Pelapor Dugaan Makar Petinggi PKS dan HTI Diperiksa Polisi
Wikimedan – Laporan kasus dugaan makar Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera dan Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia Ismail Yusanto berlanjut di meja Bareskrim Polri. Kemarin, Jumat (16/11), pelapor atas nama Komaruddin mendatangi Bareskrim guna memberikan keterangan kepada penyidik terkait laporan nomor STTL/913/IX/2018/BARESKRIM tanggal 12 September 2018.
Komaruddin yang didampingi pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum Aliansi Masyarakay Sipil Untuk Indonesia Hebat (LBH Almisbat) Adhel Setiawan dan M Ridwan, menjawab pertanyaan penyidik Subdit I Bareskrim Polri seputar kronologi laporannya.
Komaruddin mengatakan, dugaan makar tersebut berawal dari video di situs Youtube yang menampilkan tiga orang yang diduga Mardani Ali Sera, Ismail Yusanto, dan seorang yang tidak dikenal. “Mereka mengucapkan ‘#2019GantiPresiden dan ganti sistem, Allahu Akbar… Allahu Akbar’,” kata Komaruddin dalam keterangan tertulisnya.
Dia menilai bahwa pernyataan ‘Ganti Presiden dan Ganti Sistem’ sebagai bentuk kampanye untuk gerakan makar. “Pernyataan ‘2019 Ganti Presiden’ yang diucapkan oleh Mardani Ali Sera, bisa diasumsikan bahwa mereka ingin menggulingkan Presiden yang sah dimulai sejak tanggal 1 Januari 2019. Padahal, jabatan Presiden Jokowi berakhir pada Oktober 2019,” katanya.
Dia juga menduga bahwa pernyataan Ganti Sistem yang diucapkan Ismail Yusanto merupakan sebuah ajakan atau kampanye yang bermaksud untuk mengganti sistem kenegaraan yang sudah baku dan sah, yakni Pancasila dan UUD 1945 dengan sistem yang dicita-citakan HTI, yaitu sistem Khilafah.
“Karena kita semua tahu HTI bermaksud mengganti sistem kenegaraan kita menjadi sistem Khilafah. Hal ini diperkuat dengan Surat Keputusan Kementrian Hukum dan HAM yang membubarkan HTI karena dianggap sebagai ormas terlarang,” jelas Komar.
Sementara itu, seperti diberitakan sebelumnya, Ismail Yusanto mengaku bingung mengapa dia dilaporkan. “Nggak paham saya, makar dimananya? Ganti sistem kalau sistemnya jelek ya harus diganti toh, masa sistem jelek nggak boleh diganti,” ujarnya saat dihubungi.
Nyatanya Indonesia beberapa kali mengganti sejumlah sistem. Misalnya sistem pemilihan presiden, pemilihan umum, pemilihan kepala daerah, dan kepartaian. “Kenapa jadi sensi begitu,” imbuhnya.
Ihwal ganti sistem yang dituduhkan terkait dasar negara, Ismail lantas mempertanyakan apakah boleh laporan didasari dugaan. “Emang boleh orang nuduh pakai dugaan itu. Ganti sistem, mestinya sampai di situ saja, masa orang boleh menduga-duga. Kalau orang boleh menduga itu kan itu kita juga bisa menduga sebaliknya,” pungkas Ismail.
(fab/JPC)
Kategori : Berita Nasional