Berita Nasional

Selamatkan BPJS yang belum Sehat, Presiden Isyaratkan Beri Subsidi

Indodax








Berita hari ini – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan belum mampu berdiri di atas kaki sendiri. Empat tahun sejak didirikan, BPJS Kesehatan masih saja membutuhkan bantuan pemerintah untuk menutupi defisit keuangan.







Masalah tersebut disinggung Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat membuka Muktamar XXX Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, kemarin (25/10). Jokowi juga mengisyaratkan akan menyetujui pemberian subsidi untuk BPJS Kesehatan. Isyarat itu Jokowi tunjukkan saat menjawab “tantangan” Ketua Umum IDI Ilham Oetama Marsis.






“Saya pikir, di benak Presiden sudah ada solusinya (untuk mengatasi defisit, Red). Tapi, Bapak belum mengemukakan. Nah, kami ingin mendengarnya di sini,” kata Ilham, disambut dengan antusias oleh anggotanya.


Selamatkan BPJS yang belum Sehat, Presiden Isyaratkan Beri Subsidi

Ilustrasi: Presiden Jokowi memberi isyarakat akan memberi subsidi untuk BPJS Kesehatan yang kerap merugi. (Idham Ama/Fajar/Jawa Pos Group)






Di atas podium, presiden mengatakan sudah belajar banyak mengenai persoalan BPJS Kesehatan. Dia juga mengklaim berpengalaman menyelesaikan persoalan jaminan kesehatan sejak menjadi wali kota Solo, lalu dilanjutkan ketika terpilih sebagai gubernur DKI Jakarta. “BPJS ini sudah empat tahun. Perhitungan saya semula dua tahun (sudah mandiri, Red), ini sudah empat tahun,” imbuhnya.






Lantas, bagaimana tantangan IDI? Awalnya, presiden tidak ingin menjawab di forum karena khawatir menimbulkan polemik. Dia lebih suka berbicara di forum internal bersama Dirut BPJS Kesehatan Fahmi Idris dan Ketua IDI Ilham Oetama Marsis. Namun, di akhir kalimat, Jokowi justru memberikan sinyal bahwa negara punya kemampuan untuk menutupi defisit. Menurut dia, subsidi energi yang ratusan triliun rupiah saja pernah diberikan.






“Kita ingat bahwa yang namanya subsidi BBM (bahan bakar minyak, Red), subsidi energi, itu pernah mencapai yang namanya angka Rp 340 triliun. Ini untuk kesehatan kok, masak nggak diberikan? Ya, kira-kira jawabannya kurang lebih itu,” kata presiden.







Saat ditemui setelah acara, Jokowi mengatakan akan mencari opsi untuk menyelesaikan persoalan BPJS Kesehatan. Sinyal pemberian subsidi semakin kuat saat Jokowi menyatakan bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani tengah mempelajari pendanaan yang bisa digunakan untuk BPJS Kesehatan.







“Menteri keuangan juga baru melihat pendanaan yang bisa digunakan untuk BPJS. Yang paling penting selalu saya pesan kepada BPJS, jangan sampai pelayanan kepada masyarakat jadi buruk,” tutur dia.






Opsi lain yang didorong adalah memaksa BPJS Kesehatan untuk menyelesaikan persoalan tunggakan iuran. Sebab, berdasar informasi yang didapatkan, untuk peserta kategori penerima bantuan iuran (PBI) seperti anggota TNI-Polri dan PNS, dana yang dikelola justru tersisa. “Seingat saya malah sisa tiga sampai empat triliun (rupiah, Red),” imbuhnya.






Sedangkan untuk non-PBI, dia mengakui adanya tunggakan yang cukup besar. Karena itu, Jokowi berharap manajemen BPJS Kesehatan bisa melakukan penagihan dengan lebih gencar. “Di sini ada tagihan yang belum tertagih. Ini harus digencarkan. Ini yang harus ditagih,” tegas dia.






Jokowi juga menuntut para dokter dan rumah sakit untuk mencari cara pencegahan penyakit. Sebab, berdasar data yang dia terima, tagihan untuk penyakit katastropik sangat besar. Pada 2017 klaim kasus penyakit jantung mencapai Rp 9,25 triliun; pengobatan kanker lebih dari Rp 3 triliun; klaim gagal ginjal Rp 2,22 triliun; dan klaim stroke Rp 2,21 triliun.






Untuk tagihan penyakit nonkatastropik, beberapa di antaranya juga cukup besar. Misalnya, klaim operasi katarak Rp 2,65 triliun dan layanan rehabilitasi medik untuk fisioterapi hampir Rp 1 triliun. “Betapa angka-angka ini harus kita cermati betul bagaimana menyelesaikan dan bagaimana mengatasi,” tuturnya.






Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) merespons rencana Jokowi memberikan subsidi untuk BPJS Kesehatan. “Itu (pemberian subsidi, Red) bagus,” kata Ketua DJSN Sigit Priohutomo di kompleks DPR kemarin.






Sigit menyatakan, perlu ada penerapan sistem baru pada BPJS Kesehatan. Sistem baru itu terkait dengan pembayaran tagihan kepada RS. Dia menjelaskan, BPJS Kesehatan seharusnya memiliki dana yang bersifat siap pakai atau likuid. Dana itu siap dikucurkan ketika ada RS yang mengajukan klaim biaya layanan.






Dengan dana yang mudah dicairkan tersebut, BPJS Kesehatan tidak perlu menunggu adanya tunggakan utang yang besar di RS. Beberapa waktu terakhir, misalnya, defisit BPJS Kesehatan dinilai kronis sebelum akhirnya mendapatkan suntikan dari pemerintah. “Jika kurang, utang dulu, kemudian ditalangi, digantikan, atau sejenisnya, RS sudah bleeding (berkorban, Red) dulu.”






Lantas, berapakah besaran dana siap pakai atau likuid itu? Sigit mengatakan, saat ini rata-rata klaim yang dibayar BPJS Kesehatan kepada RS sebesar Rp 7,5 triliun per bulan. Karena itu, dana likuid yang tersedia di kantong siap pakai BPJS Kesehatan bisa sekitar Rp 3,75 triliun.






Menurut dia, upaya menutup atau menalangi defisit BPJS Kesehatan masih menimbulkan masalah. Meskipun beberapa waktu lalu pemerintah sudah menutup defisit BPJS Kesehatan, kenyataannya masih kurang. Sebab, suntikan dana dari pemerintah masih berada di bawah defisit riil BPJS Kesehatan.






“Kalau kekurangan uang (defisit, Red), bisa diganti. Tetapi, kekurangan pelayanan kepada pasien ini bencana,” katanya.






Sementara itu, pihak BPJS Kesehatan belum bisa menanggapi lebih jauh rencana subsidi tersebut. “Kan belum lengkap informasinya seperti apa,” ucap Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma’ruf.






Ketua Komisi IX DPR (yang membidangi kesehatan) Dede Yusuf menuturkan, subsidi untuk BPJS Kesehatan merupakan program positif. Namun, dia mengatakan, skema subsidi itu tetap punya aturan main. Dede menceritakan, sebelumnya subsidi BBM dicabut untuk dialihkan sebagai dana pembangunan infrastruktur.






“Mau dari mana pun dana (subsidi, Red), untuk kesejahteraan sosial, negara Indonesia masih tertinggal di antara negara-negara ASEAN lainnya,” katanya. Karena itu, dia menegaskan, apa pun kebijakan yang diambil pemerintah, urusan kesejahteraan sosial harus menjadi prioritas. Apalagi, sampai saat ini Indonesia belum menjadi negara makmur. Karena itu, program jaring pengaman sosial masih dirasa penting.






Dede berharap anggaran PBI BPJS Kesehatan bisa dikeluarkan dari postur anggaran kesehatan. Saat ini anggaran PBI sekitar Rp 26 triliun. Sementara itu, total anggaran kesehatan mencapai Rp 111 triliun. Dengan demikian, anggaran kesehatan fokus digunakan untuk program preventif dan kuratif. 






(far/wan/jun/c11/oni)


Share :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *