Cetak Laba USD301 Juta, Kinerja Ericsson Mulai Menghijau
Berita Teknologi –

Jakarta, Wikimedan – Pemangkasan biaya yang dilakukan Ericsson selama 18 bulan terakhir, membantu perusahaan mengubah kerugian menjadi laba pada Q3-2018. Vendor jaringan asal Swedia itu pun optimis, kinerja keuangan akan semakin meningkat, seiring dengan dimulainya masa komersialisasi 5G di kawasan Amerika Utara, terutama AS. Negeri Paman Sam itu bertekad menjadi negara pertama di dunia yang akan meluncurkan 5G pada 2020.
Menurut Helena Norrman, SVP dan CMO Ericsson, strategi perusahaan untuk memangkas biaya dan meningkatkan R & D mulai menghasilkan dividen dengan kinerja yang kuat di divisi jaringan, terutama untuk produk-produk terkait 5G di AS.
“Kami memiliki fondasi yang baik untuk bekerja. Pendorong pertumbuhan utama adalah Amerika Utara.Kawasan itu akan berada pada kecepatan yang sangat tinggi dalam memimpin hingga 5G. Namun kami juga melihat peningkatan di beberapa bagian Eropa, yang telah melambat untuk beberapa waktu”, ujar Helena.
Menolak dampak dari deretan rival China, seperti Huawei dan ZTE yang tengah bermasalah dengan pihak berwenang di AS, ia mencatat lingkungan kompetitif “benar-benar tidak berubah” di negara itu kecuali munculnya vendor asal Korea Selatan, Samsung dalam bisnis jaringan.
Dalam Q3, untuk tiga bulan hingga akhir September, perusahaan mengubah laba bersih sebesar SEK2,7 miliar (US$ 301 juta), dibandingkan dengan kerugian SEK3,5 miliar pada kuartal yang sama 2017. Total pendapatan tercatat naik 9 persen tahun-ke-tahun menjadi SEK53.8 miliar.
Penjualan yang disesuaikan di divisi jaringannya naik 5 persen tahun ke tahun, sementara unit layanan digitalnya terus berjuang karena membengknya biaya restrukturisasi.
Sebelumnya, CEO Ericsson Borje Ekholm mengatakan bahwa fokus perusahaan pada R & D dan pengurangan biaya mulai membuahkan hasil.
“Penjualan telah stabil. Kami telah melewati masa-masa kritis dan kembali ke pertumbuhan. Perusahaan akan terus menerapkan disiplin demi mencapai keuntungan”, katanya.
Ekholm menambahkan permintaan yang kuat untuk 5G di AS dan Asia Timur Utara didorong oleh kebutuhan operator di kawasan ini untuk menangani ledakan dalam penggunaan data selular. Dalam kasus AS – keinginan untuk menyediakan produk akses nirkabel tetap.
Di sebagian besar Eropa, dia menambahkan, penggunaan data selular konsumen tertinggal di banyak pasar, mengurangi kebutuhan untuk membawa 5G ke pasar dengan cepat.
Satu-satunya wilayah yang dipilih oleh Ericsson sebagai penyebab kekhawatiran adalah segmen Timur Tengah dan Afrika. Di kawasan ini perusahaan tengah menghadapi tantangan karena ketidakpastian politik, terutama Timur Tengah yang terus bergejolak.
Sekedar diketahui, dalam beberapa tahun terakhir, kinerja Ericsson tengah dalam tekanan. Tak ingin terus berkubang dengan kerugian, perusahaan mau tak mau harus menggencarkan program restrukturisasi, dalam upaya untuk menghidupkan kembali kejayaannya.
Ericsson kini menempatkan fokus membangun 5G, sebagai langkah strategis agar bisa bersaing dengan vendor China yang makin menggurita. Namun, hal itu dibarengi dengan biaya restrukturisasi sebesar SEK2.8 miliar selama kuartal 3-2017, termasuk biaya SEK1.6 miliar terkait keputusan untuk menutup pusat ICT di Kanada. Perusahaan juga terpaksa melakukan pemangkasan lanjutan terhadap 3000 karyawan, dengan alokasi dana kompensasi hingga SEK4 miliar.