Berita Nasional

Randang Hj Fatimah, Jelajah "Lidah" Nusantara dengan Jasa Ekspedisi

Indodax


[ad_1]






Siapa tak kenal rendang, kuliner khas Ranah Minang yang lezatnya membuat orang lupa kenyang. Tidak saja menyentuh selera lidah Nusantara, panganan berbahan dasar daging sapi itu pun “terbang” melintasi benua Asia. Bahkan, pada 2017, CNN merilis rendang sebagai jawara pertama dari 50 ragam makanan terlezat di dunia.





Laporan: Riki Chandra, Sumatera Barat





Nyaris semua perempuan Minang di tanah rantau atau yang bermukim di kampung piawai memasak rendang. Kalau pun tidak semasa gadis, setelah menikah dipastikan bisa. Sebab merandang adalah tradisi yang diwariskan turun temurun perempuan Minangkabau.





Di tengah potensi rendang yang kian menjanjikan, pelaku bisnis rendang di Sumatera Barat (Sumbar) pun tumbuh bak cendawan di musim hujan. Sebagian kecil memang pengusaha santapan khas Minang ini telah memproduksi rendang sejak puluhan tahun silam. Namun, mayoritas baru muncul di pasaran sejak satu setengah dekade terakhir.





Salah satu pebisnis rendang yang kini kian tumbuh adalah “Randang Hj Fatimah” di Jorong Simpang, Nagari Koto Baru, Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok. Bahkan, omzet usaha rendang yang digeluti Silvi Lestari, 42, sejak tujuh tahun terakhir menembus angka lebih dari Rp85 juta dalam sebulan.





Silvi mengisahkan, proses bisnis rendangnya dimulai sejak tahun 2011 silam. Berawal dari kebiasaan bikin rendang untuk keluarga, Silvi lantas memutuskan membuka usaha kecil-kecilan. Hitung-hitung menambah pemasukan sebagai ibu rumahtangga (IRT).






“Semula iseng saja. Pas mencoba, jiwa entrepreneur saya muncul sendiri. Saya mikir, gimana supaya cepat dikenal, banyak pelanggan. Eh tau-taunya sekarang jadi mata pencarian,” kata Silvi berbincang dengan Wikimedan, Minggu (7/10).






Ibu tiga anak itu menerangkan, saat produksi perdana, ia hanya merogoh kocek sebesar Rp3 juta. Uang tersebut tak semata pembeli daging sapi, melainkan juga untuk melengkapi perlengkapan memasak dan keperluan bahan pembuatan rendang, seperti rempah-rempah dan sebagainya.





Singkatnya, setelah setahun berjalan, Randang Hj Fatimah (nama ibunda Silvi yang disematkan dalam merek bisnis rendangnya) mulai nendapat tempat di hati masyarakat. Permintaan rendang pun mulai membeludak, terlebih saat jelang puasa, dan memasuki lebaran idul fitri. Mayoritas pemesan berada di luar daerah Sumbar sendiri.





“Awal-awal dulu omzet saya sekitar Rp15 jutaan sebulan,” katanya.





Melihat produksi rendangnya mulai dilirik, Silvi tak lantas gegabah membuat lebih banyak produksi sebelum jelas pasarannya. Paling utama adalah bagaimana menjaga kualitas randang itu sendiri. Khusus mutu rendang, Silvi mengutamakan resep dari rempah-rempah tanpa memakai pengawet dan penyedap rasa. Sedangkan untuk bahan baku utama daging, daging sapi padat (tanpa lemak) tetap menjadi pilihan.





“Ini yang membuat pelanggan kita bertahan dan bertambah, karena kita menggunakan bumbu asli dan daging yang berkualitas,” jelas Silvi.





Saat ini, terang Silvi, ia memproduksi sekitar 50 kilogram rendang dalam sepekan menggunakan jasa 5 orang karyawan dengan bidang berbeda. Jika dikalkulasikan, produksi rendangnya lebih 250 kilogram dalam sebulan. “Kalau omzet sekarang berapa ya. Sekitar Rp85 jutaan-lah,” katanya malu-lalu.





Harga randang Hj Fatimah bervariasi, sesuai besaran kemasan dan isi rendang itu sendiri. Rendang isi 300 gram dijual seharga Rp100 ribu. Sedangkan isi 600 gram dibandrol senilai Rp175 ribu dan untuk 1.000 gram dihargai Rp320 ribu. “Kita sekarang pakai packing kaleng berstandar pangan nasional. Jadi rendang dijamin awet dan tahan lama,” katanya.





Soal ketahanan rendang, Silvi mengatakan, dalam suhu ruang biasa, bisa tahan satu hingga dua bulan rendang dalam kemasan. Namun, jika dimasukkan ke ruangan pendingin, randang Hj Fatimah bisa bertahan sampai satu tahun.





“Dijamin aroma dan dan rasa randangnya tidak berubah,” terangnya.





Setelah tujuh tahun berjalan, santapan khas randang Hj Fatimah nyaris telah menyasar “lidah” se Nusantara. Pesanan datang mulai dari Jakarta, Medan, Surabaya, Bandung, Bangka Belitung, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur (NTT) hingga dari Papua. Hampir semua wilayah Sumatera sudah mencicip randang Hj Fatimah. Randangnya bahkan juga dilirik berbagai jamaah umroh dan haji untuk bekal di tanah suci.





Sejak mulai bisnis randang, Silvi memang lebih aktif memasarkan produknya melalui media sosial (medsos) facebook, twitter dan sebagainya. Sehingga, wajar pelanggannya lebih dominan di luar Sumbar.





“Kalau pasaran lokal, baru tiga tahun terakhir. Mulai ada permintaan beberapa Instansi untuk bekal oleh-oleh tamu dan sebagainya,” kata Silvi.





Silvi menyadari, menggeluti bisnis berbasis online, tentu membutuhkan jasa ekspedisi pengantar pesanan pelanggan yang tidak bertele-tele. Apalagi, pemesan kadang juga bersikap nyinyir menanyakan pesanannnya kok belum sampai-sampai juga.





“Semua pebisnis online tau lah. Uang sudah kita terima, barang pemesan belum sampai, ini sebuah kekhawatiran setiap pengusaha. Sebab kita dengan pelanggan tak bertatap muka, jaraknya juga jauh,” katanya.





Jatuh Hati ke JNE





Berbisnis online, terang Silvi, kejelasan dan ketepatan waktu paling utama untuk menjaga kecintaan pelanggan. Bahkan pernah satu kali, awal-awal berbisnis, ia dikomplain pelanggan gegara pesanannya tak kunjung sampai. Lantas, Silvi pun menghubungi pihak jasa kurir ekspedisi tersebut dengan maksud menanyakan keberadaan kirimannya.





“Barang tidak sampai-sampai, saya telpon pihak ekpedisinya, tapi ndak dijawab-jawab. Sejak saat itu, saya coret jasa kurir tersebut dari daftar pengiriman randang saya,” kata Silvi yang tak mau menyebutkan identitas ekspedisi yang membuatnya kecewa.





Mulai saat itu, Silvi mempercayakan pengiriman randangnya ke jasa kurir PT Jalur Nugraha Ekakurir (JNE). Paling tidak, sudah hampir tujuh tahun lamanya Silvi berlangganan dengan JNE. Ia mengaku merasa nyaman menitipkan barang lewat ekspedisi yang sudah berusia sekitar 28 tahun itu.





Menurut Silvi, memakai jasa JNE bukan berarti tak pernah dikomplain pelanggan. Namun, saat terjadi kesalahan, pihak JNE langsung merespon keluhan pelanggan. Lalu, saat barang sampai di tangan pemesan, JNE langsung memberikan laporan ke nomor telepon pengirim dan pemesan. Apalagi, pengirim juga dapat mengecek langsung barang kirimannya lewat website yang disediakan JNE.





“Pernah dulu salah alamat ke Kalimantan. Pas dicek, tau-taunya memang kesalahan dari pengiriman, bukan dari JNE yang mengantar. Nah, karena JNE menghubungi langsung, persoalan jadi beres,” kata Silvi meyakinkan.





Silvi mengaku “jatuh” hati dengan kenyamanan yang diberikan JNE untuk kelancaran bisnis rendangnya. “Tidak pernah salah alamat, antarnya tepat waktu. Nggak mau berpaling ke lain hati lah,” bebernya sembari melepas tawa.





Untuk kota-kota besar, terang Silvi, JNE memastikan sampai dalam waktu sehari. Misalnya ke Jakarta, Surabaya, Bandung. Sedangkan ke Kalimantan bisa tembus lima hari dan ke Bangka Belitung dan sebagainya.





“Saya mikirnya pertama itu aman. Nah, rasa aman mengirim barang itu saya dapat dari JNE. Harganya juga standar,” kata Silvi yang sudah ratusan kali bertransaksi dengan JNE.





Di sisi lain, keberadaan JNE di Sumbar nyaris dirasakan semua pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Pasalnya, selain mengantarkan pesanan, JNE juga menyediakan situs promosi untuk produk UMKM khusus makanan di laman pesonanusantara.co.id.





Bagi pebisnis yang ingin mempromsikan produknya, bisa langsung mengakses situs tersebut atau melapor ke JNE dan pihak JNE nantinya yang akan mendata produk itu yang sekaligus menjadi mitra JNE.





Kepala Cabang JNE Solok Muhammad Syuib mengatakan, memudahkan pemesan dalam produk UMKM ini, JNE juga memiliki layanan Yakin Esok Sampai (YES). Layanan tersebut menyentuh kota-kota besar di Indonesia. 





“Kami selalu mengupayakan tepat waktu sesuai pesanan konsumen. Mungkin ini juga yang membuat pelanggan bertambah dan terus bertahan menggunakan jasa JNE ,” kata Syuib sembari menyebut JNE telah memiliki 19 Cabang di Sumbar.





Muhammad Suib menyebutkan, selain layanan reguler dan Oke, layanan YES kini termasuk layanan favorit yang dimanfaatkan pelanggan. Apalagi di layanan YES, JNE memberikan garansi uang kembali jika kiriman tidak sampai esok hari.





“Garansinya kalau terjadi kesalahan operasional JNE. Tapi kalau sudah diantar, penerima tidak berada di tempat, garansi itu tidak berlaku,” sebutnya.





Syuib berharap, layanan JNE terus mendapat tempat di hati masyarakat. Pihak JNE juga terus berbenah menciptakan layanan terbaik untuk masyarakat. 










(rcc/JPC)

[ad_2]

Share :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *