Berita Nasional

Kisah Guru Pengajar Anak Autis, Dipukul hingga Kejar-Kejaran

Indodax


Wikimedan Mengajar murid penyandang autis bukan hal yang mudah. Terlebih lagi saat kondisi murid sedang tantrum. Bukan tidak mungkin beberapa pukulan dilayangkan murid saat tantrum kepada gurunya tanpa disadari.

Hal tersebut dialami beberapa guru yang mengajar di Yayasan Bina Autis Mandiri yang berada di Jalan Angkatan 45, Lorong Harapan Baru, Palembang. Salah satunya yakni Revi Dwi Jayandina, 32.

Dengan menggunakan pakaian serba biru, perempuan berkerudung itu terlihat sangat sabar meladeni murid autis. Mengajaknya bicara dengan nada lembut dan sesekali mengingatkan muridnya untuk bersikap tenang.

“Anak-anak tenang ya, kita dengarkan temannya bernyanyi dan kita juga bernyanyi,” kata Revi kepada murid autisnya.

Saat ditemui Wikimedan pun, Revi menceritakan kisahnya selama mengajar murid autis. Diakui Revi memang butuh kesabaran ekstra untuk mengajarkan murid autis. Apalagi, saat murid sedang tantrum.

Terkadang murid autis tidak sadar dengan gerakan tangannya sehingga kadang mengenai wajahnya. “Sering sih, tapi saat murid sedang tantrum saja. Kalau kondisi membaik dia akan kembali tentang,” kata perempuan lulusan Unsri ini saat ditemui di Yayasan Bina Autis Mandiri Palembang, Sabtu (27/11).

Selain dipukul, ia juga mengaku ada hal-hal unik lainnya seperti saat sedang belajar tiba-tiba murid yang tantrum berlarian keluar kelas. Akibatnya, para guru pun langsung mengejar murid tersebut agar tidak membahayakan murid itu sendiri.

“Jadi ditenangkan dulu, baru nanti ikut belajar lagi bersama rekannya,” ujarnya.

Teknik yang digunakan untuk menenangkan murid pun berbagai macam. Salah satunya disuruh menggambar sehingga ketika ada aktivitas yang diam, murid akan diam berkonsentrasi dengan apa yang dilakukannya.

Selain itu, pada saat tantrum murid pun harus dibekap dengan tubuh agar tidak terjatuh kebelakang dan langsung diberikan rangsangan ke jari-jari murid agar kembali seperti semula.

“Karena itu butuh kesabaran ekstra. Tapi, kalau kondisinya tidak tantrum, semua anak autis enak kok udah dan mengerti apa yang boleh dilakukan apa yang tidak boleh,” ujar perempuan berkacamata ini.

Meskipun berada dalam satu kelas dengan anak normal. Anak penyandang autis ini tidak pernah mempengaruhi anak normal. Terbukti, anak normal yang bersekolah dan satu kelas dengan anak autis masih dapat berprestasi seperti masuk SMP dan SMA unggulan di Sumsel.

Bahkan, tahun lalu salah satu murid normal yakni Nuril Humairah kelas VI berhasil menjuarai olimpiade sains ditingkat kecamatan dan kota.

Kini dirinya telah menginjak 10 tahun mengajar di yayasan bina autis ini. Dia mengaku sangat senang saat berhasil melihat murid normal berprestasi dan murid autis bisa mengembangkan kemampuannya. “Pokoknya senangnya itu luar biasa tidak bisa digantikan,” tutupnya.

Kepala SLB Autis Harapan Mandiri, Fahruddin Lakoni saat ini tercatat murid normal yang bersekolah di yayasan ini sebanyak 116 anak sedangkan untuk anak autis sebanyak 59 anak.

Untuk satu kelas terdiri dari tiga guru untuk mengajarkan materi serta menjaga para anak autis. “Yayasan ini hanya sampai SD jadi anak normal itu melanjutkan ke SMP umum, kalau anak autis itu ada sekolah lanjutkan di yayasan ini sampai dengan kelas karya,” katanya.

Kelas karya ini, mengajarkan para anak autis seperti membatik, bermain musik dan lain sebagainya. Tapi, meskipun di SMP anak normal dan autis berpisah terkadang anak normal masih datang kesini meski sudah lama tamat.

“Mereka kadang melihat teman mereka yang autis. Itulah tujuannya yayasan ini untuk membangun empati anak dari usia dini agar lebih mengerti dan memahami anak autis,” tutupnya.

(lim/JPC)


Kategori : Berita Nasional

Share :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *