Solusi Atasi Banjir Malang, Akademisi UB: Buat Bipori Skala Besar
Wikimedan– Banjir yang sudah menjadi momok di Kota Malang selama bertahun-tahun, hingga kini terus dicari formula penyelesaiannya. Namun, sejatinya Pemerintah Kota (Pemkot) Malang bisa membuat inovasi untuk mengurangi potensi banjir. Salah satunya dengan membuat biopori dengan skala besar, sehingga bisa menyerap air saat hujan.
Dosen Perencanaan Wilayah Kota Universitas Brawijaya (UB) Abdul Wahid Hasyim menerangkan, lantaran banjir sudah terlanjur terjadi di Malang, maka yang harus mulai dipikirkan adalah pengadaan kawasan hijau. “Kawasan hijau seperti taman-taman itu difungsikan agar sekali kali bisa menyerap (air),” ujarnya kepada Wikimedan, Rabu (12/12).
Selanjutnya, bisa dibuat bioswale atau semacam biopori pada sekitar taman tersebut. Bioswale merupakan elemen landscape yang dirancang untuk menghilangkan lumpur dan polusi dari air limpasan permukaan. Biasanya terdiri dari bahan drainase swaled dengan sisi miring (kurang dari 6 persen) dan penuh dengan vegetasi serta kompos.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Jurusan Perencanaan Wilayah Kota UB itu menambahkan, sejauh ini taman-taman yang ada di Kota Malang belum dimanfaatkan secara maksimal. “Sementara ini taman yang ada fungsinya hanya sebagai estetika. Seharusnya taman juga bisa berfungsi untuk untuk menyerap air,” imbuhnya.
Taman tersebut nantinya bisa didesain dengan tingkat kemiringan tertentu, tergantung jalan disekitarnya. “Kemiringan jalan diarahkan ke sana (drainase). Misalnya diarahkan ke kanan kiri, yang di kiri mungkin sudah ada saluran air, yang satunya juga diarahkan ke taman,” tuturnya.
Menurutnya, semua taman harus dibenahi. “Diberikan fungsi yang mampu menyerap air dengan banyak. Misalnya dibuat semacam biopori skala besar,” lanjut Abdul Wahid.
Pemkot Malang bisa mencontoh apa yang dilakukan oleh Kampung Gelintung Go Green (3G). “Di sana banyak dibuat biopori, sehingga bisa menyerap air. Dulu terkenal wilayah banjir, sekarang sudah tidak lagi,” paparnya.
Terjadinya banjir juga bisa disebabkan oleh penggunaan lahan yang tak tepat guna. Hal itu seiring dengan makin banyaknya penduduk yang memilih tinggal di kota. “Kalau orang sudah lari ke kota, otomatis kebutuhan ruang untuk kegiatan ya makin luas. Makin banyak lahan ingin dibangun. Tinggal sekarang, ada pada bangunan yang diizinkan atau tidak,” terangnya.
Namun, bila lahan yang dipakai sudah memenuhi undang-undang yang ditetapkan, seharusnya itu tidak menjadi masalah. Tapi, bila sebaliknya, justru akan menimbulkan bencana. Oleh karena itu, penggunaan lahan juga harus diperhatikan oleh Pemkot Malang agar banjir bisa diantisipasi. “Misal lahan itu kawasan hijau, kemudian berubah menjadi kawasan pemukiman, kan itu keliru,” ucapnya.
(fis/JPC)
Kategori : Berita Nasional