Dalam Kajian, KPU Usulkan Ada TPS di Pesantren
Wikimedan – Pada rapat rekapitulasi DPT HP tahap kedua muncul usul agar mengakomodasi para santri di pesantren. Terutama pesantren besar yang jumlah santrinya lebih dari seribu orang. Sebab, sebagian besar santri sudah punya hak pilih.
Menanggapi usul tersebut, anggota KPU Pramono Ubaid Tanthowi menyatakan, usul TPS di pesantren masih dikaji secara internal.
Ada beberapa yang jadi bahan pertimbangan. Antara lain, ada klausul dalam undang-undang bahwa pemilih harus menggunakan hak pilihnya sesuai dengan alamat atau domisili di KTP. “Sedangkan panti sosial, pesantren, atau lapas itu kan alamatnya bukan di situ. Alamat KTP-nya di masing-masing sana,” kata dia.

Tapi, orang yang ingin mencoblos di lokasi selain alamat KTP tetap diakomodasi. Syaratnya, harus mengurus formulir A5. Dengan formulir tersebut, mereka akan didata dalam daftar pemilih tambahan atau DPTb. Pengurusan form itu harus selesai selambatnya 30 hari sebelum 17 April 2019.
“Begitu keluar dari dapil (daerah pemilihan)-nya, ada hak suaranya yang berkurang satu,” ujar Pramono. Aturan tersebut yang membuat KPU terkendala untuk mengakomodasi pemilih yang berada di pesantren, lapas, atau panti sosial. “Masalah-masalah itulah yang terus kami diskusikan juga dengan DPR,” ungkap dia.
Ketua KPU Jawa Timur Eko Sasmito menjelaskan, pihaknya masih menunggu petunjuk teknis dari KPU soal usul TPS di pesantren. Bila KPU memutuskan bisa, pihaknya akan menjalankannya. “Kalau pemilu-pemilu yang lalu mungkin ada. Kalau pemilu sekarang ini kan basis data pemilihnya di domisili KTP-nya,” ujar dia.
Pihaknya juga masih menunggu petunjuk teknis terkait dengan pemungutan suara di lokasi-lokasi khusus. Misalnya di rumah sakit dan lapas. “Tinggal KPU RI bagaimana kebijakannya. Kami tunggu kebijakannya karena ini nasional,” katanya.
Persoalan lain yang kembali mengemuka adalah kotak suara yang terbuat dari kardus kedap air. Kekuatan bahan kardus untuk menyimpan surat suara itulah yang dipersoalkan.
Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani menyebutkan, penggunaan kardus bisa mengurangi kepercayaan publik. Juga bisa mendegradasi kesucian pemilu yang sudah susah payah dibangun. “Kalau memungkinkan, silakan diganti material selain kardus, yang transparan,” tutur dia.
Pramono menegaskan, kardus kedap air yang dipakai KPU sudah diuji dan tahan terhadap beban hingga 80-90 kilogram. Dengan begitu, saat ditumpuk setelah digunakan untuk pemungutan suara, dijamin kardus tidak mudah berubah bentuk.
Soal kekhawatiran surat suara terkena air, hal itu bisa diatasi dengan bungkus plastik. Surat suara dimasukkan ke amplop, lalu dibungkus plastik, kemudian dimasukkan ke kardus yang juga dibungkus plastik. “Pertanyaan soal wah kena air bagaimana, nah itu menurut saya tidak masuk akal,” cetusnya.
Pramono menuturkan, sebenarnya yang jadi persoalan bukan soal kekuatan kotak suara itu. Melainkan soal mempertanyakan jaminan keamanan perolehan suara. “Kalau itu persoalannya bukan dari bahan, tapi soal integritas penyelenggara, keberadaan pengawas pemilu, saksi-saksi partai politik, dan pengamanan TNI-Polri,” imbuh dia.
(jun/c9/oni)
Kategori : Berita Nasional