Ini Jawaban Airlangga Kadernya Kembali Diperiksa Jadi Saksi di KPK
[ad_1]
Wikimedan – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus ‘memburu’ pelaku lain dari dugaan suap yang melilit mantan Menteri Sosial Idrus Marham. Kali ini, penyidik telah memanggil Anggota DPR RI Melchias Marcus Mekeng sebagai saksi.
Menanggapi kadernya yang diperiksa, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyebutkan akan menyerahkan kasus hukum itu melalui mekanisme yang berlaku. Menurutnya setiap kasus yang menimpa anak buahnya merupakan tanggung jawab pribadi.
“Jadi kalau terkait kasus menimpa kader individu partai Golkar itu diserahkan kepada mekanisme,” kata Airlangga di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (20/9).
Saat disinggung awak media apakah dirinya sudah mendapatkan panggilan dari KPK soal kasus tersebut, Airlangga mengaku belum ada panggilan apa-apa dari lembaga anti rasuah. Dia enggan menjawab kesiapannya jika dirinya juga akan menjadi saksi atas kasus tersebut.
“Kita tidak mengandai-andai. Apakah anda dari KPK?,” tanyanya kepada awak media.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyebut Mekeng diperiksa untuk Idrus Marham terkait kasus dugaan suap kerjasama proyek PLTU Riau-1. “Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk IM,” ujarnya pada awak media, Rabu (19/9).
Tak hanya Mekeng, penyidik juga akan memeriksa staff khusus DPR Tahta Maharaya untuk Idrus dan Herwin Tanuwidjaja untuk Eni Maulani Saragih.
Namun, mantan aktivis ICW ini belum membeberkan hal apa yang akan digali dari sejumlah saksi tersebut.
Sebagai informasi, KPK sudah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yaitu Eni Maulani Saragih (EMS) yang merupakan anggota Komisi VII DPR RI, Johannes Buditrisno Kotjo (JBK) yang merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, dan Idrus Marham mantan Sekjen Golkar.
Dalam kasus ini, sebagai anggota DPR RI Eni disebut menerima komitmen fee sebanyak Rp 4,8 miliar dari Johannes yang merupakan pihak swasta.
Penerimaan ini dilakukan sebanyak empat kali dengan nominal yang berbeda dan yang terakhir penerimaan uang oleh Eni sebesar Rp 500 juta. Uang tersebut kemudian disita dan dijadikan alat bukti oleh penyidik KPK.
Sedangkan Idrus terbukti menerima uang terkait penerimaan janji dan hadiah dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Johannes Budisutrisno Kotjo. Dia juga aktif dalam mengurus proyek ini dan memiliki andil mengetahui penerimaan uang yang diterima Eni.
Selain itu, mantan Mensos ini juga mendapatkan komitmen fee sebesar USD 1,5 juta yang dijanjikan Kotjo bila PLTU Riau-1 berhasil dilaksanakan oleh Kotjo.
Sebagai pihak penerima, Eni kemudian disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 juncto Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.
Sementara sebagai pihak pemberi, Johannes yang merupakan pihak swasta disangkakan melanggar pasal melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001.
Untuk Idrus terbukti melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 128 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(aim/JPC)
[ad_2]