Buktikan Gunung Ungaran Sebagai Tempat Suci di Masa Lampau
[ad_1]
Wikimedan – Tim arkeolog dari Kabupaten Semarang kembali meneliti situs Batur di Dusun Babadan, Desa Gedong, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Kamis (20/9). Langkah ini dilakukan untuk mengumpulkan data pasti terkait bangunan yang sudah ada sejak abad ke-9 itu.
Tri Subekso, arkeolog tunggal yang meneliti Situs Batur, mengatakan, penelitian dilakukannya guna memastikan status Gunung Ungaran sebagai tempat suci pada masa lampau. Penemuan situs tempat pemujaan maupun tempat pemandian di sana, termasuk Situs Batur adalah petunjuknya.
Adapun sejumlah petunjuk lain ditemukan di sekitaran lokasi tumpukan batu seluas sekitar 8×8 meter itu yang mengindikasikan bahwa Gunung Ungaran pernah dikenal sebagai area suci. Yakni landskap alam di sekitar sana.
Di sebelah barat Situs Batur, terdapat bukit Gajahmungkur, di sisi utaranya terlihat pemandangan danau Rawapening yang dikelilingi pegunungan. Subekso mengatakan, struktur alam inilah yang ideal dijadikan sebagai Mandala. Atau area bangunan suci dan tempat melakukan ritual religius.
“Walau tinggal reruntuhan saja, namun situs ini tergolong istimewa apabila dilihat dari landskap religi. Tentunya pendirian candi ini didasarkan pada pertimbangan orientasi yang sesuai dengan konsepsi keagamaan masyarakat Jawa pada masa itu,” katanya, Kamis (20/9).
Sementara, di bagian lereng bawah yang hanya berjarak 100 meter, terdapat pula sumber mata air. Ia menduga, lokasi tersebut dahulunya adalah patirthan atau bangunan pemandian yang fungsinya sebagai tempat pengambilan air untuk ritual keagamaan atau sekedar kebutuhan sehari-hari.
Adapun petunjuk lain bersifat menguatkan, yakni menurut Subekso adalah lokasi situs yang berdekatan dengan Dusun Kayuwangi. Dusun ini ada unsur arkaisnya, lantaran Kayuwangi sendiri adalah nama Raja Mataram semasa abad 9 lalu.
“Seperti disebut pada prasasti-prasasti Jawa Kuno itu. Perlu adanya penelitian yang lebih mendalam memang. Akan tetapi, data arkeologi dan nama dusun semacam ini tidak bisa dikesampingkan begitu saja,” tandasnya.
Sementara, Mafud Fauzi, Pamong Budaya Kecamatan Banyubiru Dinas Pendidikan Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Semarang, menilai bahwa Situs Batur pantas didata kembali. Utamanya soal titik koordinat, ketinggian, kepemilikan lahan, serta situasi lingkungan sekitar.
Ia beranggapan, walaupun Situs Batur ini sudah diketahui sejak lama, selama ini masih belum masuk data inventarisasi. Oleh karenanya, Mafud meminta partisipasi sejumlah pihak agar bisa diamankan terlebih dahulu.
“Keterlibatan warga dan perangkat desa untuk mengamankan peninggalan bersejarah ini sangat diharapkan. Keberadaan situs ini dilindungi oleh Undang-undang Cagar Budaya No 11 Tahun 2010,” jelasnya.
Harapan Mafud jelas beralasan, lantaran Kepala Dusun Babadan, Ahmadi sendiri yang mengatakan jika dulunya pernah ada artefak Yoni di sana. Letaknya di tengah situs, tapi kini sudah hilang.
Bahkan, tambahnya, sebelum pembangunan pipa-pipa yang disalurkan ke warga desa, dulunya ada tatanan batu yang bentuknya persis seperti Situs Batur. Ia pun yakin bahwa sebenarnya struktur bangunan di bawah permukaan tanah juga masih ada.
“Sekarang sudah hilang atau mungkin tertimbun, sayang sekali memang. Saya harap nanti ada penelitian dan penanganan dari instansi terkait untuk melestarikan situs kuno di dusun ini,” imbuhnya.
(gul/JPC)
[ad_2]