Berita Nasional

Sebelum Dihabisi, Keluarga Juari Dapati Sejumlah Firasat Aneh

Indodax


Wikimedan – Kematian Juari, 41, akibat dikeroyok sejumlah orang masih menyisakan misteri. Selain belum diketahui penyebab pengeroyokan, para pelaku juga masih belum diketahui.

Untuk diketahui, Juari merupakan mantan narapidana LP Lowokwaru terkait kasus curanmor. Juari tinggal di rumah istrinya, Masamah, 43 di Wajak, Malang. Ia bebas tepat 40 hari sebelum kematiannya.

Juari dikeroyok orang tak dikenal usai menonton kuda lumping bersama istrinya. Ia menderita luka bacok di belakang punggung. Sementara kepalanya remuk setelah menerima pukulan dari sejumlah orang.

Kasus Penganiayaan
Suasana rumah duka di tempat Pargimin. (Tika Hapsari/Wikimedan)

Adik Juari, Farida menceritakan kakaknya tersebut meninggal setelah dikeroyok sekitar belasan orang pada Minggu (25/11) dini hari kemarin.

Di depan matanya, dia menyaksikan tubuh Juari diseret dan dipukuli. Kakaknya juga disabet dengan senjata tajam. Bahkan, tubuhnya yang tidak berdaya dan berdarah-darah diseret di jalanan kampung sejauh 100 meter.

Dia bercerita, sebelum kejadian dirinya sempat mimpi tidak enak terkait dengan kakaknya. Tepatnya seminggu lalu, dia mimpi kakaknya mengalami kejadian nahas ini. Farida juga mengalami beragam firasat di balik kejadian buruk yang menimpa kakaknya. “Seminggu lalu, saya mimpi. Kayak kejadian sekarang. Cacakku mati,” kata Farida, Minggu (25/11) petang.

Perempuan bertubuh kurus itu menjelaskan, bukan hanya mimpi buruk yang dia alami. Namun juga  firasat berupa perasaan yang terus tidak enak. Tak menentu. Hatinya selalu gelisah menantikan kedatangan kakak kesayangannya.  Setiap malam dia tak bisa tidur. “Tiap hari saya mikir cacak. Nggak bisa tidur, gelisah terus. Mikir kapan cacak (kakak Juari, Red) pulang,” katanya. 

Selain itu, Farida juga merasakan perubahan wajah dan sikap Juari. Juari yang biasanya ceria berubah menjadi murung. Tak hanya itu, wajahnya juga pucat. “Pas awal pulang lalu wajahnya segar, ceria terus lama-lama jadi pucat. Saya malah membatin, kok Cacak pucat nggak seperti biasanya,” bebernya. 

Perubahan sikap juga dirasakan Farida dari pola makan Juari. Biasanya, dia akan makan lahap dan banyak semua masakan Farida. Apalagi menu nasi empok dengan sayur lodeh. Namun, berbeda dengan seminggu belakangan. “Cacak makannya sedikit seperti tidak berselera padahal biasanya banyak makan,” katanya dengan suara lemah. 

Semua firasat itu dia tepis dengan keyakinan bahwa tidak ada hal buruk yang akan terjadi kepada kakaknya. Namun, firasat buruk ini terus menerus bermunculan.  Bahkan yang membuat dia semakin berpikiran tak tenang saat malam hari. Berkali-kali dia mendengarkan suara burung gagak yang serak. 

Kemunculan burung ini diasumsikan sebagai pertanda buruk oleh sebagian besar masyarakat yang hidup di Jawa. Yakni, kematian yang akan menimpa anggota keluarga.  “Tapi saya mikir positif terus. Nggak mungkin kakak saya kenapa-kenapa. Dia aman di rumah istrinya. Kalau di sini lain, karena pernah ada maslah dengan warga sini,” katanya. 

Namun ternyata firasatnya ini benar. Tepat seminggu kemudian, kakaknya tewas dengan cara keji. Dia dipukuli membabi buta. Sementara pelaku sengaja mematikan lampu kampung. Sehingga Farida tak mengenali wajah pelaku. 

“Biasanya cacak pulang ke Wajak ke istrinya. Tapi kok akhir-akhir ini pulang ke Tumpukrenteng. Katanya kangen saya. Nggak tahunya malah nggak ada (meninggal dunia),” katanya menangis. 

(tik/JPC)


Kategori : Berita Nasional

Share :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *