Bilik Barokah, Tenda Khusus Bagi Pasutri Pengungsi Gempa Lombok
[ad_1]
Wikimedan – Meski darurat gempa telah berakhir di Lombok, tetapi masih saja ada hal yang menarik di tengah pengungsi pascabencana. Di antara pendirian bilik barokah. Kehadiran bilik ini tindak lanjut dari penolakan atas bilik mesra yang disediakan pemerintah Nusa Tenggara Barat (NTB). Padahal pendirian bilik mesra ini bertujuan untuk memfasilitasi pasangan suami istri menyalurkan kebutuhan biologisnya.
Sebab, kendati berada dalam kondisi berduka atau berupaya bangkit. Namun kebutuhan biologis itu tetap ada.
Bilik mesra yang dibangun pemerintah itu diberi cat berwarna pink. Warna itu khas sekali dengan hasrat cinta. Bilik yang terbuat dari tenda itu pun dilengkapi dengan gambar hati dan disertai dengan tulisan bilik mesra.

Tenda pengungsian korban gempa Lombok (IVAN MARDIANSYAH/LOMBOK POST/Jawa Pos Group)
Ternyata keberadaan bilik itu membuat warga menjadi malu dan enggan memanfaatkannya. Sebagaimana yang terdapat di Lingkungan Pengempel Indah, Bertais, Sandubaya, Mataram.
“(Bilik mesra) itu sudah dibongkar. Ndak boleh (terlalu vulgar seperti) itu,” ungkap Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Mataram, Dewi Mardiana Ariany, sebagaimana yang dilansir Lombok Post (Jawa Pos Group), Senin (24/9).
Dewi menuturkan, ketika ada bilik mesra, pasutri sangat enggan mendekat. Bahkan sekadar melihat saja mereka malu. Namun pendirian bilik ini berangkat dari keingingin pemerintah dan relawan untuk melayani para pengungsi sebaik mungkin.
Kini setelah bilik mesra terlipat, terbitlah bilik barokah. Namun fungsi bilik barokah ini diperbanyak. Selain buat istirahat para lansia, pelayanan medis, juga untuk pasangan suami istri.
Namun keberadaan bilik ini mendapat respons beragam dari warga. Rabitah, seorang ibu rumah tangga mengaku, warga pengungsi memang sempat diberi tahu fungsi tenda putih itu. Di antaranya sebagai kamar bercinta jika gairah pasutri terlanjur memuncak. “Tapi tidak ada yang mau ke sana,” kata Rabitah.
Rabitah bercerita tentang bilik barokah karena tenda pengungsiannya berhadapan langsung. Sehingga, dia bisa leluasa melihat keadaan bilik barokah itu pada siang dan malam.
Sepanjang yang pernah dilihat Rabitah, dia tidak pernah melihat satu pasutri yang coba-coba mendekat. “Tidak ada lampu. Kalau malam gelap,” ujarnya. Bilik itu memang pernah dipakai. Tapi oleh petugas medis dan anak-anak yang belajar di dalamnya.
Menurutnya, warga kalau pun ingin melakukan hubungan intim dengan pasangannya mereka lebih bisa mengakali di tenda sendiri. Bukan di bilik barokah. “Tempatnya sempit. Ya lebih baik di tenda masing-masing (kalau mau berhubungan intim),” terangnya.
Sebenarnya, lanjutnya, para pengungsi sebagian besar tidak terlalu memikirkan keinginan melakukan hubungan suami istri. Pengungsi lebih terkuras pikirannya untuk bagaimana bisa pelaksanaan pembangunan rumah tahan gempa cepat selesai.
Bagi yang bekerja, mereka lebih memilih istirahat lebih awal. Tujuannya, untuk bisa bangun pagi dan bisa bekerja di pabrik bawang, ladang, persawahan, hingga proyek-proyek.
“Kalau tidak rajin bekerja, bagaimana kami dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Kami juga harus menabung lagi untuk membangun rumah baru. Walau mungkin tidak sebagus yang dulu,” ujarnya lalu menghela nafas panjang.
Di sisi lain, pikiran untuk menyalurkan hubungan suami istri hanya ada pada pasangan muda. Mereka diyakni masih diselimuti gairah. Melewati malam-malam yang dingin dalam kehangatan pasangan masing-masing.
(iil/jpg/JPC)
[ad_2]