Tim Penyelamat Prancis Deteksi Kehidupan di Bawah Reruntuhan Hotel
[ad_1]
Wikimedan – Tim penyelamat dari Prancis mengatakan, mereka mendeteksi seseorang yang diyakini masih hidup di bawah reruntuhan sebuah hotel di Palu, Sulawesi tengah Indonesia. Dilansir dari Al Jazeera pada Jumat, (5/10), seorang anggota organisasi Prancis, Pompiers De l’urgence mengatakan, sensor berteknologi tinggi milik mereka mendeteksi keberadaan seorang korban di reruntuhan Hotel Mercure bintang empat di Palu. Dia mengatakan tim hanya memiliki latihan tangan yang tidak cukup kuat untuk mencapai korban yang terperangkap di bawah beton tebal.
Saat malam tiba, penggalian itu ditinggalkan. Seorang penyelamat mengatakan mereka akan kembali dengan peralatan berat pada Jumat, (5/10) untuk mencoba menyelamatkan orang itu. Upaya penyelamatan sejak gempa Jumat lalu, yang menewaskan lebih dari 1.400 orang, telah sangat terhambat oleh kekurangan peralatan berat.
Sementara itu, laporan dari The Associated Press mengatakan, listrik kembali dipulihkan dan beberapa toko dibuka kembali di kota Palu. Lampu lalu lintas dan televisi kembali menyala, dan bantuan internasional dalam mencari korban selamat telah bertambah cepat, masyarakat di daerah terpencil telah terputus oleh jalan rusak, tanah longsor dan komunikasi yang lumpuh. “Ada banyak tantangan dalam bencana ini, tidak pernah seburuk ini,” kata Frida Sinta, salah satu sukarelawan .

Upaya penyelamatan sejak gempa Jumat lalu, yang menewaskan lebih dari 1.400 orang, telah sangat terhambat oleh kekurangan peralatan berat (Picture-Alliance)
Wayne Hay dari Al Jazeera melaporkan dari Donggala, diperlukan cukup waktu supaya bantuan mencapai Donggala karena sebagian besar upaya penyelamatan berfokus pada Kota Palu. “Orang-orang mengeluh bahwa mereka diperlakukan seperti warga kelas dua di sini karena mereka tidak menerima bantuan,” kata Hay.
Hay menambahkan, pemandangan di Donggala adalah kehancuran desa-desa nelayan yang kecil, damai dan indah. Ketika tsunami datang lewat sini, tsunami menyapu semuanya.
“Secara resmi, korban tewas hanya lebih dari 150 orang, relatif rendah mengingat jumlah orang yang tinggal di sini dan ukuran gelombang yang datang ke sini. Itu terjadi karena banyak orang melarikan diri, naik ke beberapa bukit yang cukup tinggi,” terangnya.
(ina/JPC)
[ad_2]