Berita Nasional

Belajar Dari Tahun 90-an, Indonesia Naik Kelas Berkat Industrialisasi

Indodax


Wikimedan – Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas menyebut, Industrialisasi menjadi PR terbesar yang belum digarap. Padahal jika ingin bermetamorfosa dari negara berkembang menjadi negara maju, industrialisasi kuat wajib dilalui.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, hal tersebut dapat dijadikan sebagai batu loncatan agar dapat naik level.

“Kita belum kerjakan 1 PR besar yaitu industrialisasi,” ujarnya di Energy Building Jakarta, Kamis (22/11).

Bambang sedikit bercerita, pada 1990 hingga 1998 lalu Indonesia pernah merasakan dampak positif dati industrialisasi. Periode tersebut pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai titik tertingginya yakni 7-8 persen per tahun.

Bambang mengaku, memang pada saat itu pertumbuhan komoditas sangat kuat dimana Indonesia mengekspor minyak dan gas serta pengolahan kayu.

“Kita ekspor pengolahan kayu. Tapi di atas itu yang membuat Indonesia disebut Macan Asia itu karena manufaktur,” tuturnya.

Negara maju seperti Jepang, kata dia, mulai merelokasi industri-industrinya. Sehingga, Asia Tenggara menjadi target relokasi dari industri Jepang. Targetnya adalah Indonesia, Thailand dan Malaysia. Namun daya tarik Jepang lebih ke Indonesia lantaran upah buruh yang murah.

Saat masuknya gelombang industri Jepang ke Indonesia, Bambang mengatakan lebjh jauh, sumbangsih sektor manufaktur ke PDB mencapai hampir 30 persen. Padahal jika sumbangsih manufaktur ke PDB lebih dari 30 persen negara itu sudah bisa disebut negara industrial.

Namun sayangnya, kata Bambang, pada 1998 Indonesia terkena dampak krisis ekonomi. Nilai tukar rupiah yang merosot tajam membuat banyak perusahaan termasuk industri bangkrut lantaran banyaknya utang luar negeri.

Kemudian, Setelah krisis dan masuk masa pemulihan, Indonesia justru pulih karena dua komoditas yakni batu bara dan kelapa sawit. Saat itu memang dua negara dengan ekonomi besar yakni China dan India haus akan energi.

Indonesia saat itu terlalu agresif untuk memanfaatkan batu bara. Namun sayangnya, Indonesia bukan merupakan produsen batu bara terbesar, tapi Indonesia malah menjadi negara eksportir batu bara terbesar. “Over eksploitasi,” imbuhnya.

Karena terbuai dengan dua komoditas tersebut, akhirnya Indonesia lupa bahwa pernah merasakan nikmatnya industrialisasi. Indonesia juga belum selesai mengembangkan industrialisasi.

(mys/JPC)


Kategori : Berita Nasional

Share :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *