Dana Asing Rp 11,3 T Keluar Indonesia, BI: Kita Selalu Berada di Pasar
Wikimedan – Mereka yang ribut, kita yang kena getahnya. Perumpaan itu setidaknya mencerminkan kondisi Indonesia saat ini terkait perseteruan dagang Amerika Serikat-Tiongkok. Sengketa dagang dua negeri adidaya yang terus berlangsung ini menyebabnya aliran modal milik investor asing senilai Rp 11,3 triliun dibawa pemiliknya ke luar (capital outflow) dari Indonesia.Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, outflow yang terjadi dalam tiga hari terakhir banyak dipengaruhi oleh ketidakpastian ekonomi global yang terus meningkat. Khususnya, berasal dari eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok yang saling lempar tarif.Diungkapkan, dalam tiga hari terakhir sejak 13 Mei sampai 16 Mei 2019 investor asing melepas Rp 7,6 triliun portfolio dalam bentuk Surat Berharga Negara. Investor asing juga diketahui melepas kepemilikannya di portfolio saham sebesar Rp 4 triliun.“Meningkatkan ketidakpastian pasar global berdampak pada peralihan modal yang semula masuk emerging market seperti Indonesia kembali ke negara maju,” kata Perry di Gedung BI, Jakarta, Jumat (17/5).Pada umumnya, kata dia, aliran modal asing yang keluar dari Indonesia berasal dari investor jangka pendek. Investor itu banyak yang datang dari awal tahun dan kemudian keluar dalam 2 minggu terakhir karena ketidakpastian pasar keuangan global.Dia tak menampik bahwa aliran modal asing yang keluar ke luar negeri akan berdampak semakin tertekannya nilai tukar. Namun, BI menegaskan tidak tidak akan tinggal diam dan akan terus berada di pasar untuk memantau pergerakan nilai tukar dengan melakukan intervensi.“BI menegaskan selalu berada di pasar untuk melakukan langkah stabilisasi nilai rupiah dengan intervensi ganda, baik pasar valas (valuta asing) di spot dan DNDF. Demikian juga pembelian SBN (Surat Berharga Negara) dari pasar sekunder dengan tetap menjaga mekanisme pasar,” terangnya.Adapun, kata dia, SBN selama 10 tahun terakhir naik ke titik 8,02. Sementara yield treasury tercatat 2,39. Perry berharap, iklim ekonomi global dapat mereda seiring dengan perundingan antara AS-Tiongkok.“Kita berharap pada G20 leaders meeting di Osaka 22 Juni mendatang. Semoga terjadi kesepakatan antara AS-China, perundingan masih terus berlangsung,” pungkasnya.Sementara itu, Ekonom Institute for Development on Economic (INDEF) Bhima Yudhistira menilai keluarnya aliran modal asing ke luar Indonesia akan membuat nilai tukar rupiah semakin tertekan. Data yang diterbitkan oleh BI terakhir, menempatkan kurs referensi Jisdor di level Rp14.469 per dolar AS.“Diperkirakan melemah hingga 14.700 diakhir Juni,” katanya ketika dikonfirmasi Wikimedan, Jumat (17/5).Selain mempengaruhi kurs rupiah, Bhima juga menyampaikan, Indonesia diprediksi akan semakin sulit mencari pembiayaan valuta asing (valas) untuk bank ataupun swasta. Pasalnya, cost of fund akan semakin mahal.Di sisi lain, imbuh dia, biaya produksi juga semakin mahal bagi sektor manufaktur yang bergantung pada bahan baku impor. “Pertumbuhan ekonomi 2019 juga hanya 5 persen lebih rendah dri tahun lalu,” tuturnya.Untuk meminimalisir pelebaran outflow dari Indonesia, Bhima meminta pemerintah untuk mendorong kebijakan countercyclical policy yang tepat sasaran. Katanya, seluruh stimulus fiskal harus diarahkan ke sektor yang berbasis ekspor.Dengan begitu, penerimaan valas bisa meningkat. Namun, untuk pengendalian modal keluar diperlukan kebijakan insentif pajak agar investor asing melakukan penanaman modal kembali hasil dari dividenya. “Ini demi mencegah repatriasi modal,” pungkasnya.Di sisi lain, Bhima juga mengajak agar pemerintah dapat menjaga stabilitas keamanan terutama jelang pengumuman hasil KPU pada 22 mei 2019. Menurutnya, banyak investor yang menahan diri karena khawatir instabilitas politik nasional.Editor : Mohamad Nur Asikin