Pengamat LIPI: Tidak Ada Komitmen Partai Soal Pemberantasan Korupsi
[ad_1]
Wikimedan – Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris menilai, tidak ada komitmen serius dari partai politik terhadap pemberantasan korupsi. Hal ini dikatakan Haris, menanggapi putusan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyebut adanya beberapa politisi yang kecipratan duit korupsi e-KTP.
“Bagi saya, itu bukti komitmen parpol terhadap pemberantasan korupsi masih nol besar,” ujar Syamsuddin dalam keterangan tertulis yang diterima Wikimedan, Rabu (19/9).
Menurut Syamsuddin, semua partai mengklaim sebagai partai bersih. Tapi faktanya malah sebaliknya. Partai politik tidak mampu menghadirkan kader yang berintegritas, tapi malah mencetak kader-kader yang mengorupsi duit rakyat.
Ia juga menyesalkan kabar yang menyebutkan bahwa nama-nama anggota DPR yang disebut MA menerima uang proyek e-KTP tersebut sampai saat ini belum diberhentikan dan masih menerima gaji dari negara.
“Patut disesalkan, mestinya parpol langsung mem PAW (pergantian antar waktu) kan yang bersangkutan,” tandasnya.
Syamsudin menambahkan, dalam hal ini perlu ada upaya untuk mereformasi dan merubah perilaku parpol, yaitu dengan membentuk sistem integritas partai politik.
“Ke depan parpol harus direformasi. LIPI dan KPK sedang membangun sistem integritas partai politik untuk bisa masuk ke UU parpol,” tambahnya.
Sistem integritas partai politik tersebut mencakup lima hal, yaitu, pelembagaan standar etik, pelembagaan demokrasi internal, pelembagaan sistem kaderisasi, pelembagaan sistem rekrutmen politik, dan sistem tata kelola keuangan yang baik.
“Kami akan berjuang sistem integritas parpol ini masuk dalam UU parpol,” tegasnya.
Diketahui, baru-baru ini Mahkamah Agung (MA) melansir putusan mega korupsi e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, Senin (17/9). Dalam putusan itu, MA menyebut dua nama politisi Golkar, yaitu mantan Ketua DPR Ade Komarudin dan mantan Anggota Komisi II DPR Markus Nari.
Keduanya dinyatakan menerima aliran uang proyek masing-masing sebesar USD 100 ribu dan USD 400 ribu. Selain politisi Golkar ada juga bekas politisi Hanura Miryam Hariyani yang menerima USD 1,2 juta.
(gwn/JPC)
[ad_2]