Berita Nasional

Sudah Saatnya Naskah RPP E-commerce Diperlihatkan ke Publik

Indodax


[ad_1]






Wikimedan – Kabar akan masuknya investasi Amazon hingga Rp 14 triliun menambah deretan investasi ke industri teknologi digital Indonesia dalam jumlah fantastis. Masuknya investasi dari raksasa-raksasa pemain global ini semakin menunjukkan besarnya potensi perkembangan teknologi digital Indonesia.





Sejalan dengan hal tersebut, Riset terbaru McKinsey & Company berjudul ‘The Digital Archipelago: How Online Commerce is Driving Indonesia’s Economic Development’, menyebut saat ini Indonesia menjadi pasar perdagangan online terbesar di Asia Tenggara dengan nilai sekitar USD 2,5 miliar. Bahkan diproyeksikan akan mengalami kenaikan mencapai USD 20 miliar pada tahun 2022. Secara makro pun, perdagangan online juga telah menciptakan empat juta lapangan pekerjaan dan diperkirakan mencapai USD 26 juta pada 2022.





Melihat potensi ekonomi mikro dan makro ini, tentunya dukungan dari berbagai pihak termasuk pemerintah masih sangat diperlukan untuk memaksimalkan potensinya. Salah satunya melalui regulasi yang dapat menciptakan equal playing field bagi ekosistem perdagangan online, termasuk pelaku industri dan konsumen.





Pada tahun 2015 pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Perdagangan Elektronik (e-commerce). Namun tiga tahun bergulir hingga memasuki tahap finalisasinya, penyusunan RPP e-commerce tampaknya tidak tersorot publik luas. Naskah terbaru RPP e-commerce pun tidak kunjung diperlihatkan kembali kepada para pelaku industri, sebagai pihak yang terkena dampak langsung dari regulasi tersebut dan wadah bernaungnya jutaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) seluruh Indonesia.





Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Padjadjaran, Bilal Dewansyah menilai sebuah pembentukan Peraturan Pemerintah (PP) mengandung asas keterbukaan dimulai dari tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengundangan hingga pengesahan. “Ada amanat di bawah Undang-Undang (UU) No. 12 Tahun 2011 yang kemudian dipertegas lewat Peraturan Presiden (PP) yang mewajibkan uji publik dan penyebarluasan naskah peraturan sejak rancangan dimulai. Sehingga stakeholders pun dilibatkannya sejak awal juga.”





Sebelumnya, di tahun 2015, Kemendag pernah melakukan uji publik RPP e-commerce melalui focus group discussion (FGD) yang diikuti oleh beberapa perwakilan pelaku industri. Namun hingga saat ini, Kemendag belum memberikan informasi terkait dengan naskah RPP e-commerce terbaru, yang dikabarkan telah memasuki tahap finalisasi.






Menanggapi hal ini, asosiasi menilai bahwa naskah RPP e-commerce harus mampu mengikuti perkembangan bisnis e-commerce yang sangat dinamis sekaligus mampu menstimulasi pertumbuhan volume bisnis e-commerce. “Potensi industri e-commerce dan perkembangan yang terjadi saat ini sangat besar. Sehingga regulasi juga seharusnya up to date dan mampu mendukung ekosistem bisnis ini. Sudah cukup lama sejak terakhir kami lihat draft RPP. Selepas itu, belum ada informasi terbaru terkait penjelasan dan solusi dari pemerintah terhadap poin – poin masukan kami di FGD dahulu”, pungkas Ketua Umum IDEA, Ignatius Untung.






Lebih lanjut, Bilal menilai seharusnya pemerintah bersikap lebih transparan terhadap RPP yang sedang digarap, baik kepada pelaku industri maupun masyarakat luas. “Kalau memang itu dilakukan, harusnya fase penyebarluasan wajib dilakukan. Itu adalah suatu kewajiban bagi pemerintah dan hak bagi para pelaku industri. Sedangkan bagi masyarakat luas hal ini merupakan bagian dari bentuk partisipasi publik.”





Merujuk pada Undang-Undang (UU) No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan disebutkan bahwa seharusnya sebuah pembentukan UU disertai dengan asas keterbukaan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, hingga pengundangan. Di setiap tahapannya, masyarakat luas dan kelompok kepentingan terkait memiliki akses serta kesempatan yang seluas – luasnya untuk turut memberikan masukan dalam Pembentukan Perundang-undangan.





Bilal juga menegaskan bahwa pelaku industri memiliki hak untuk dapat mengakses naskah dari sebuah RPP. “Wajib itu dari mulai rancangan. Jadi sudah ada naskah rancangan dan pasal–pasal telah berbentuk, nah itu ada kewajiban untuk pemerintah untuk mensosialisasikannya. Pentingnya (transparansi) itu karena akan berpengaruh terhadap pihak yang terkena dampak,” jelas Bilal.





(met/JPC)

[ad_2]

Share :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *