Kampoeng Pelangi dan Batik Kota Semarang, Pikat Daya Tarik Wisatawan Lokal dan Mancanegara
SEMARANG (Jateng) Wikimedan | “Tuntutlah Ilmu Sampai Kenegeri Cina”, banyak orang mempercayai bahwa pepatah tersebut adalah hadist, begitu juga halnya dalam hal menata Kampoeng menjadi aman tertib, bersih indah dan rapi, serta dapat menambah pendapatan asli daerah (PAD), sepertinya Kota Medan perlu belajar banyak dari Kota Semarang.
Hal ini dapat dilihat dari study komperatif yang dilakukan oleh rombongan Persatuan Wartawan Pemko Medan dan Bagian Kehumasan dan Keprotokolan Pemko Medan Rabu (28/11/2018) di Kampoeng Pelangi dan Kampoeng Pelangi Batik yang berada di kota Semarang, Ibukota Provinsi Jawa Tengah.
Kampoeng Pelangi yang dulunya merupakan daerah kumuh yang berada disekitar daerah aliran sungai (DAS) dapat disulap berkat kemauan warga dan dukungan Pemerintah kota Semarang, menjadi kampoeng yang tertata rapi, indah dan bersih serta dapat menjadi salah satu penyumbang pendapatan asli daerah di Kota Semarang.
Dengan menjadikan daerah ini, menjadi daerah wisata kuliner dan pusat penjualan segala macam bentuk bunga di Kota Semarang, apalagi dukungan pemerintah Kota Semarang yang menyiapkan bus gratis untuk para wisatawan, sehingga potensi yang sebenarnya pas – pasaan dapat dipacu menjadi sumber penghasilan daerah.
Kota Semarang yang hanya memiliki 17 Kecamatan ini, jika dibandingkan dengan Kota Medan yang memiliki 21 Kecamatan, rasanya Kota Semarang tidak ada apa apanya, jika dilihat dari sumber daya alam, dan jumlah manusianya atau penduduknya.
Namun, karena masyarakat dan pemerintah Kotanya mau berbenah dan sangat kreatif dalam menata kotanya, sepertinya Kota Medan jauh tertinggal dari Kota Semarang.
Untuk itu, diharapkan dari study komperatif yang dilakukan oleh Rombongan Persatuan Wartawan dan Bagian Humas dan Keprotokolan Kota Medan ini, dapat memberikan masukan kepada Pemko Medan, serta dapat mengedukasi masyarakat Kota Medan, agar mau berbenah untuk menjadikan Kota Medan menjadi salah satu Kota tujuan wisata, baik bagi wisatawan lokal dan mancanegara.
Sehingga pada akhirnya dapat menjadi salah satu penyumbang devisa dan pendapatan asli daerah yang nantinya dapat menjadikan masyarakat yang ada di Kota Medan menjadi masyarakat yang sejahtera adil aman dan makmur.
Begitu juga halnya dengan kampoeng Batik atau Kampoeng Jadoel, Kampung ini terletak tak jauh dari Kota Lama dan Pasar Johar. Tepatnya di Kelurahan Rejo Mulyo RT02/RW 04. Di antara keduanya terdapat Bundaran Bubakan, di sini terdapat jalan masuk dengan gapura besar bertuliskan “Kampung Batik Semarang”.
Kampoeng ini memang unik. Hanya satu RT. Dipimpin seorang RT bernama, Dwi Christianto. Kata Dwi Kampoeng Batik hanya dihuni 25 kepala keluarga, dan dari 25 kepala keluarga ini, hanya 12 rumah yang aktif memproduksi batik.
Rombongan Persatuan Wartawan Pemko Medan dan Bagian Kehumasan dan Keprotokolan Pemko Medan berkesempatan mengunjungi Kampoeng Batik yang nyentrik dan unik ini, Rabu (28/11/2018) siang, setelah sebelumnya mengunjungi kantor Walikota Semarang dan Kampoeng Pelangi.
Sebelum masuk kampoeng ini, di depannya dibatasi dengan stand stand yang menjual produk batik mereka. Pelancong boleh membelinya di situ. Tentunya setelah belajar membatik diselembar kain putih yang telah disiapkan, dengan merogoh kocek Rp30 ribu. Selesai membatik, hasilnya boleh dibawa pulang sebagai kenang-kenangan.
Menurut Dwi Christianto, Kampoeng Batik terinspirasi saat, Wali Kota Semarang sebelumnya membuat acara membatik bersama di kampung tersebut.
“Sejak itu, kampoeng ini dinobatkan menjadi kampoeng batik. Namun tidak bertahan lama. Kampung ini kembali sepi. Tetapi sejak tahun 2016, kampoeng batik menjadi viral setelah dilukis oleh seorang seniman lukis, bernama Luwianto,” jelas Dwi.
Bahkan lukisan yang menceritakan sejarah terbentuknya kampoeng batik yang dilukis di salah satu dinding gang itu saat ini menjadi sangat viral di medsos. “Sekarang malah sudah diketahui manca negara,” tambahnya.
Sementara itu, Luwianto menambahkan, ide menghidupkan kembali Kampoeng Batik ini lantaran lukisan dindingnya viral di Medsos. Sejak itu dirinya mulai menyadarkan kembali beberapa warga untuk kembali menghidupkan Kampoeng Batik walau tanpa bantuan pemerintah.
“Sejak itu perlahan-lahan kampoeng kami ini mulai kembali didatangi pelancong. Perekonomian masyarakat pun mulai membaik, seiring kedatangan mereka yang datang untuk belajar membatik maupun belanja,” sambung pria asal Jogyakarta ini.
Salah satu rumah yang sempat dikunjungi Rombongan Persatuan Wartawan Pemko Medan dan Bagian Humas Pemko Medan ini, menunjukkan seorang wanita tengah membuat skets batik persis di depan rumahnya. Wanita paruh baya itu menyapa dengan ramahnya, kepada setiap pengunjung yang datang.
Batik Semarang berbeda dengan batik Jogyakarta dan solo. Perbedaan tersebut dari sisi motifnya. Kata Luwito ciri-ciri Batik Semarang bermotif kembang kangkung dan Manuk Pletuk.
Harga Batik Semarang cukup variatif. Dari harga Rp50 ribu hingga Rp5 jutaan tergantung kwalitas dan motifnya.
Edo Pramono (pemandu), yang ikut mendampingi mengunjungi tempat tempat wisata di Semarang menjelaskan, Produksi Batik Semarang tidak kalah kwalitasnya dengan batik, Jogya, Solo dan Pekalongan. “Batiknya ndak luntur mas. Ada malah yang makin dicuci makin cerah warnanya,” ujarnya.
Kabag Humas Pemko Medan Ridho Nasution yang diwakili Kasubbag Humas Pemko Medan, Hendra Tarigan S.Sos saat ditanya tujuan mengunjungi Kampoeng Pelangi dan Kampoeng Batik ini mengatakan, apa yang dilakukan Pemko Semarang dapat menjadi inspirasi dan diadopsi Pemko Medan untuk diterapkan di Kota Medan.
“Kampoeng Batik ini sangat menginspirasi kita. Apa lagi dengan adanya Sentra Batik Medan yang diperkenalkan Ketua TPPK Ibu Hj Maharani dapat meniru tindakan Kampung Batik Semarang agar mampu mendatangkan wisatawan ke Kota Medan,”terangnya.(er)
Kategori : Berita Medan