Belum Ada Payung Hukum Tuk Jerat Aktivitas LGBT
Wikimedan – Pengungkapan kasus yang melibatkan lesbian, gay, biseksual, transgender (LGBT) menyingkap dunia kelam kaum marginal di Balikpapan. Dari sejumlah informasi yang diperoleh Kaltim Post (Jawa Pos Group), aktivitas penyuka sesama jenis itu cukup membuat resah aparat kepolisian.
Banyak dari mereka memanfaatkan celah hukum yang belum dibuat untuk menjerat kegiatan menyimpang mereka.
Dari penyelidikan yang diungkap Polres Balikpapan, banyak dari penyuka sesama jenis membentuk kelompok-kelompok kecil.
Setiap kelompok punya kedekatan yang kuat di antara anggota mereka. Seperti kelompok Abah Kumis, admin “GAY PIJAT KOTA BALIKPAPAN (KALTIM)”.
Meski di grupnya memiliki lebih 500 anggota, namun di dunia nyata, Abah hanya bergaul dengan lima orang yang punya profesi dan ‘hobi’ yang sama.
Ada aturan tak tertulis, yakni tabu bagi anggota dalam satu kelompok menyeberang ke kelompok lain. Apalagi jika dalam kelompok tersebut sudah terbangun hubungan percintaan antar-anggota.
Maka dipastikan, oknum yang menyeberang disebut pengkhianat. Konsekuensinya cukup berat. Dari teror hingga potensi terjadinya kejahatan seperti pembunuhan.
“Mereka cenderung posesif jika menyangkut pasangan,” Kasat Reskrim AKP Makhfud Hidayat dikutip dari Kaltim Post (Jawa Pos Group), Jumat (30/11).
Kelompok LGBT juga cenderung tertutup. Namun, mudah dideteksi dan ditemukan. Cukup menggunakan aplikasi layanan chatting dan media sosial, maka awam bisa menyapa dan berkomunikasi.
Namun, untuk bisa bergaul dan berkenalan lebih jauh, kelompok ini cenderung memproteksi diri. Kecuali jika secara terang-terangan mau melakukan hal yang diminta untuk bisa kopi darat.
“Aplikasi seperti Hornet, Grindr, yang ada di PlayStore dan Blued. Seperti yang digunakan tersangka (Abah Kumis) dalam mencari pelanggan. Itu aplikasi pertemanan sesama jenis,” kata Makhfud.
Dalam kasus pria yang memiliki nama lengkap Arifin Kusnawan, 53, tersebut, penggunaan aplikasi itu digunakannya sebagai sarana berkomunikasi secara vulgar. Termasuk mengirimkan gambar-gambar tak senonoh.
Itu sebabnya, selain dikenakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE, Abah juga dijerat dengan Pasal 29 Jo Pasal 4 Ayat 1 atau Pasal 35 juncto Pasal 9 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Dia menyebut, dari hasil penyelidikan, tersangka juga pernah menyebar foto alat kelaminnya. “Setelah kami periksa ponselnya, kami temukan indikasi penyebaran foto alat kelamin milik tersangka di media sosial,” ucapnya.
Perilaku LGBT yang ditemukan dalam penyelidikan juga mengarah pada indikasi dugaan perdagangan manusia dan anak. Karena ada informasi sejumlah aktivitas esek-esek sesama jenis diduga juga menggunakan muncikari. Untuk gay, setiap aktivitas seks akan melibatkan penarikan tarif.
“Semakin bagus fisik dan face-nya, maka tarifnya lebih mahal. Tetapi, untuk gay yang termahal itu Rp 500 ribu. Kemudian dibagi kepada muncikarinya. Makanya kami masih berusaha ungkap praktik ini,” tegasnya.
Untuk lokasi transaksi, prostitusi sesama jenis biasa menggunakan hotel. Bahkan karena pelanggannya dari golongan menengah ke atas, hotel berbintang adalah tempat teraman.
Ini berdasarkan penggerebekan yang dilakukan kepolisian. Meski dalam sejumlah kasus, ada juga yang menggunakan rumah atau kos.
“Seperti tersangka ini lebih menyukai melakukan aktivitas di hotel berbintang,” ucapnya.
Terkini, polisi masih mengembangkan kasus Abah. Selain untuk membongkar jaringan penyuka sesama jenis yang terindikasi melawan hukum, juga untuk mencegah potensi keterlibatan anak-anak dalam kegiatan kelompok penyuka sesama jenis.
Karena meski belum ada payung hukum untuk menjerat LGBT, namun upaya kepolisian disebutnya sebagai langkah untuk menciptakan keamanan di Kota Minyak. “Jadi, silakan masyarakat melapor ke polisi bila menemukan kasus yang melanggar norma kesusilaan di lingkungannya,” sebut Makhfud.
(jpg/est/JPC)
Kategori : Berita Nasional