Berita Nasional

Skandal Buku Merah, Rahasia Korupsi Besar Para Pejabat Tinggi Negara

Indodax


Jawapos.com – Skandal buku merah KPK menyeruak usai Indonesialeaks membongkar skandal dugaan perusakan barang bukti penyidikan kasus korupsi yang melibatkan pengusaha Basuki Hariman. Dalam skandal tersebut, terungkap adanya nama Tito Karnavian dan sejumlah pejabat tinggi negara lain yang diduga menerima kucuran dana daru Basuki. Atas skandal tersebut dua orang penyidik KPK yang berasal dari Polri ditarik ke instansi asal.

Peristiwa ini berawal dari rekaman CCTV pada sebuah ruangan di lantai 9 Gedung KPK pada Jumat, 7 April 2017 sekitar Maghrib.  Ada dua penyidik KPK dari unsur Kepolisian, Roland Ronaldy dan Harun, tertangkap kamera CCTV tengah beraksi. Mereka mengambil buku catatan keuangan warna merah. Kemudian, menghapus beberapa tulisan di sana dengan tipe-ex. Mereka juga merobek 9 lembar dari buku berwarna merah itu. 

Kabar itu pun menyeruak dan membuat Direktorat Pegawasan Internal KPK bergerak cepat setelah ada laporan dari suatu pihak yang mengirim surat dan CD berisi scan pra perobekan dan pasca perobekan buku merah sekitar pertengahan 2017.

Koruptor
Ilustrasi: Koruptor (Koko/Wikimedan)

Surat itu berjudul “Pelaporan Perusakan Barang Bukti di Direktorat Penyidikan Perkara Basuki Hariman”. 

Dijelaskan pula, dalam surat itu bahwa barang bukti tersebut ada beberapa tulisan telah ditipe-ex untuk menghilangkan catatan pemberian suap dari Basuki Hariman. Selain beberapa catatan ditip-ex dan da beberapa halaman yang disobek dan hilang dari barang bukti.

Surat itu juga menyebut secara jelas dua penyidik KPK Roland dan Harun yang merusak barang bukti yang terekam CCTV di ruang penyidikan.

Barang bukti yang dirusak adalah buku catatan keuangan bersampul merah atas nama Serang Noor IR, nomor rekening 4281755xxx BCA KCU Sunter Mall.  

Barang bukti yang dirusak berkaitan dengan kasus dugaan suap oleh pengusaha impor daging Basuki Hariman, dan sekretarisnya, Ng Fenny, terhadap hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar. 

Di situ ada detil catatan dan riwayat aliran dana dari Basuki Hariman kepada sejumlah pejabat. Ada 68 catatan transaksi yang diduga suap kepada sejumlah orang dari instansi seperti Bea Cukai, Balai Karantina, Kepolisian, TNI hingga Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. 

Karena adanya hal tersebut maka PI Internal KPK menegaskan bahwa tindakan kedua penyidik KPK merupakan pelanggaran berat kode etik.

Lantas, kedua orang penyidik tersebut dipulangkan ke Kepolisian pada 13 Oktober 2017. Semestinya, polri mengusut kasus ini. Namun, tak ada keberlanjutan dari bukti-bukti yang dipunya KPK perihal perusakan barbuk buku merah itu.

Kabar yang beredar di media, ternyata pada 8 Maret 2018, Kapolri Tito Karnavian mengangkat AKBP Roland Ronaldy sebagai Kapolres Cirebon Kota, Polda Jawa Barat. Sedangkan Kompol Harun mendapat tempat tinggi di Direktorat Kriminal Khusus pada Polda Metro Jaya per 27 Oktober 2017. 

Sementara, jika ditelisik kebelakang kasus yang membelit Basuki Hariman buntut dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 25 Januari 2017, bersama Patrialis Akbar. Pengusaha impor daging itu menyuap Patrialis untuk memengaruhi putusan hakim MK dalam perkara uji materi Undang-undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Uji materi diajukan oleh asosiasi peternak dan pedagang ternak. 

Basuki pun divonis 7 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 28 Agustus 2017. Dia terbukti menyuap Hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, sebesar lebih dari $70 ribu. Di persidangan yang sama, hakim juga memvonis sekretaris Basuki, Ng Fenny lima tahun penjara.

Buku bersampul merah itu tercantum sebagai barang bukti nomor 316, yang dilampirkan dalam putusan Pengadilan Tipikor terhadap Basuki Hariman. Basuki dihukum 7 tahun penjara dan denda Rp 400 juta, ini lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa yaitu 11 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.

Pada salah satu persidangan Basuki Hariman, staf keuangan perusahaan milik Basuki, Kumala Dewi Sumartono, menjadi saksi.

Dia sempat ditunjukkan sejumlah barang bukti, termasuk buku bank berwarna merah atas nama Serang Noor itu. Kumala mengetahui dan membenarkan keberadaan buku itu.

Dua bos Kumala Dewi adalah pengusaha impor daging Basuki Hariman dan sekretarisnya, Ng Fenny. Mereka terbukti menyuap Hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, untuk memuluskan uji materi Undang-undang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang diajukan asosiasi peternak dan pengusaha. CV Sumber Laut Perkasa milik Basuki Hariman bergerak di bidang importir daging. 

Pada BAP 9 Maret 2017, dari catatan setoran-setoran serta BAP tersebut, nama yang diduga Tito Karnavian disebut sedikitnya delapan kali, dari Januari hingga Juli 2016. Total setoran sekitar Rp7,2 miliar.

Tito menjabat Kapolda Metro Jaya 12 Juni 2015 – 16 Maret 2016. Dia sempat menjadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) selama tiga bulan sebelum diangkat sebagai Kapolri pada 13 Juli 2016. 

Kapolri Tito Karnavian membantah menerima aliran dana dari Basuki Hariman. Setelah kasus ini kembali menyeruak, KPK mengaku tidak bisa mengusut tuntas tindakan yang diperbuat dua penyidik tersebut karena sudah kembali ke asal. Maka, wewenang berada pada Instasi tempat mereka bernaung.

“Jadi kita perlu bedakan antara proses pemeriksaan secara internal dengan apa yang berkembang saat ini tentang apa buku merah atau isi yang ada di buku merah tersebut yang saya jawab saat ini konteksnya adalah proses pemeriksaan internal yang sudah dilakukan,” jelas juru bicara KPK Febri Diansnyah.

“Jadi kalau bukan lagi pegawai KPK, maka Direktorat pengawasan internal KPK akan sulit dan bahkan bisa dikatakan tidak bisa melakukan pemeriksaan gitu, itu perkembangannya,” tandas Febri.

Usai kasus tersebut lenyap, Kemudian, selang beberapa bulan kabar perihal buku merah ini kembali ramai. Bagaimana tidak, tiba-tiba Polri mengajukan surat permintaan penyitaan barang bukti buku merah yang dipegang KPK untuk dimiliki Polri. Permintaan itu diajukannya kepada PN Jaksel. Akhirnya, PN jaksel mengabulkan permohonan tersebut.

KPK pun telah membenarkannya. Febri menjelaskan jika pada Senin, 29 Oktober 2018 telah dilakukan proses Penyitaan terhadap:

– 1 (satu) buah Buku Bank berwarna merah bertuliskan IR. SERANG NOOR, No. Rek. 4281755174, BCA KCU Sunter Mall, beserta 1 (satu) bundle rekening koran PT. Cahaya Sakti Utama periode 4 November 2015 s/d 16 Januari 2017

– 1 (satu) buah Buku Bank berwanr hitam bertuliskan Kas Dollar PT. Aman Abadi Tahun 2010,” tegas Febri.

Pemberian barang bukti ini disebut Febri, sudah mendapatkan izin dari pimpinan KPK berdasarkan keputusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 98/Pen.Sit/2018/PN.Jkt.Sel tertanggal 23 Oktober 2018 yang dilampirkan dalam surat yang dikirimkan oleh Kapolda Metro Jaya pada Ketua KPK tanggal 24 Oktober 2018 lalu. Pada Penetapan Pengadilan tersebut dicantumkan dua barang bukti yang diberikan izin oleh pengadilan untuk disita dan 2 nama Terlapor. 

Menanggapi itu juga, pimpinan KPK tidak mempermasalahkan penyitaan tersebut jika memang bertujuan untuk menegakkan hukum.

“Kalau diperlukan untuk penegakan hukum maka KPK tentu dalam posisi membantu,” ucap Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang.

“Sudah ditandangani sudah disepakati dan sudah ada BAP nya, kalau kita ingin mengembangkan itu bisa juga barang bukti, dan kita juga bisa minta kepada Polda kalau kita ada buka penyidikan atau penyelidikkan, jadi engga ada persoalan itu disita,” pungkas Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.

(ipp/JPC)


Kategori : Berita Nasional

Share :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *