Berita Nasional

Ambil Contoh Makan Babi, Fatwa MPU Aceh Perbolehkan Imunisasi MR

Indodax


[ad_1]






Wikimedan – Pelaksanaan imunisasi Measles Rubella (MR) masih terus berlanjut di luar Pulau Jawa dan Bali. Imunisasi pada tahap perpanjangan ini pemerintah lebih memperhatikan cakupan di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Pasalnya daerah tersebut paling rendah dalam cakupan imunisasi MR.





Menyikapi hal itu, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh pun merancang fatwa tentang vaksin MR bagi masyarakat setempat. Dalam keputusannya, vaksin MR dibolehkan dalam kondisi darurat.





Ketua MPU Aceh Muslim Ibrahim mengatakan, langkah itu untuk menjawab persoalan yang dihadapi masyarakat tentang hukum vaksin MR tersebut. Dia mencontohkan dalam kedudukan makan babi yang diperbolehkan.


Ambil Contoh Makan Babi, Fatwa MPU Aceh Perbolehkan Imunisasi MR

Infografis tentang cakupan Imunisasi MR (Rofiah Darajat/Wikimedan)





“Seperti dalam melakukan perjalanan dan tidak ada makanan lain, dari pada membuat diri binasa dan akan mati maka dibolehkan makan daging babi. Beginilah kira-kira dalam kondisi darurat,” ujar Muslim Ibrahim, seperti yang dilansir Rakyat Aceh (Jawa Pos Group), Kamis (11/10).





Dia menyebut, di Aceh terdapat zona darurat yang bisa menggunakan vaksin MR, namun yang bisa memetakan zona tersebut ada pada Dinas Kesehatan. “MPU hanya melihat pada bidang darurat dan pemetaan zona lebih kompetensi di Dinkes,” jelasnya.





Di sisi lain, lanjutnya, MPU Aceh sangat mendukung keputusan Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah. Sang gubernur menyatakan bahwa masyarakat tidak boleh dipaksakan imunisasi vaksin MR. “Apalagi kalau sudah dipaksakan. Ada kabar anak-anak yang takut dan tidak mau datang ke sekolah. Ini juga tidak boleh,” ungkapnya.






Dikatakan, darurat syar’i adalah kondisi bahaya atau kesulitan berat yaitu ketika seseorang atau kelompok tidak mempunyai pilihan lain selain melakukan sesuatu yang dilarang. Apabila mereka tidak melakukannya akan berada dalam kebinasaan.






Meskipun demikian, kriteria darurat yakni darurat tidak boleh dihilangkan dengan sesuatu yang dapat mengurangi kehormatan dan kemuliaan.
“Darurat membolehkan sesuatu yang dilarang apabila memenuhi kriteria dan ketentuan,” ungkap Muslim.





Untuk itu Ibrahim berharap pemerintah agar sungguh-sungguh memperhatikan persoalan persoalan kemasyaratan, terutama yang berkaitan dengan pengamalan ajaran agama yang bersifat daruriyat.





Selain itu, masyarakat juga diminta agar dapat bertindak secara bijak dalam menghadapi kondisi darurat. Terutam yang terjadi dalam lingkup kehidupan sekitar.










(iil/jpg/JPC)

[ad_2]

Share :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *