Relokasi GT Cikarang Utama Diyakini Bisa Urai Kemacetan
Wikimedan – Bagi pemudik dengan tujuan Jawa Tengah dan Jawa Timur yang akan melalui jalan tol, tentu sudah akrab dengan Gardu Tol (GT) Cikarang Utama yang kerap menjadi simpul kemacetan dan antrean kendaraan pemudik. Seperti diberitakan sebelumnya, mulai 23 Mei, GT Cikarang Utama akan ditiadakan dan akan digantikan ke GT Cikampek Utama di KM 70.GT ini diperuntukkan pengguna jalan dari/menuju timur (Jalan Tol Cikopo-Palimanan). Sementara GT Kalihurip Utama di KM 67 untuk pengguna jalan dari/menuju selatan (Jalan Tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang dan Padalarang-Cileunyi). Pengalihan GT Cikarang Utama diharapkan mampu mengurangi kemacetan dan antrean.Direktur Operasi PT Jasa Marga Tbk (Persero) Subakti Syukur mengungkapkan beberapa faktor kenapa GT Cikarang Utama akhirnya harus direlokasi. Pertama, tidak memadainya kapasitas transaksi di GT Cikarang Utama akibat adanya pembangunan jalan pier Tol Jakarta-Cikampek II (elevated). Hal itu membuat tertutupnya enam unit gardu operasi yang memperparah antrean kendaraan.Dikonfirmasi secara terpisah, pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menyampaikan pengalihan GT Cikarang Utama akan efektif mengurai kepadatan antrean. “Bisa lebih efektif karena sudah mulai terurai. Ada yg ke Cipularang dan ada yang ke Cipali. Terbanyak ke Cipali,” jelasnya ketika dihubungi Wikimedan.Sementara untuk beban GT Cikampek Utama sendiri dikatakan tak akan terlalu berat. Hal tersebut lantaran panjang antrean sudah berkurang dan sudah terbagi.“Bisa berkurang panjangnya karena sudah terbagi,” katanya.Selain itu, dirinya menyebut Badan Litbang Perhubungan memprediksi pemudik pada 2019 bakal mencapai sekitar 18,2 juta orang. Jumlah itu berasal dari Banten, Jabodetabek, dan Bandung Raya.Pasalnya ketiga wilayah ini menjadi yang paling banyak perantaunya di Indonesia. Dari ketiga wilayah itu terdapat sekitar 4,5 juta rumah tangga.Potensi transaksi pemudik selama Lebaran 2019 diprediksi sebesar Rp 10,3 triliun untuk dibelanjakan di lokasi mudik dan Rp 6 triliun untuk urusan transportasi. Potensi belanja ini menurutnya mesti dimanfaatkan oleh daerah-daerah yang dilalui tol trans-Jawa, salah satunya dengan menyiapkan fasilitas area istirahat di kota/kabupaten tersebut.“Daerah yang dilalui jalan tol dapat menjadi area istirahat. Pemudik perlu merencanakan pilihan daerah yang hendak dijadikan tempat istirahat saat mudik nanti. Badan usaha jalan tol mesti aktif mengedukasi masyarakat dan pemudik untuk beristirahat di luar jalan tol atau di daerah yang dilalui jalan tol,” paparnya.Operator jalan tol menurut Djoko juga harus menyiapkan sistem yang membuat pemudik tak perlu membayar saat keluar-masuk di salah satu pintu tol trans-Jawa untuk istirahat di daerah tersebut. Hal ini penting untuk mendorong pemudik memanfaatkan daerah yang dilalui jalan tol sebagai tempat istirahat dan menghindari macet di dekat rest area. Potensi kemacetan berupa antrean kendaraan mau masuk rest area bisa terjadi di jalan tol dekat rest area.“Gerbang Tol Salatiga dapat menjadi contoh karena area untuk istirahat pemudik dekat dengan pintu tol. Area untuk istirahat bagi pengguna jalan tol sebaiknya berjarak 200-300 meter dari pintu tol. Sejumlah rest area tidak akan mencukupi kebutuhan pemudik yang akan singgah,” tukasnya.Sebagai informasi, hasil penelitian Balitbang Perhubungan (April 2019), menunjukkan pemudik yang memakai mobil pribadi dari wilayah Jabodetabek sebesar 4.300.346 orang (28,9 persen). Sebanyak 1.000.080 mobil paling banyak memilih jalan tol trans-Jawa, yakni 399.962 mobil (40 persen).