Berita Nasional

Mbah Saliyem dan Uang Tabungan Jutaan Rupiah yang Tak Sengaja Terbakar

Indodax


Mengira sampah, para tetangga yang sedang bersih-bersih rumah Mbah Saliyem tak sengaja membakar uang yang dibungkus plastik dan disimpan di dalam senik. Sejumlah pihak pun melakukan urunan untuk mengganti duit yang tak bisa ditukarkan ke Bank Indonesia karena kerusakannya parah tersebut.

IWAN KAWUL, Wonogiri

UANG, atau lebih tepatnya sisa-sisa lembaran yang terbakar itu, bukan miliknya. Tapi, Muhammad Arifin-lah yang puyeng begitu mendapat kepastian dari petugas perwakilan Kantor Bank Indonesia Solo.

Sebab, duit Rp 4,5 juta yang terbakar itu tidak bisa ditukarkan. Api membakar 50-75 persen bagian uang kertas pecahan 100 ribuan tersebut. “Padahal, BI hanya bisa menukar uang yang terbakar atau rusak jika kerusakan­nya 25 persen,” katanya menirukan keterangan petugas ketika dia membawa uang terbakar itu ke BI Senin lalu (10/12).

Sehari semalam pengelola Taman Pendidikan Alquran Al Hidayah, Dusun Bulu, Desa Baleharjo, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, tersebut kebingungan. Bagaimana caranya menyampaikan kabar itu ke sang pemilik yang juga tetangganya: Mbah Saliyem. Tanpa membuat nenek 79 tahun yang sudah puluhan tahun tinggal sendirian tersebut pingsan.

Itulah yang sulit. Sebab, Jumat pekan lalu (7/12), saat warga desa yang masuk wilayah Kecamatan Eramoko tersebut membersihkan rumahnya dan tanpa sengaja membakar uang simpanannya, dia menangis histeris. Bahkan beberapa kali pingsan.

Maklum, itulah harta paling berharga perempuan sepuh yang tidak dikaruniai keturunan tersebut. Selain tentunya rumah yang baru saja direhab karena termasuk tidak layak huni itu.

“Mbah Saliyem salah satu warga yang mendapatkan program bedah rumah,” terang Danang Erawanto, camat Eramoko, kepada Jawa Pos Radar Solo.

Rehab itu selesai dilakukan pekan lalu. Namun, lanjut Danang, kondisi masih berantakan.

Jadilah Jumat lalu itu warga membersihkan seluruh perabot di rumah Mbah Saliyem. Karena rumah masih berantakan, warga berinisiatif iuran Rp 10 ribu untuk bersih-bersih.

Semua perabot dikeluarkan. Sedangkan barang yang tak berharga beserta sampah lalu dibakar. Nah, yang tak sengaja ikut terbakar itu termasuk benda terbungkus plastik di dalam senik (wadah beras). Yang ada di samping keranjang sampah.

“Namanya bersih-bersih, barang-barang yang kotor dan tidak terpakai dibakar. Ternyata ada uang Mbah Saliyem yang dibungkus dengan plastik dimasukkan dalam senik turut terbakar,” kata Danang.

Kejadian tak sengaja tersebut begitu memukul Mbah Saliyem. “Sejak kejadian itu selalu bertanya, ‘Duitku piye, duitku piye (uangku bagaimana, Red).’ Begitu terus,” kata Arifin.

Akhirnya Arifin pun berinisiatif membawa uang milik Mbah Saliyem itu ke BI Solo. Yang berjarak sekitar 60 kilometer. Dengan harapan masih bisa ditukarkan. Namun, ternyata kerusakan akibat terbakar sudah terlalu parah.

Ketika tahu untuk kali pertama uangnya terbakar saja Mbah Saliyem sudah demikian histeris dan sampai pingsan, Arifin sulit membayangkan bagaimana reaksinya kalau tahu uangnya tak bisa ditukar. Beruntung, di tengah kebingungan itu, Arifin terpikirkan untuk mengajak sejumlah pihak menggantinya. “Saya akhirnya njawil (mencolek, Red) teman-teman untuk urunan (iuran, donasi). Alhamdulilah terkumpul lumayan,” katanya.

Kemarin sore Arifin dengan ditemani sejumlah warga lain pun bergegas ke rumah tetangganya itu. Seperti biasa, Mbah Saliyem tengah duduk di teras rumah. Di bangku bambu tua.

Rumahnya memang sudah tampak lebih baik. Tembok dari batako, bukan lagi anyaman bambu dan papan.

Karena sadar betul dengan dampaknya kalau sampai diberi tahu kabar sebenarnya, Arifin terpaksa berbohong. “Bohong putih”. Sebut saja demikian. Apalagi, urunan yang terkumpul belum sepenuhnya menutup jumlah total uang yang terbakar. “Saya bilang ke Mbah Saliyem, uangnya sudah ditukar dari BI. Tapi, sekaligus bilang juga kalau penukaran dari BI bertahap,” katanya.

Itu dikatakan, lanjut Arifin, karena donasi atau urunan dari berbagai pihak juga bertahap. “Rencananya ada yang dari kelompok tani, ada yang dari anak-anak TPA.”

Saliyem hanya bisa pasrah meratapi “harta karun”-nya. Dia hanya bisa menangis karena uang itu telah dia kumpulkan bertahun-tahun. “Pripun niki, Mas (bagaimana ini, Mas),” ujarnya dengan nada pasrah sembari meneteskan air mata. 

(*/c10/ttg)


Kategori : Berita Nasional

Share :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *