Berita Nasional

Berita : Kisah Mantan Perekrut Terbaik NII yang Akhirnya Memilih Berhenti

Indodax


Wikimedan – Negara Islam Indonesia (NII) merupakan kelompok yang ingin membentuk negara Islam di Indonesia. Ken Setiawan, pernah bergabung dalam kelompok ini selama 3 tahun dan menjadi perekrut terbaik di masanya. Namun, akhirnya ia memilih berhenti.

Sekilas, Ken tampak seperti orang yang biasa saja. Memiliki janggut dan mengenakan celana kain serta baju koko. Namun, siapa sangka ternyata pria kelahiran Kebumen, 10 September 1979 silam ini, pernah masuk dalam organisasi yang dilarang Pemerintah Republik Indonesia. Bahkan, ia menjadi salah satu petinggi dalam kelompok radikal itu.

Suara Ken terdengar lantang saat mengisahkan tentang masa kelamnya dahulu. Ia sangat ekspresif dan kerap menggunakan bahasa tubuhnya, seperti menggerakkan tangan ketika berbicara di hadapan para mahasiswa dari beberapa universitas di Riau.

Ken didapuk menjadi pemateri dalam kegiatan Silaturahmi dan Diskusi bertema ‘Indonesia Damai Tanpa Hoax, Intoleransi dan Ekstrimisme’ di salah satu hotel di Pekanbaru, Riau, Kamis (24/1). Selain Ken, pemateri lainnya yakni, HM Zulhusni Domo selaku Sekjen MUI Riau, dan DR. H. Saifunnajar, MH dari FKPT Riau.

Dalam kegiatan diskusi itu, Ken mengungkapkan, setelah berhasil keluar dari kelompok NII, Ken mendirikan NII Crisis Center. Sebuah lembaga pusat rehabilitasi korban jaringan NII dan organisasi radikal sejenis lainnya. “Tujuannya untuk mengembalikan pemahaman mereka yang pernah terpapar radikalisme,” kata Ken.

Dia menceritakan, bagaimana ia pertama kali masuk ke dalam organisasi yang didirikan pada tahun 1949 silam. Saat itu, dirinya hendak pergi ke Jakarta. “Saya pertama kali ke Jakarta, ikut turnamen pencak silat se-Indonesia ke Jakarta tahun 2000. Jadi, saya berencana bersilahturahmi ke tempat kawan-kawan sebelum pertandingan itu. Dan ternyata, itulah ketemu kawan-kawan yang menurut saya luar biasa awalnya,” ungkapnya.

Luar biasa menurut Ken yaitu, dimana masih ada para pemuda yang belajar dan mendalami Alquran meski tinggal di metropolitan. “Menurut saya itu nilai plusnya. Saya ikut berargumentasi, berdialog dengan mereka dan ternyata dalam berargumentasi saya kalah,” kata dia.

Karena menganggap pemahaman orang itu benar, Ken mulai tertarik dengan ajaran mereka. Sebab, saat berdebat para pemuda tersebut menggunakan ayat-ayat Alquran. “Walaupun saya tidak ketahui, hanya ayat-ayat potongan. Akhirnya saya bergabung. Total 3 tahun,” bebernya.

Dalam proses yang semula dianggap Ken sebagai hijrah itu, ia berusaha sebisa mungkin hingga akhirnya ia menerima penghargaan sebagai perekrut terbaik.

“Dulu saya pernah dapat piagam penghargaan dari gubernur, tapi Gubernur NII. Sebagai perekrut terbaik. Orang dari daerah datang di stasiun saya tongkrongi. Saya tanya udah punya kerja belum, kalau belum tinggal di tempat saya, makan seadanya nanti kerjaan saya bantu cari,” sebutnya.

Dalam pemahaman kelompok ini, mereka akan menghalalkan segala cara agar orang-orang di sekitar bisa mengikuti pemahamannya. Seperti menghalalkan untuk mencuri, bahkan orang tua yang belum masuk ke kelompok itu disebut sebagai kafir.

“Jadi, bahasa kami dulu sebelum selamatkan orang tua kami, selamatkan hartanya dulu. Ini banyak yang terjadi di kalangan muda, menipu orang tua dengan modus kehilangan barang elektronik; kamera digital; nabrakin motor; nabrakin mobil. Ini yang akhirnya proses awalnya belajar agama malah menjadi kriminal. Anak yang baik ketika bergabung ke sana bukan malah menjadi lebih baik, malah menjadi kriminal,” jelasnya.

Seiring berjalannya waktu, Ken mulai tersadar dengan perbuatannya. Ia merasa, apa yang telah diajarkan organisasi dengan jumlah anggotatak terhitung itu telah jauh melenceng dari ajaran agama Islam yang sebenarnya.

“Mereka mengkafirkan kita, kita keluar dari barisan dianggap murtad. Kita dianggap munafik, bahkan kita dianggap pengkhianat. Karena saya dianggap membocorkan rahasia negara (NII), modus-modus mereka yang akhirnya masyarakat menjadi waspada,” kata dia.

Untuk itu, dia merasa ada semacam beban moral. Terutama terhadap teman-temannya yang masih aktif di organisasi NII ini. Maka dari itu, Ken memulainya dengan membagikan kisahnya lewat blog.

“Ini aib memang sebenarnya, tapi saya pikir ini harus saya sampaikan. Agar masyarakat bisa waspada dan terhindar dari ajaran-ajaran radikal. Saya tulis diblog, alhamdulillah responnya positif,” katanya.

Ken pun mengimbau, ditengah banyakan kepungan berbagai persoalan, masyarakat hendaknya meningkatkan rasa nasionalisme. “Kita harus waspada dan jangan sampai terekrut oleh kelompok radikal,” jelas Ken.

Respon yang sebaliknya justru didapati Ken dari orang-orang yang masih berkecimpung di NII. Ken dianggap bak virus yang bisa merusak iman mereka. Ken mengaku dirinya juga kerap mendapatkan teror ancaman, seperti akan diculik hingga dibunuh.

“Ancaman sering saya terima lewat sms dan telpon. Awas nanti saya mau diculik, dibunuh. Namun bersama teman-teman NII Crisis Center, kami bertekad memberi pencerahan lewat jalan diskusi dan sosialisasi, jangan lagi ada korban khususnya dari generasi muda,” kata Ken.

Dalam banyak kesempatan dibeberkan Ken, panitia kegiatan yang mengundang dirinya sebagai pemateri, juga sering diteror. Disebutkan peneror, jika sampai kegiatan berjalan, maka akan ada bom yang meledak. “Akhirnya setiap peserta atau audien yang hendak masuk, kita undang tim gegana diperiksa pakai metal detector,” paparnya.

Ken mengaku, dia sepenuhnya menyerahkan diri kepada Allah. “Insya Allah, yang jamin Allah. Saya rasa setiap kegiatan pasti ada resikonya. Tapi lewat kegiatan ini, saya harap bisa jadi penebus dosa saya. Karena saya dulu menyesatkan orang sekarang saya ingin evaluasi diri dan memberikan infomasi ini (terkait NII) supaya orang waspada,” tutupnya.

Editor           : Budi Warsito
Reporter      : Virda Elisya

Kategori : Berita Nasional
Sumber : https://www.jawapos.com/jpg-today/24/01/2019/kisah-mantan-perekrut-terbaik-nii-yang-akhirnya-memilih-berhenti

Share :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *