Berita Nasional

Pembakaran Bendera, Pembubaran HTI, dan Komitmen Menjaga NKRI

Indodax







Wikimedan Kesigapan Menkopolhukam Wiranto dalam mensikapi peristiwa pembakaran bendera HTI di Garut beberapa waktu lalu patut diapresiasi. Tindakan yang sigap dan tepat perlu dilakukan untuk mencegah agar permasalahan tidak meluas serta menjaga situasi tetap kondusif, aman dan terkendali.





Berdasarkan Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan, Menteri Hukum dan HAM R.I melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-30.A.01.08 Tahun 2017, telah memberikan sanksi berupa pencabutan status badan hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).





Pencabutan status badan hukum tersebut sekaligus berarti pembubaran. Pemberian sanksi ini dilakukan karena terdapat berbagai macam bukti pelanggaran yang dilakukan HTI.





Pernyataan Menkopolhukam terkait HTI bukan tanpa dasar, apalagi kebohongan. Terdapat bukti pada buku Daurah Islamiyyah (Rancangan UUD) yang dijadikan sebagai referensi oleh HTI.





Pada halaman 285 & 286, tertulis secara detail dan spesifik mengenai “Bendera dan Panji Negara”, di mana bendera-bendera tersebut juga menjadi Simbol HTI. Adapun buku ini telah menjadi Bukti yang diserahkan kepada Majelis Hakim Pemeriksa Perkara No. 211/G/2017/PTUN.JKT





Pembubaran HTI






Bahwa benar, Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonsia yang terdaftar sebagai Ormas. Hanya kemudian, mereka mendapat sanksi dengan dicabut status badan hukumnya karena pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Ormas ini.






Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 59 ayat (4) huruf c bahwa ‘Ormas dilarang menganut, mengembangkan, serta memyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila’.





Yang dimaksud dengan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila antara lain ajaran ateisme, komunisme/marxisme-leninisme. Atau paham lain yang bertujuan mengganti atau mengubah Pancasila dan Udang-Undang Dasar Negara Repubik Indonesia Tahun 1945.





Dengan demikian Pencabutan status badan hukum perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan telah tepat. Pemberian sanksi tersebut dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia berdasarkan Perppu No 2 Tahun 2017 (yang telah disahkan menjadi UU No 16 Tahun 2017).





Di dalam Pasal 80 A, secara jelas telah mengatur bahwa ‘Pencabutan status badan hukum Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf c dan ayat (3) huruf b sekaligus dinyatakan bubar berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini’





Perppu No. 2 Tahun 2017 (telah disahkan menjadi UU No. 16 Tahun 2017) ini tidak menghilangkan proses pengadilan. Kemudian bagi Ormas yang menerima sanksi pencabutan status badan hukum tetap dapat menempuh upaya hukum melalui pengadilan.





Begitu pula HTI. Setelah status badan hukum HTI dicabut karena melakukan pelanggaran-pelanggaran, kemudian HTI telah mendaftarkan Gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta pada tanggal 13 Oktober 2017, sebagaimana mekanisme yang diatur dalam Perppu No. 2 Tahun 2017 (saat ini telah disahkan menjadi UU No. 16 Tahun 2017).





Putusan Tingkat Pertama dalam Perkara No. 211/G/2017/PTUN.JKT menolak gugatan Penggugat (HTI) untuk seluruhnya. Kemudian atas kekalahannya tersebut, HTI telah melakukan upaya Banding. Adapun putusan Banding dalam Perkara No. 196/B/2018/PT.TUN.JKT menguatkan Putusan Pengadilan Tingkat Pertama.





Dengan demikian dalam 2 tingkat pengadilan yang telah berjalan tersebut, terdapat Fakta Hukum bahwa Putusan Pengadilan Tingkat Pertama yang menolak dalil-dalil Gugatan Penggugat (HTI) untuk seluruhnya, serta Putusan Banding yang menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.





Komitmen Menjaga NKRI





Dengan demikian ketika terjadi peristiwa pembakaran bendera HTI, maka sudah tepat ketika disikapi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.





Kepolisian selaku aparat yang berwenang telah dan masih melaksanakan proses penyelidikan dan penyidikan. Kemudian segenap elemen bangsa, hendaknya bersikap arif dengan tidak menyebarkan hoax, kebohongan serta hal-hal yang provokatif.





Adapun terhadap mereka yang menyebarkan video peristiwa pembakaran bendera tersebut, telah diatur sebagaimana delik di dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE.





Kepada para pihak (kita yang beragama Islam dan kita yang memeluk agama lain), sudah seyogyanya dapat bersikap bijak dan dewasa dalam mensikapi adanya peristiwa pembakaran bendera.





Jangan jadikan hal ini menjadi pemicu untuk menyalahkan satu sama lain.





Khususnya bagi yang memeluk agama Islam, kita sadari bersama bahwa agama Islam tidak pernah disimbolkan dengan suatu bendera, dalam bentuk apapun benderanya. Hal ini tidak ada dalam ajaran agama Islam.





Kemudian berdasarkan bukti-bukti yang ada, bendera yang dibakar adalah bendera HTI, bendera yang ada dan dibawa ketika HTI melakukan kegiatan-kegiatan yang mengumpulkan massa dalam jumlah besar dan berorasi.





Bersama-sama kita menjaga dan mempertahankan NKRI dan Pancasila dengan segala Kebhinekaan dan Kerukunan di dalamnya. Konstitusi kita, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengatur dan menjamin hak asasi dengan pembatasan tertentu agar tidak menjadi suatu hal yang kebablasan.





Menjadi tanggung jawab kita bersama untuk selalu melindungi tumpah darah Indonesia; mempertahankan yurisdiksi, kedaulatan negara dan pemerintahan yang konstitusional.





*Penulis adalah Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP)





(mam/WMC)



Kategori : Berita Nasional

Share :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *