Hujan Tak Kunjung Datang, Warga Gunungkidul Diminta Hemat Air
[ad_1]
Wikimedan – Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ) akan mengalami awal musim hujan pada dasarian ketiga atau pada 21-30 November mendatang. Untuk itu saat ini warga pun masih diminta agar dalam penggunaan air bersih dilakukan secara hemat.
Kepala Stasiun Klimatologi Mlati Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jogjakarta, Agus Sudaryatno mengatakan, wilayah di DIJ awal musim hujan baru dimulai November nanti.
“Untuk Gunungkidul memang yang paling terakhir awal musim hujannya. Sekarang masih masa pancaroba, sering terjadi hujan yang datangnya tiba-tiba atau durasi pendek tapi intensitas lebat disertai angin kencang dan petir,” katanya, Jumat (5/10).

Infografis Kekeringan di Jateng dan DIJ (Rofiah Hidayat/Wikimedan)
Untuk Kota Jogjakarta bagian Utara dan Kabupaten Sleman bagian barat memasuki musim hujan pada dasarian pertama November (tanggal 1-10). Sementara untuk Jogjakarta bagian selatan dan Sleman bagian timur pada dasarian kedua (tanggal 11-20) November.
Gunungkidul menjadi daerah di DIJ yang paling terakhir mengalami musim hujan karena karakteristik wilayahnya di dataran tinggi. Berbeda dengan daerah lain, seperti Sleman dan Kota Jogjakarta yang datarannya lembab.
“Gunungkidul sama seperti Wonogiri dan Rembang. Kalau musim kemarau datang paling cepat, sementara musim hujan paling akhir,” katanya.
Awal musim hujan curahnya belum tentu besar, yaitu 150 milimeter per bulan. Nantinya akan semakin tinggi, dan mencapai puncaknya pada Januari hingga Februari 2019.
Sedangkan untuk anomali atau gangguan cuaca, diprediksi akan ada El Nino tapi ringan. Ketika El Nino ini dirasakan di DIJ pada musim hujan, dampaknya hanya curah hujan yang berkurang.
Selain penghematan air, masa pancaroba ini juga diharapkan agar mulai mempersiapkan datangnya musim hujan. Yaitu dengan cara pembersihan selokan-selokan agar tak tersumbat dan bisa menyebabkan banjir.
Untuk diketahui, bencana kekeringan berkepanjangan menghantui wilayah Jateng dan Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ). Selain kesulitan air bersih, dampak kekeringan juga mengancam lahan pertanian.
Hingga Jumat (5/10) tercatat masih ada 233 kecamatan dan 850 desa di Jateng yang kekurangan air bersih. Sejauh ini, total 13.242 tangki air bersih telah dikirimkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga setempat.
(apl/dho/gul/JPC)
[ad_2]