Manfaatkan Isu ICERD, Oposisi Mobilisasi Massa di Malaysia
Wikimedan – Pemerintah Malaysia sudah memastikan tak akan meratifikasi International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (ICERD). Tapi, UMNO dan PAS membuat Bumiputra menyangsikan kebijakan tersebut. Dengan kekuatan politik, oposisi sukses membuat sekitar 55 orang memadati Dataran Merdeka Sabtu (8/12).
Wajah mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia Najib Razak dan istrinya, Rosmah Mansor, semringah Sabtu itu. Memakai baju putih, mereka berada di antara kerumunan massa yang menolak ratifikasi International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (ICERD) alias Konvensi Internasional tentang Eliminasi Semua Bentuk Diskriminasi Rasial.
’’Tanpa ICERD, Malaysia tetap pesat membangun, kepentingan semua kaum tetap dijaga, dan keharmonian negara tetap terjaga,’’ demikian bunyi tulisan yang diunggah Najib pada akun Facebook-nya pasca aksi tersebut.
Banyaknya penduduk yang datang menunjukkan bahwa ras dan agama telah dijadikan alat oleh oposisi untuk memobilisasi massa melawan pemerintahan koalisi Pakatan Harapan (PH). Oposisi mengklaim ICERD sebagai ancaman terhadap Islam dan hak istimewa Bumiputra di Malaysia. Bumiputra terdiri atas etnis Melayu dan beberapa etnis lainnya di Sabah dan Sarawak.
Asrul Hadi Abdullah Sani, analis senior Bower Group Asia, mengungkapkan bahwa massa yang memadati Dataran Merdeka pada Sabtu pekan lalu itu beragam. Sebagian adalah nelayan, petani, dan penyadap getah karet di pedesaan. Rata-rata mereka tidak puas pada kinerja pemerintahan PH. Mereka merasa disisihkan.
’’Saya rasa tingginya tingkat kehadiran merefleksikan meningkatnya ketidakpuasan konstituen Melayu,’’ tegas Asrul sebagaimana dilansir Channel News Asia kemarin (15/12).
Dia menambahkan bahwa pada pemilu ke depan harga barang-barang, kesempatan kerja, dan perumahan yang terjangkau menjadi faktor penentu. Jika masih ingin berkuasa, PH harus mulai memikirkannya dari sekarang.
Pemerintah juga harus belajar agar tidak mengambil keputusan terlalu cepat hanya untuk menyenangkan pemilih di perkotaan. PH harus fokus pada kebutuhan dan kepentingan penduduk mayoritas agar bisa mendapatkan dukungan. Asrul menegaskan bahwa pola pikir tentang ras dan agama yang begitu kuat mengakar di masyarakat harus ditangani dengan bijaksana lewat perjanjian dan pendidikan.
Hal berbeda diungkapkan Ketua Global Islamic Studies Deakin University Profesor Greg Barton. Dia mengungkapkan bahwa aksi menolak ICERD tersebut adalah contoh nyata kesulitan yang kerap dihadapi pemerintah baru. Terutama yang berhasil menggulingkan penguasa selama puluhan tahun. Koalisi Barisan Nasional (BN) yang didominasi UMNO telah memimpin Malaysia selama 61 tahun. Mereka adalah salah satu rezim yang paling lama berkuasa di dunia.
’’Agak sukar bagi Malaysia untuk memisahkan isu agama dan ras dari politik. Sebab, sejatinya, dua isu itulah yang paling efektif untuk menggerakkan massa,’’ ungkap Hisomuddin, direktur eksekutif Ilham Centre, kepada Jawa Pos Selasa (11/12).
Karena itu, menurut dia, PH butuh kerangka yang kuat untuk membenahi politik Malaysia. Artinya, Mahathir harus bisa menyelaraskan pola pikir rakyat. Jelas, hal tersebut bukanlah perkara mudah.
Sementara itu, mereka yang mendukung ICERD tak mau mengalah begitu saja. Presiden Parti Gerakan Rakyat Malaysia Dominic Lau meminta pemilik suara mayoritas yang selama ini memilih diam agar bersuara. Caranya, menandatangani petisi untuk mendukung pengesahan ICERD. Lau menegaskan, partainya mendukung ICERD karena itu akan mengakhiri rasisme di Malaysia.
Malaysia termasuk satu di antara 14 negara yang belum mengadopsi ICERD. Di antara 14 negara tersebut, ada Korea Utara dan Myanmar. Gerakan berencana berdialog dengan Komisi HAM Malaysia, Suara Rakyat Malaysia, serta UMNO dan PAS untuk membahas hal itu.
(sha/c22/hep)
Kategori : Berita Nasional