Rugikan Kesehatan, Mengenal Picky Eater pada Anak dan Penyebabnya
[ad_1]
Wikimedan – Bunda seringkali kesal dan bingung saat memberi buah hati makan. Sebab tak jarang sang anak enggan makan beberapa makanan. Padahal di usia pra sekolah atau balita, anak membutuhkan gizi yang baik dalam mencapai tumbuh kembangnya.
Kondisi anak pilih-pilih makanan seperti itu dikenal dengan istilah picky eater. Picky eater bisa menjadi gejala yang merugikan kesehatan anak apabila tidak segera diatasi. Picky eater bisa membuat anak kekurangan asupan gizi yang selanjutnya menyebabkan anak mengalami gizi buruk.
Mengenal Istilah Picky Eater
Pakar Kesehatan Prof. Dr. Rini Sekartini, SpA, menjelaskan picky eater merupakan gangguan perilaku makan pada anak yang berhubungan dengan perkembangan psikologis tumbuh kembangnya. Kondisi ini ditandai dengan keengganan anak mencoba jenis makanan baru (neofobia). Lalu, pembatasan terhadap jenis makanan tertentu terutama sayur dan buah. Serta secara ekstrim tidak tertarik terhadap makanan dengan berbagai cara yang dilakukan. Anak akan menampik makanan yang tidak dia sukai, mengemut makanan, dan menutup mulut dengan rapat pada saat menghadapi makanan yang tidak dia sukai.
Picky eater ditandai dengan pertumbuhan tubuh terhenti, perubahan perilaku, lesu, kehilangan selera makan, dan kekurangan berat badan. Kondisi ini bisa mengganggu kesehatan anak. Namun sayangnya, banyak orangtua yang salah kaprah menyiasati picky eater dengan memberikan susu sebagai solusi. Padahal, susu sebetulnya hanya sebagai pelengkap. Prof. Rini menjelaskan, susu merupakan salah satu asupan makanan untuk anak pada masa bayi, terutama 6 bulan pertama ASI merupakan makanan utama bayi.
Setelah 6 bulan, ditambahkan MP ASI (Makanan Pendamping ASI) sebagai pelengkap karena kebutuhan anak meningkat. Setelah 1 tahun anak dapat diberikan makanan keluarga, berupa nasi lauk pauk, sayur dan buah plus susu sebagai pelengkap.
“Pada usia balita kebutuhan susu sekitar 500-600 cc per hari. Selebihnya, anak harus makan. Jadi, susu tidak dapat menggantikan makanan yg harus dikonsumsi anak,” tegas Prof. Rini.
Prof. Rini melanjutkan, biasanya kondisi picky eater disebabkan kurangnya variasi makanan anak. Anak tidak boleh memilih makanan yang disukai, suasana di rumah tidak menyenangkan, kurang perhatian orangtua, atau contoh yang kurang baik dari orangtua.
Angka kejadian masalah kesulitan makan di beberapa negara cukup tinggi. Sebuah penelitian oleh The Gateshead Millenium Baby Study pada tahun 2006 di Inggris menyebutkan, 20 persen orangtua mengatakan anaknya mengalami masalah makan, dengan prevalensi tertinggi anak hanya mau makan makanan tertentu.
Penelitian yang dilakukan Sudibyo Supardi, peneliti di National Institute of Health Research and Development terhadap anak prasekolah di Jakarta tahun 2015 menunjukkan hasil prevalensi kesulitan makan sebesar 33,6 persen. Adapun 44,5 persen di antaranya menderita malnutrisi ringan sampai sedang dan 79,2 persen dari subjek penelitian telah mengalami kesulitan makan lebih dari 3 bulan. Kelompok usia terbanyak mengalami kesulitan makan adalah usia 1 sampai 5 tahun (58 persen). Sebanyak 43 persen anak yang mengalami kesulitan makan mengalami gizi buruk.
(ika/JPC)
[ad_2]