Jelang Perayaan Natal Wartawan Siantar, Panitia Berikan Santunan Kepada Warga Kurang Mampu
SIANTAR, Ketikberita.com l Menjelang perayaan natal wartawan Kota Pematangsiantar sekitarnya yang akan dilaksanakan 21 Desember 2018, panitia menyambangi dua rumah keluarga yang kurang mampu guna memberikan bantuan berupa beras, minyak goreng, gula dan uang santunan. Kehadiran wartawan disambut baik pasangan suami-istri, Mujiman dan Suratmi serta keluarga Ratna Tampubolon, Sabtu (15/12).
Penyerahan bantuan ini tidak lepas dari rasa ibah yang dimiliki wartawan kepada warga tersebut. Dimana selama ini sebagian wartawan telah berulangkali mempublikasikannya ke publik. Jika sehari-hari wartawan menjumpai warga sebagai sumber berita untuk mendapatkan informasi, kali ini wartawan berhasrat memanfaatkan moment natal tahun 2018 untuk menyerahkan bantuan.
Pertama diserahkan kepada Mujiman (67) dan Suratmi (66). Pasutri ini memiliki 4 orang anak kondisi lumpuh. Kedua, keluarga Ratna Tampubolon. Dimana cucunya perempuan menderita pecah pembuluh darah sejak usia 11 bulan yang mengakibatkan mata sebelah kanan cucunya, Astika (9) bengkak menghitam, yang membuat penglihatannya terganggu.
Saat penyerahan bantuan kepada pasangan Mujiman dan Suratmi di kediamannya, Jalan Hati Rongga, Nagori Pematang Simalungun, Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun turut disaksikan kepala dusun, Amiruddin Damanik. Kehadiran puluhan wartawan disambut haru. Terlihat bola mata pasangan itu menahan air mata. Sedangkan empat orang anak mereka yang lumpuh itu hanya bisa memandangi kedatangan wartawan tampak memaknainya. Ada yang dibaringkan di lantai semen dan juga duduk sembari dua tangan masing-masing menahan badan biar tidak terjatuh.
Adapun kondisi fisik ke empat anak itu, Suwito (38), Adi (30), Rian (25) dan Sanrol (23) lumpuh layu, tak bedanya dengan fisik bayi yang sedang belajar merangkak. Untuk urusan makan, minum, ganti baju hingga hal yang berkaitan mandi, buang air besar atau kecil harus mengandalkan ayah dan ibunya. Mujiman mengatakan bahwa ia memiliki 5 orang anak laki-laki, satu diantaranya telah meninggal dunia karena demam tinggi. Dan saat itu biaya untuk berobat tidak ada.
Ada juga 4 orang perempuan, mereka tumbuh dan besar lebih beruntung. Tidak ada satu pun yang cacat. Malah sekarang sudah menikah dan dikarunia momongan. Mujiman sendiri sangat berharap bisa hidup tanpa mengandalkan orang lain. Setidaknya cukup dengan mendapatkan perhatian dari anak perempuan serta menantu. Namun tak ada daya, harapan itu hingga kini belum bisa terwujud. Pasalnya, kehidupan semua anak perempuan dan menantu masih tergolong kurang mampu.
Pria bertubuh pendek tersebut mengaku hanya bisa berpasrah diri kepada Tuhan, dengan harapan ada dermawan yang bermurah hati untuk memperhatikan kebutuhan sehari-hari karena untuk sekarang ini Mujiman sendiri tidak bisa berbuat banyak akibat faktor usia dan kondisi kesehatan yang semakin menurun.
Tak ubahnya orangtua seusiannya, kulit semakin berkerut dan tenaga sangat berkurang. Pekerjaan yang dapat dilakukan jelas sudah terbatas.
Untuk menghidupi kebutuhan rumah tangga, selama ini Mujiman bekerja di salah satu doorsmeer yang berada di kawasan Tanjung Pinggir. Jika sedang sakit maka uang yang tadinya bisa diharapkan dapat antara Rp 20 ribu-Rp 30 ribu jelas tak ada. Sedangkan istrinya hanya bisa menjaga atau merawat anak-anak. Itupun sudah sangat disyukuri karena tidaklah mudah melayani kebutuhan keempat anak yang lumpuh.
Disamping takdir yang diberikan Tuhan, ia tetap bersyukur karena masih ada orang yang memberikan pertolongan dengan memberikan bantuan sembako, pakaian dan juga uang. Sama seperti kehadiran wartawan. Hal yang tidak bisa terlupakannya adalah warga yang memberikan tumpangan untuk tempat tinggal mereka sekarang ini. Sudah puluhan tahun di sana tetapi pemilik rumah tidak pernah menyuruh pindah. Bahkan selama ini, menurut Mujiman, tidak pernah dibebani biaya sewa rumah.
Sementara itu, Suratmi menuturkan bahwa ketika melahirkan keempat buah hatinya laki-laki, seluruhnya dalam keadaan normal. Masalah baru muncul setelah berusia 2 bulan, kaki anak-anaknya mulai membengkok. Padahal pasngan ini sudah membawa anak-anaknya mengikuti program pemerintah yaitu imunisasi rutin. Suratmi mengkau tidak mengetahui persis penyakit apa yang diderita anak-anaknya itu. “Nggak tahu sakit apa. Dulu orang ini juga diimunisasi dan kuberi vitamin,” lanjutnya. “Mereka semua tidak bisa kemana-mana. Mau makan, buang air kecil atau buang air besar, di sini sajalah (di lantai atau ditempat dibaringkan),” jelasnya.
Tak banyak yang bisa dilakukan Suratmi. Untuk membawa anak-anaknya ke rumah sakit, Suratmi tak memiliki biaya. “Ya begini-begini sajalah. Bapaknya pun hanya kerja di doorsmeer, gajinya Rp30 ribu sehari. Itu kalau sedang sehat,” bebernya dengan wajah sedih sembari berharap, seandainya suatu saat dia dan suaminya sudah tidak ada lagi, hendaknya ada orang yang merawat anak-anaknya itu. Dengan kondisi ini, mereka hanya bisa berharap diberi umur panjang agar bisa lebih lama merawat anak-anak ini. Bila ajal menjemput, mereka hanya pasrah. Sebagai orangtua, pastinya diselimuti rasa was-was, kuatir, gelisah. Semua itu bercampur, berkecamuk. Kelak bagaiamana nasib anak-anaknya. Pasangan ini mengaku, kadang terlintas dalam pikiran mereka hal-hal negatif.
Terpisah, Ratna Tampubolon juga menyampaikan persoalan yang mengharapkan bantuan dermawan dan pemerintah sehingga segera mungkin cucunya bisa menjalani operasi plastik. Ia mengakui, anaknya Hartini boru Napitupulu, yang melahirkan cucunya Astika dan Aditya terpaksa dititipkan agar bisa mencari nafkah. Dan sedang berusaha mengumpulkan uang, kelak untuk biaya berobat
Dijumpai kediamannya, Jalan Marihat Baris, Dusun Suka Selamat, Kelurahan BP Nauli, Siantar Marihat, Ratna Tampubolon mengatakan, cucunya yang kini memasuki usia 9 tahun sudah mengetahui keadaan yang ada. Dalam bahasa kedokteran, penyakit yang dialami Astika adalah AVM Regio Orbita DX Pro Eksisi Massa.
Sehari-harinya Astika sering mengeluh kesakitan. Terkadang pandangannya kabur. Parahnya, penyakit Astika sudah menyebar hampir di seluruh bagian tubuhnya. Benjolan sebesar anggur sudah ada di tangan, kaki, dan punggungnya. Kadang benjolan dibagian mata itu bengkak, memerah sampai mengeluarkan darah. Beban mental dan psikologis juga ditanggung Astika akibat penyakit yang dideritanya.
Usai memberikan santunan, seluruh wartawan berharap pemerintah lebih pekah terhadap masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. Diyakini, masih banyak warga yang hidupnya susah karena berbagai faktor. Dalam hal inilah pemerintah didorong hadir memberikan solusi, bukan malah membiarkannya. Salah satu contoh yang diharapkan adalah memberikan perhatian terhadap pembangunan panti sosial dan memberikan pelayanan yang baik.(Hery)
Kategori : Berita Medan