Minimnya Keterwakilan Perempuan di KPU Mendapat Dikritik
[ad_1]
Wikimedan – Soal keterwakilan perempuan di jajaran penyelenggara pemilihan umum telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 soal komposisi keanggotaan KPU.
Meskipun dalam peraturan itu soal keterwakilan 30 persen perempuan sifatnya tidak wajib. Namun, sampai saat ini hal itu masih dipertanyakan.
Masih banyak penyelenggara yang belum mengikuti peraturan soal kuota 30 persen perempuan. Hal ini pun memicu komentar dari berbagai pihak.
Damayanti Lubis, senator asal Sumatera Utara (Sumut), turut angkat bicara atas kondisi tersebut. Dia juga mengkritisi yang terjadi di Sumut khususnya di tingkatan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Damayanti merasa keberatan karena perempuan hanya mendapat satu kursi di KPU.
“Perlu sensitifitas. Kenapa di beberapa daerah malah dibiarkan tidak ada keterlibatan perempuan. Harusnya seluruh daerah dievaluasi. Jadi KPU pusat jangan diam-diam saja,” kata Damayanti dalam pernyataannya, Rabu (19/8) malam.
Dia pun membandingkan dengan partai politik (parpol) yang malah diwajibkan soal keterlibatan 30 persen perempuan. Damayanti menganggap, KPU terkesan mengingkari aturannya sendiri.
Di KPU Sumut, dari 14 kandidat, tim Panitia Seleksi (Pansel) akhirnya menetapkan tujuh orang yang resmi menyandang status komisioner. Dari jumlah itu, hanya satu perempuan yang berhasil lolos. Padahal ada dua kandidat yang ikut seleksi.
Damayanti berharap, kepada berbagai lapisan masyarakat untuk ikut andil mengambil peran menyuarakan hal ini.
Begitu juga dengan akademisi dari Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Pembengunan (STIKP), Ramdeswati Pohan. Wanita yang biasa disapa Desi ini justru memandang ada kesalahan di Panitia Seleksi. Harusnya pansel juga harus memperhatikan aturan tersebut.
“Sepanjang yang saya ketahui para peserta perempuan itu beberapa diantaranya adalah orang-orang yang kompeten dan kapabel,” ujar Desi.
Hingga soal penilaian lanjutnya, pansel harusnya mempertimbangkannya. Jika dalam seleksi terdapat nilai yang sama antara lelaki dengan perempuan, pansel disarankan untuk lebih mengutamakan calon perempuan.
“Hitung-hitungannya mereka yang sampai ke tahap semifinal adalah tim ataupun personal yang kuat. Nah, andai Pansel mematuhi ataupun sepakat dengan kuota tigapuluh persen itu,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Forum Masyarakat Pemantau Negara (DPP Formapera), Yudhistira Adi Nugraha mengungkapkan, dalam penetapan komisoner lewat pansel, ada kesan KPU RI menerapkan standar ganda. “Harusnya aturan dan kebijakan itu bisa linier. Artinya, jika KPU bisa menetapkan quota 30 persen bagi caleg setiap partai, KPU semestinya juga menerapkan hal yang sama untuk lembaganya” ungkapnya.
Pria yang akrab disapa Yudis ini juga mengatakab, KPU semestinya bisa menjadi contoh, sehingga tidak ada kesan diskriminasi dalam penjaringan calon komisioner. “Bagaimana mungkin KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu, bisa menerapkan aturan untuk partai sebagai peserta pemilu, tapi untuk dirinya sendiri hal itu tidak diberlakukan,” tandasnya.
(pra/JPC)
[ad_2]