BNPT Ceritakan Sulitnya Deradikalisasi Eks Kombatan ISIS
Wikimedan – Nasib sekitar 660 Warga Negara Indonesia (WNI) eks kombatan ISIS yang saat ini masih berada di kamp penampungan di Syria menjadi dilema tersendiri bagi pemerintah Indonesia. Untuk mengambil keputusan memulangkan mereka pun bukan perkara mudah. Mengingat untuk mengembalikan ideologi mereka agar tidak radikal sangat sulit.Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius mengatakan, proses deradikalisasi eks kombatan ISIS sangat sulit dilakukan. Hal itu sudah terbukti ketika BNPT memulangkan 18 WNI eks ISIS dari Syria pada 2017 lalu. Mereka dijemput setelah tinggal di daerah Raqqa, selama 1 tahun 6 bulan. Satu orang langsung diproses hukum, dan 17 lainnya menjalani deradikalisasi.Salah satu yang mengikuti program deradikalisasi bahkan tercatat seorang anak-anak. Saat di Syria anak tersebut baru sekedar mengikuti pelatihan terorisme. Namun proses pemulihannya sangat sulit. Butuh waktu hingga 3 tahun untuk memastikan radikalisme dari anak tersebut hilang.“Bayangkan susahnya, tingkat kesulitannya untuk mereduksi, menghilangkan traumatis itu,” kata Suhardi di kantor BNPT, Jakarta, Jumat (7/2).Pengalaman lainnya pernah dilakukan BNPT saat memulangkan 1 keluarga besar di perbatas Turki yang hendak menyeberang ke Syria. Bahkan untuk yang baru hendak bergabung pun butuh proses deradikalisasi yang cukup lama.“Bayangkan ada tiga generasi berangkat ke sana. Kakek, nenek, bapak, ibu, sampai cucunya berangkat ke sana (Syria). Jadi, betul-betul mindset-nya sudah luar biasa ini perubahannya,” tambah Suhardi.Oleh karena itu, Suhardi mengaku tak bisa bekerja sendiri dalam proses rehabilitasi. BNPT butuh dukungan dari sejumlah pihak seperti ormas-ormas Islam, psikolog, masyarakat umum, dan kesadaran dari eks kombatan itu sendiri.“Kami butuh mereka (eks kombatan) yang sudah sadar. Karena perlu menyadarkan kelompok-kelompok yang sudah terpapar itu dengan mereka yang sudah punya pengalaman dan ilmunya lebih tinggi,” pungkasnya.Editor : Estu SuryowatiReporter : Sabik Aji Taufan