Sel Mewah di Lapas Sukamiskin Masih Ada, Kemenkumham Kurang Serius
[ad_1]
Wikimedan – Kamar sel tahanan terpidana korupsi e-KTP Setya Novanto tengah ramai di perbincangkan publik. Ini setelah Ombudsman RI melakukan inspeksi mendadak di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Direktur Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago menilai pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM tidak secara serius membenahi fenomena Lapas Sukamiskin. Sebab pasca OTT KPK yang menyeret Kalapas Sukamiskin Wahid Husein, fenomena mewahnya sel tahanan masih tetap terjadi.
“Itikad adanya penjara untuk membuat efek jera tapi faktanya tidak. Kamar sel tahanan Novanto itu buktinya,” kata Pangi dalam diskusi ‘Sel Mewah Setya Novanto’ di Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (19/9).
Pangi menjelaskan, Lapas Sukamiskin bagaikan negara di dalam negara. Sebab tahanan di sana terdapat mantan Ketua DPR, mantan Kepala Daerah, mantan pimpinan partai dan mantan hakim agung. Ini pun bukti jaringan para koruptor di tahanan akan semakin kuat.
“Jaringannya makin kuat karena disitu lengkap, jejaring bisnis mereka makin tumbuh,” paparnya.
Oleh karena itu, Pangi menilai Presiden Joko Widodo bukan hanya harus mencopot Menkuhham Yasonna Laoly tapi juga para napi koruptor ditempatkan ke pulau terpencil.
“Coba saja mereka dipindahkan ke pulau terpencil yang tidak ada sinyalnya. Supaya mereka (koruptor) ada efek jera,” tegasnya.
Sementara itu, pengamat anggaran Uchok S Khadafi menilai fasilatas sel mewah datang bukan dari anggaran pemerintah. Melainkan dari pribadi koruptor.
“Karena tidak ada anggarannya, anggaran makan untuk napi saja terbatas,” paparnya.
Uchok menilai, untuk memberi makan napi di dalam tahanan dalam kurun waktu setahun memerlukan anggaran Rp 7 miliar. Namun jika dirici secara detail, anggaran sebesar itu hanya mampu memberi makan napi seadanya.
“Kalau kita bagi 1.062 tahanan di Kota Malang contohnya, maka pertahun itu dapat Rp 6,6 juta perorang dibagi 12, berati perbulan dapat Rp 500 ribu, 1 orang perhari bisa Rp 18rb,” rincinya.
Lebih lanjut, Uchok menuturkan napi koruptor memiliki keistimewaan dengan napi kriminal. Ini yang membuat para terpidana korupsi tidak hers meski telah di jatuhkan hukuman.
“Makannya saja lebih enak, negara tidak adil mengelola penjara padahal sama-sama di proses pengadilan,” pungkasnya.
(rdw/JPC)
[ad_2]