Berita Nasional

Dari Asrama Pasukan, Rumah Nursahit Dijadikan Tempat Syuting Suzanna

Indodax


Wikimedan – Suksesnya film Beranak Dalam Kubur tahun 1971 silam tak terlepas dari kinerja cemerlang tim produksi dalam menemukkan lokasi syuting sebagai salah satu elemen penting. Adalah sebuah rumah megah bergaya kuno di Jalan Teuku Umar No. 18, Jatingaleh, Candisari, Semarang, tepatnya di belakang Basilia-Talisman Rotisserie. Yang dulunya dijadikan sebagai salah satu setting tempat pengambilan gambar.

Ya, rumah yang berlokasi di timur jalan raya, sekitar 50 meter sebelum tanjakan underpass Jatingaleh ini dulunya menjadi panggung bagi ratu horror, Suzanna Martha Frederika van Osch, pemeran utama Beranak Dalam Kubur dalam memamerkan kemampuan aktingnya. Beradu bersama Mieke Wijaya, Dicky Suprato, dan Ami Prijono dengan arahan Sutradara Awaludin.

Sedikit info, Beranak Dalam Kubur adalah salah satu dari beberapa film lawas Suzanna, dimana elemennya dipakai sebagai comotan film Bernafas Dalam Kubur yang dibintangi oleh Luna Maya. Meski diklaim bukan sekuel atau berkedok reborn, garapan Rocky Soraya dan Anggy Umbara ini saat ini telah meraih 2,2 juta penonton.

Dari Asrama Pasukan, Rumah Nursahit Dijadikan Tempat Syuting Suzanna
Kol. Purn Nursahit berdiri di samping tangga rumahnya yang masih belum mengalami perubahan sejak awal dibangun. (Tunggul Kumoro/Wikimedan)

“Pas dipakai syuting Suzanna, dulu ada dua gedung yang dipakai, sini dan bangunan yang sekarang jadi Pom Bensin Gajahmungkur. Di sini dipakai semua, lantai satu dan lantai dua,” ujar Kol Purn. Nursahit, sang pemilik rumah, Selasa (27/11).

Bangunan seluas 800 meter persegi ini, secara interior dan eksterior memang cocok digunakan sebagai lokasi syuting yang dipakai untuk tema keseluruhan ‘Beranak Dalam Kubur‘. Desain kolonial hasil goresan arsitektur asing, seolah sempurna mendukung cerita kehidupan keluarga tajir pada film dan bertransisi menjadi kisah mistis kemudian.

“Dulu dipakai jadi rumahnya Suzanna (Leli dalam peran). Yang jadi saudaranya si Mieke Wijaya (Dhora dalam peran). Saya melihat sendiri mereka mondar-mandir di ruangan. Balkon itu dulu juga dipakai syuting pas ada yang jatuh dari atas,” kata pensiunan TNI AD itu.

Pada saat dipakai syuting dahulu, sebenarnya bangunan ini belum dimiliki Nursahit. Melainkan masih menjadi aset angkatan darat, tepatnya digunakan sebagai asrama pasukan dan baru dibelinya sekitar 1978an. Bangunan ini sendiri, katanya, dibangun pada masa penjajahan Belanda sekira tahun 1908 silam.

“Jadi setelah beberapa waktu sehabis dipakai syuting itu, rumah ini sempat kosong selama lima tahunan. Waktu itu pintu, jendela, sudah pada hilang. Ini saya pasang sendiri. Semua sudah dicat ulang juga. Sekarang di belakang juga sudah saya bangun kost-kostan,” katanya lagi.

Kendati demikian, apa yang dilakukan Bapak enam anak itu dalam memugar seluruh sudut bangunan ternyata belum cukup menghilangkan aura mistis rumah kepunyaannya itu. Masih banyak orang yang beranggapan bahwa kediamannya ini angker. Entah dengan alasan apa.

Terbukti, pernah suatu waktu ada beberapa orang datang ke rumahnya untuk tujuan semacam menguji nyali. “Malam-malam sekitar hampir jam 12 pernah ada beberapa orang izin ke atas (lantai 2). Saya izinkan, tapi ya saya diamkan. Pagi itu sudah pulang,” kisahnya.

Tak seperti lantai 1 bangunan ini yang ditempati sejumlah anggota keluarga Nursahit lengkap dengan perabotannya, lantai 2 terlihat cukup singup. Karena memang dibiarkan kosong dan cuma dipakai untuk menyimpan barang-barang, layaknya gudang.

Selain empat kamar yang terkunci rapat, ada dua pintu di lantai dua yang mengarah ke balkon rumah. Dari sana, pemandangan jalan raya bisa terlihat jelas, karena memang bangunan ini berada di ketinggian bukit. Semua sudut di sana, bagaimanapun terlihat terabaikan, sehingga meninggalkan kesan lumayan suram.

Belum lagi kisah penghuni kost-kost an yang katanya pernah mengalami kisah-kisah aneh. “Ada yang kalau malem katanya dengar suara orang menyapu. Lalu juga katanya ada pernah ada anak yang nongkrong sama teman-temannya malam-malam lalu ditegur sosok orang tak dikenal,” katanya.

Dari semua kisah itu, bagaimanapun Nursahit beserta keluarga belum pernah sekalipun mengalaminya. Yang jelas, ia sekarang tengah mengupayakan agar rumahnya ini bisa masuk dalam daftar bangunan cagar budaya, menyusul nilai estetika dan historisnya.

“Pernah dulu sebelum krismon saya mau jual, karena memang biaya perawatan mahal dan terlalu besar untuk penghuni yang cuma berapa. Tapi sama BPN tidak diperbolehkan, jadi ini saya ajukan agar menjadi bangunan cagar budaya dan ini sedang berproses,” tutupnya.

(gul/JPC)


Kategori : Berita Nasional

Share :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *