Berita Nasional

Kunjungi Museum, Hasto dan Djarot Petik Pesan dari Douwes Dekker

Indodax


Wikimedan – Elite Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) berkunjung ke Museum Multatuli, Rangkasbitung, Lebak, Banten pada Kamis (20/12) siang. Kunjungan santai tersebut mereka lakukan di sela-sela safari Politik Kebangsaan IV.

Dalam acara itu, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto didampingi Ketua DPP PDIP Bidang Organisasi Djarot Saiful Hidayat memimpin safari politik di wilayah Banten. Usai memberi pengarahan kepada kader-kader DPC PDIP Lebak dan Pandeglang, Hasto dan Djarot menyempatkan diri berkunjung ke Museum Multatuli.

Kedatangan Hasto dan Djarot disambut oleh Kepala Museum Multatuli Ubaidillah Muchtar. Mereka lebih dulu melihat-lihat patung Multatuli, Saidjah, dan Adinda. Ubaidillah menerangkan kepada Hasto dan Djarot, patung-patung itu merupakan karya pematung terkemuka Dolorosa Sinaga.

“Multatuli kenapa dia sangat anti-kolonialisme setelah melihat bagaimana misalnya rakyat Lebak direpresentasikan lewat Saidhah dan Adinda yang teraniaya karena praktik kolonialisme,” tutur Ubaidillah.

“Jadi, praktik-praktiknya manifestasi kolonialisme itu campur tangan,” kata Hasto menyambung cerita Ubaidillah.

Patung itu, menurut Ubaidillah, melambangkan bersatunya manusia-manusia yang mendambakan keadilan, tiada peduli ras dan bangsa. Karya tersebut juga menyimpan pesan semangat mencari ilmu pengetahuan lewat buku.

Selain melihat-lihat patung, Hasto bersama Djarot juga menilik barang-barang bersejarah milik Eduard Douwes Dekker, nama asli Multatuli. Beberapa di antaranya yakni novel Max Havelaar edisi pertama yang masih berbahasa Perancis (1876), tegel bekas rumah Multatuli, lukisan wajah Multatuli, peta lama Lebak, arsip-arsip Multatuli, dan buku-buku lainnya.

Mereka juga menyempatkan melihat surat Sukarno kepada sahabatnya Samuel Koperberg. Surat Sukarno kepada Samuel Koperberg dikirim dari pembuangannya di Ende. Isi surat 27 September 1935 itu, Sukarno mengungkapkan kondisi di tempat pembuangannya sepi, jalanan berdebu dan hawa panas.

Ende sebuah kota tepi pantai yang terletak di Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pemerintah kolonial mengasingkan Sukarno ke Ende selama empat tahun, yakni dari 1934-1938.

Usai mengitari keseluruhan area Museum Multatuli, Djarot menjelaskan, banyak yang dapat dipelajari dari Multatuli. Terutama, bagaimana Multatuli melihat potret kemiskinan dan melakukan perlawanan terhadap kolonialisme. Ia pun meyakini, Presiden Jokowi banyak terinspirasi oleh Multatuli.

“Bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah sekarang adalah melawan kemiskinan, hijrah dari kemiskinan ke kesenangan, kebodohan ke kepintaran. Indonesia pintar itu seperti itu. Saya yakin Pak Jokowi juga diinspirasi oleh Mulatuli,” tutur Djarot.

Sementara Hasto mengaku mendapat hikmah dari kunjungannya ke Museum Multatuli. Dengan datang ke Museum Multatuli, ucap Hasto, dapat selalu mengingat nilai perjuangan kemanusiaan mampu melewati batas dan bertahan dari tekanan.

“Pesannya jangan memilih pemimpin yang represif. Pilihlah yang terus cari nilai kemanusiaan hidup. Itulah esensi dalam seluruh perjuangan. Anti-kolonialisme, anti-penjajahan, anti-penghisapan, yang terinspirasi dari Pancasila,” pungkasnya.

(aim/JPC)


Kategori : Berita Nasional

Share :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *