Berita Nasional

Menyicipi Lemang Khas Bukitinggi di Jantung Ibu Kota

Indodax







Wikimedan – Bila menyusuri Jalan Kramat Raya No. 34 ke arah Salemba, Jakarta Pusat, di sebelah kiri jalan, pasti akan menjumpai deretan rumah makan kaki lima yang menjajakan makanan khas Minang, Bukittinggi, Sumatera Barat. Tepatnya di sentra usaha Nasi Kapau binaan Sudin KUKMP Jakarta pusat.





Di sana, batang bambu bakar berisi nasi ketan menghiasi pinggiran jalan tempat puluhan pedagang kaki lima JP Kramat 34. Bambu bakar berisi nasi ketan itu bernama Lemang. Makanan khas asal Sumatera Barat.





Salah satu kuliner warisan Nusantara itu tak kalah dengan beragam varian model makanan modern. Lemang pun cukup diminati masyarakat ibu kota. Seorang penjaja makanan Lemang, Noviyanti, 29, mengaku sehari bisa menghabiskan 80 batang bambu Lemang. Bahkan, di akhir pekan, ia bisa menghabiskan hingga 100 lebih batang bambu nasi ketan Lemang.


Menyicipi Lemang Khas Bukitinggi di Jantung Ibu Kota

Lemang, Bambu berisi nasi ketan khas Minang, Bukittinggi, Sumatera Barat ramai dijual di Jalan Kramat Raya No. 34, Senen, Jakarta Pusat. (Wildan Ibnu Walid/Wikimedan)





Menurut Novi, ayahnya, Sirin, 78, sudah puluhan tahun dikenal sebagai pembuat Lemang terbaik di Kelurahan Kramat, Kecamatan Senen dan sekitarnya. Ayahnya membuat Lemang di waktu malam dini hari. Karena pagi harinya, Lemang buatannya harus terdistribusikan kepada deretan PKL Nasi Kapau di Jalan Kramat 34.





“Jadi, bapaknya suami saya itu sudah puluhan tahun membuat Lemang di sini (Jalan Kramat Raya). Sekitar 30 tahunan lebih lah, tinggal di Jakarta saat itu. Sudah secara turun menurun usaha ini,” kata Novi kepada Wikimedan, Minggu (28/10).





Proses pembuatannya pun tak sebentar. Untuk membuatnya memakan waktu sekitar 4 hingga 5 jam. Caranya, potongan bambu berukuran 30 cm diberikan alas daun pisang di dalamnya. Kemudian, dimasukkan tirisan beras ketan yang sudah direndam dengan santan kelapa dan dibumbui garam selama satu jam.






Beras ketan yang dimasukkan dalam tabung bambu hanya diisi sekitar 30 persen. Setelah itu dibakar dengan alat mirip pembakaran sate lebih besar. Setelah tabung berubah warna hitam pekat, kemudian diangkat dan ditiriskan.






Sambil menunggu Lemang matang, lanjut Novi, bapaknya membuat bumbu Lemang yang terbuat dari tapai ketan hitam dengan rasa asam manis. Harga sebatang bambu lemang diberi harga Rp 30 Ribu. Bisa untuk 2 hingga 3 porsi. Sementara untuk satu porsi berikut dengan bumbunya, dia mematok harga Rp 30 ribu.





“Satu batang bambu lemang cukup besar. Bisa untuk dua tiga orang kalau dibawa ke rumah,” tuturnya.





Dari hasil usaha Lemang rumahan di Jalan Kramat Soka, RT 04 RT 02 nomor 1, Jakarta Pusat, keluarga Sirin meraup keuntungan penghasilan kotor sekitar Rp 1,2 juta per hari. Novi berharap, makanan khas Minang, Bukitinggi itu terus diminati pecinta kuliner Nusantara, di tengah ketatnya persaingan makanan modern.





“Ya, mudah-mudahan masih diminati terus. Di sini kan (Loksem Kramat) sentra makanan khas Minang, Bukittinggi. Jadi, orang kalau nyari Lemang pasti ke sini,” ujarnya.





Sementara, seorang penikmat Lemang, Firman, 53, asal Padang, Sumatera Barat, mengaku menyempatkan diri mampir ke Sentra Kuliner Bukittinggi di Jalan Kramat Raya No. 34 seusai menjenguk anaknya bekerja di Bandara Soekarno-Hatta.





Penggemar Lemang itu mengaku ingin membandingkan masakan Lemang yang ada di kampung halamannya dengan yang dijual di deretan lapak PKL di Jakarta.





“Di sini lagi menjenguk anak yang bekerja di Jakarta. Lemang di sini nggak jauh beda. Cuma ukuran bambunya sudah disesuaikan kalau di sini, lebih kecil. Kalau di kampung bisa sampai 60 cm, bahkan 80 cm,” ujar Firman.





(wiw/WMC)



Kategori : Berita Nasional

Share :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *