Pasutri Asal Gowa Ini Tega Cungkil Mata Anak, Diduga Jadi Tumbal Praktek Pesugihan

Pasang Iklan Disini

Pasutri Asal Gowa Ini Tega Cungkil Mata Anak, Diduga Jadi Tumbal Praktek Pesugihan. Anak seyogyanya adalah buah cinta yang harusnya dirawat dan dijaga dengan penuh cinta. Sayangnya, kasus penganiayaan atau kekerasan terhadap anak masih marak terjadi di Indonesia. Baik karena faktor emosi belaka atau dilakukan dengan tujuan tertentu.

Baru-baru ini kasus kekerasan terjadi di Gowa, dengan korban seorang anak perempuan berusia 6 tahun. Bocah malang tersebut harus kehilangan salah satu mata karena ulah ayah dan ibunya sendiri. Entah apa yang merasuki hati kedua orang tua si anak. Bagaimana kisah dan motif dibalik kejadian tersebut? Berikut ulasan selanjutnya.

Keluarganya tega mengambil mata korban di rumah

Pada hari Rabu (1/9/2021), bocah perempuan berinisial AP terlihat bersama 4 orang dewasa di dalam rumahnya di Kelurahan Gantarang, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa. Tepat pukul 13.30 WITA, seorang tetangga merekam aksi di mana 4 orang tersebut tiba-tiba secara sengaja memegang seluruh tubuh AP.

HA (43), ibu korban yang berperan untuk mencungkil mata kanan korban. TT (45) yakni ayah dan US (44) yang bertugas untuk memegang tubuh dan kepala korban. Sementara kakek korban BA (70) membantu memegang kaki korban. Korban nampak menjerit histeris saat tangan sang ibu berusaha mengeluarkan bola matanya. Tak berselang lama, muncullah paman korban (Bayu) bersama teman dengan pakaian TNI berusaha membawa pergi anak tersebut.

Motif orang tua menjadikan anak mereka sebagai tumbal

Dari video amatir yang direkam oleh salah satu tetangga tersebut, para pelaku nampak tak punya keraguan. Sementara dari penyidikan polisi, para pelaku disebut berhalusinasi jika terdapat sesuatu dalam tubuh korban yang harus dikeluarkan dengan cara mencungkil mata AP. Disebut bahwa aktivitas tersebut dilakukan untuk motif pesugihan.

Bayu, sang paman, menyebut jika orang tua AP sedang mendalami ilmu hitam. Pasalnya, anak pertama mereka bernama Dandy baru saja meninggal pada Selasa (31/8/2021) usai dicekoki air garam oleh pelaku. Air tersebut mengakibatkan pembuluh darah Dandy pecah. Polisi juga mengatakan bahwa ada indikasi pesugihan yang menyebabkan orang tua berhalusinasi dan menjadikan anak-anaknya sebagai tumbal.

Jalani operasi mata

AP kini tengah menjalani operasi mata setelah tragedi pencungkilan mata yang sempat membuat matanya terluka dan berdarah. Pada Senin, (6/9/2021) AP menjalani operasi di RSUD Syekh Yusuf, Gowa. Kabarnya, biaya operasi tersebut akan ditanggung oleh pemda Gowa.

Korban AP juga ditemani oleh paman, psikolog, dan juga petugas dari dinkes Gowa. Ternyata, korban mengalami trauma yang cukup dalam. Ia kerap kali takut dan menangis saat bertemu dengan banyak orang.

Pemberlakuan hukum adat

Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri menjelaskan jika kejadian tersebut akan menimbulkan trauma panjang bagi si korban. Jika mengacu pada Undang-Undang Perlindungan Anak, maka pelaku hanya mendapatkan sanksi 3,5-5 tahun penjara saja. Reza berharap bahwa pelaku mendapat hukuman sesuai dalam UU Penghapusan KDRT dengan hukuman penjara 10 tahun.

Reza menyadari bahwa hukuman tersebut masih belum sebanding dengan luka fisik dan psikis yang diderita korban. Oleh karenanya, Reza meminta pemberlakuan hukum adat untuk memberikan efek jera pada pelaku kekerasan anak. Pasalnya, sanksi adat dinilai lebih setimpal dan sesuai dengan perasaan masyarakat.

Pelaku menjalani pemeriksaan

Dari hasil penyidikan, dua pelaku BA dan US sudah ditetapkan sebagai tersangka pada Sabtu dan Minggu (4-5 September 2021) dan ditahan di Polres Gowa. Sementara dua pelaku lain, TT dan HA kini berstatus sebagai terduga pelaku dan sedang menjalani pemeriksaan kejiwaan di RSJ Dadi Makassar. Sementara itu, pihak kepolisian masih terus mendalami latar belakang yang menyebabkan tindak kekerasan tersebut dilakukan.

Kasus ini tentu menjadi daftar panjang kekerasan orang tua terhadap anak. Dampak panjang pada psikologi anak memunculkan anggapan bahwa keluarga bukanlah tempat berlindung yang aman, sebaliknya menjadi tempat mengerikan. Oleh karenanya, kita perlu waspada dan menyadari kembali hakikat menjadi orang tua sebenarnya.

Share :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *