kala sebuah perangkat Early Warning System (EWS) diujicobakan di Kantor Kelurahan Kalipancur, Kota Semarang, Sabtu (8/12). Alat pendeteksi bencana dini ini, adalah inovasi buatan relawan setempat yang mampu mendeteksi banjir sekaligus tanah longsor.
Perangkat setinggi satu setengah meter itu ciptaan kelompok Tangguh Bencana Kelurahan Kalipancur. Dimana cara kerjanya sangat didukung dengan teknologi tenaga surya.
“Kita pasangkan panel matahari sebagai pencari daya untuk baterainya. Karena biasanya di lokasi bencana itu jauh dari ketersediaan aliran listrik,” kata Maduri, salah seorang perancang alat tersebut.

Selain panel surya pada ujung atas perangkat yang tak dinamai itu, terlihat pula lilitan kabel baja pada bagian tengah. Lilitan kabel itu memanjang hingga bagian bawah alat tersebut. Inilah sebagian komponen pendeteksi bencana longsor itu.
Kabel baja itu sendiri terhubung pada sebuah balok kayu di salah satu sisinya. Ujung lainnya, dipasangkan cuilan kaleng yang tertancap pada sebuah kotak hitam. Cara kerjanya, dijelaskan Maduri sebagai berikut.
“Jadi, balok kayu sekitar enam meter tertali kawat baja ini ditanam di tanah sekitar dua puluh centimeter dalamnya. Nah ini bisa mendeteksi gerakan tanah. Bisa disetting dalam jarak besaran tertentu, maksimal sepuluh centimeter. Jika melebihi setting yang dipasang, kawat baja di ujung satunya bakal lepas karena kian tertarik. Dan sirine pun bunyi buat tanda orang evakuasi,” rincinya secara sederhana.
Mengenai setting pendeteksi pergerakan tanah tadi, diatur dengan angka per 2,5 sentimeter. Ada empat lampu sebagai indikatornya. Dimana warna merah sudah menyala, sirine pun ikut aktif.
Pada bagian samping, terpasang pula pipa sepanjang sekitar satu meter. Fungsinya, mendeteksi banjir dengan mengukur ketinggian air yang masuk ke dalam corong pipa.
Benar saja, ketika Supari, anggota lain dari regu Tangguh Bencana Kalipancur, menuangkan air ke dalam pipa, sirine kembali meraung. “Bisa diatur juga mau ketinggian berapa,” sergah Maduri.
Tak seperti EWS hasil inovasi laiinya, baik Maduri dan Supari mengklaim alat ciptaan mereka ini ‘tahan banting’. “Dulu ada di Wonogiri, ketika bencana terjadi, alatnya malah ketut (terbawa). Waktu itu longsor. Kalau ini tidak, karena dicor. Jadi ketika ada bencana, kabel dan balok kayunya saja yang kebawa,” jelas Supari.
Alat ini sendiri diciptakan melalui kerjasama dengan American Red Cross dan Palang Merah Indonesia (PMI). Tepatnya dimulai Agustus 2018 silam. Ketangguhannya kini sudah dikenal di sejumlah kelurahan rawan bencana di Kota Semarang. Katakanlah Bendan Duwur dan Mangkang yang ikut memasang alat ini. Karena memang daerah itu sering dilanda longsor juga banjir, termasuk Kalipancur ini.
“Dulu dapat dana dua puluh lima juta Rupiah jadi lima unit EWS. Pengerjaannya mudah kok, sehari bisa. Cuma bahannya yang susah. Seperti box ini kita cari yang standar PLN. Dapatnya di Surabaya,” cetus Maduri.
Bahkan, kata Maduri, alat ini juga kerap kali dipamerkan kepada tamu negara yang berkunjung ke Kota Semarang. “Pernah dulu dari Kenya ada. Kalau dalam negeri ya Katulampa katanya dulu mau lihat-lihat,” aku Supari.
Sementara Tony Herry Prasetyo, selaku Ketua Forum Pengurangan Resiko Bencana Kalipancur mengharap, dengan adanya alat ini segala resiko bencana bisa diminimalisir. Pun langkah tindak lanjutnya, juga bisa dilakukan dengan cepat manakala longsor atau banjir terjadi.
Selain itu juga mampu menjadi sumber pemasukan warga setempat. “Karena dulu sudah diluncurkan Pak Wali Kota Hendi (Hendrar Prihadi). Beliau juga sudah merestui, kalau membutuhkan bisa pesan ke sini. Satu unit tujuh jutaan Rupiah,” tandasnya.
(gul/JPC)
Kategori : Berita Nasional