Sate Lilit yang menjadi Simbol Kejantanan Pria
Sate Lilit adalah makanan khas Bali yang sekarang mudah ditemukan di daerah kalian, terutama di Jakarta. Sudah banyak sekali orang tau dengan rasanya yang enak dan bumbunya yang sangat terasa.
Namun, tahukah kalian kalau sate lilit disediakan untuk sesaji umat Hindu Bali pada upacara adat? Salah satu upacara dimana sate lilit disajikan adalah pada Upacara Caru, penghormatan dan penghargaan kepada para Dewa. Upacara ini bertujuan menjaga keseimbangan alam semesta. Dalam sesaji, jumlah sate yang disajikan harus ganjil, misalnya 3-5 tusuk.
Biasanya, pria yang membuat sate lilit, mulai dari menyembelih hewannya, meracik bumbu, mengolah adonan, sampai melilit dan mematangkannya. Dalam membuat sate lilit ini, bagi pria, juga melambangkan kejantanannya. Sejak dulu, orang akan mempertanyakan kejantanan seorang pria yang tak bisa membuat sate lilit. Dalam upacara besar sate lilit ini akan dibuat di balai desa, dan dikerjakan oleh 50-100 orang pria.
Cara pembuatan sate lilit ini diwariskan turun-temurun dari keluarga, jadi sate lilit ini sudah di kenal dengan masyarakat Bali sejak dulu. Sate lilit dibuat dengan daging seperti ayam, sapi, ikan, babi, dan juga kura-kura. Bumbu yang dipakai untuk sate lilit ini cukup mudah dengan memakai bumbu pada dasarnya seperti bawang merah, bawang putih, jahe, daun jeruk, ketumbar, kunyit, santan, dan garam. lalu daging yang akan kita buat untuk sate lilit akan digiling hingga halus, jika daging tersebut sudah halus campurkan dengan santan kelapa, kemudian masukan bumbu yang sudah diiris tipis.
Adonan sate lilit ini siap dicetak dengan segumpal adonan yang dililitkan ke tusuk sate, batang tebu dan juga bisa dililitkan dengan batang daun serai sehingga dapat mengeluarkan aroma tersendiri saat dipanggang. Sate yang telah matang dapat dihidangkan dengan nasi, urap, sup ikan tuna, dan yang semakin mantap untuk menyantap sate lilit ini jangan lupa tambahan sambal matah khas Bali yang terdiri atas irisan bawang merah, cabai, garam dan dikucuri dengan minyak goreng hangat.
Penulis: Ratna Sari
Editor: Elga T.