Dear Pak Jokowi, Program Tol Laut Masih Banyak PR
Wikimedan – Pembangunan infrastruktur Tol Laut merupakan realisasi dari janji kampanye Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) untuk memajukan maritim Indonesia. Keinginan itu didasari atas kemauan untuk menghubungkan Indonesia yang merupakan negara kepulauan, serta menggerakkan roda perekonomian secara efisien dan merata.
Ketua Indonesian National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto menilai pembangunan tol laut saat ini sudah memberikan dampak positif bagi sejumlah harga bahan pokok. Ia mengklaim sudah terjadi penurunan harga khususnya di wilayah timur Indonesia.
“Tren penurunan harga ini harus dijaga, karena memang tol laut hanya memberikan subsidi hanya pada angkutan lautnya, sedangkan barang setelah itu distribusikan lagi ke end user melalui hinterland. Sehingga diperlukan kontrol untuk barang-barang dari kapal tol laut, dari pelabuhan hingga ke masyarakat,” ujarnya kepada Wikimedan, Kamis (6/12).
Kendati harga kebutuhan pokok diklaim menurun, perbedaan harga antara Jawa dan Papua masih besar. Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional menunjukkan, harga daging ayam di Kalimantan Utara, Papua dan Maluku sebesar Rp 43.250, Nusa Tenggara Timur (NTT) Rp 49.350 per kilogram (kg).
Sementara itu, DKI Jakarta mencatat harga sebesar Rp 38.500 per kg dan Jawa Barat sebesar Rp 35.400 per kg. Tidak hanya itu, harga minyak goreng juga tercatat masih mahal di sejumlah wilayah. Seperti di Papua, harga minyak mencapai Rp 15.050 per liter, Kalimantan Timur Rp 16.400 per liter dan Maluku mencapai Rp 15.800 per liter. Sedangkan di Jawa Barat, harga minyak tercataat sebesar Rp 12.350 per liter dan DKI Jakarta Rp 12.950 per liter.
Kendati demikian, masih ada pekerjaan rumah (PR) lainnya yang harus diselesaikan oleh Presiden Jokowi terhadap proyek Tol Laut. Salah satunya adalah meningkatkan jumlah muatan kapal Tol Laut.
Pelni, misalnya. Sepanjang tahun berjalan ini, rata-rata okupansi (keberangkatan) kapal Pelni di trayek tol laut mencapai sekitar 60 persen. Sementara untuk muatan balik okupansi hanya menembus angka 6 persen.
Meski begitu, okupansi Pelni terbilang lebih baik ketimbang saat mulai merintis trayek tol laut. Pada 2015, okupansi kapal Pelni sekitar 20-25 persen. Tahun-tahun berikutnya, pelan-pelan meningkat, hingga akhirnya mencapai 90 persen pada 2017.
Sementara itu, data Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mencatat pada 2017, realisasi muatan tol laut pada 2017 mencapai 212.865 ton, atau 41,2 persen dari target 517.200 ton. Sementara realisasi muatan balik baru 20.274 ton.
“Untuk itu, pengembangan trayek tol laut harus diiringi dengan pengembangan dikawasan timur untuk menunjang optimalisasi Tol Laut tadi,” kata dia.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira. Ia menilai manajemen logistik di pelabuhan harus diperbaiki.
“Ini disebabkan kurang pro aktifnya Pelni untuk gandeng pedagang lokal di sekitar pelabuhan. Harusnya kapal yang bawa sapi waktu berangkat, pulangnya dia angkut makanan ternak,” tuturnya.
“Kemudian frekuensi kapal tol laut juga masih kurang teratur. Masalah teknis operasional yang harusnya selesai, sampai sekarang masih menghadapi persoalan yang sama,” tambah Bhima.
Sementara itu, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin Johnny G Plate mengatakan, belum optimalnya penurunan harga logistik disebabkan karena beberapa proyek pelabuhan masih tahap pembangunan. Ia optimis harga sejumlah kebutuhan pokok dan barang akan turun jika proyeknya rampung.
“Kalau yang belum dibangun itu masih mahal karena belum selelsai. Tidak bisa dibangun seluruhnya selesai, tergantung ketersediaan dananya,” ungkapnya
Politisi NasDem ini menilai esensi dari pembangunan infrastruktur itu adalah pembangunannya. Menurut dia, dampak dari infrastruktur tersebut tidak serta merta langsung terasa.
“Yang paling penting itu jalur distribusinya dibangun dulu. Ini distribusinya banyak yang tidak efisien dan terjadi inefisiensi. Misalnya ada pedagang perantra yang mengambil untung lebih banyak dari harga petani atua peternak. Ada banyak faktor,” jelas dia.
Selain itu, Johnny menegaskan jika dalam pembangunan infrastruktur, Presiden Jokowi tidak tebang pilih. Ia berpendapat, seluruh infrastruktur baik darat, laut maupun udara adalah hal penting yang tidak bisa diabaikan demi kemajuan bangsa dan negara.
“Infrastruktur darat, laut, udara, itu seluruhnya. Infrastruktur dalam rangka konektivitas nasional. Jadi semuanya penting,” pungkasnya.
(hap/JPC)
Kategori : Berita Nasional