Teknologi

Melongok Evolusi TCash Sebelum Melebur Menjadi LinkAja

Indodax


Jakarta, Wikimedan – Layanan e-money milik Telkomsel, TCash, dipastikan memulai perjalanan baru pada 21 Februari 2019. Perusahaan akan melebur layanan uang digital yang sudah dikembangkan sejak lama itu dengan brand baru, yaitu LinkAja.

Dengan adanya perubahan itu,  pelanggan hanya perlu melakukan update aplikasi TCash menjadi aplikasi LinkAja di Google Play Store (Android) dan App Store (iOS) atau memberikan persetujuan melalui channel USSD TCash (*800#). Setelah melewati proses tersebut, pelanggan T-Cash dengan sendirinya akan langsung dikonversi menjadi pelanggan LinkAja.

Peleburan TCash menjadi LinkAja, tak terlepas dari upaya Kementerian BUMN yang ingin melakukan efisiensi dan sinergi. Baik dari sisi infrastruktur maupun aktifitas promosi.

Kementerian yang dipimpin oleh Rini Sumarmo itu, memilih
untuk membentuk perusahaan layanan financial technology (fintech) berbasis QR code. 

Dari sisi bisnis, diluncurkannya LinkAja, diharapkan bisa
meraup potensi customer based dari
lingkungan BUMN. Sekaligus meramaikan pasar fintech di Indonesia yang semakin
tumbuh pesat dalam beberapa tahun terakhir.

Saat ini, dua pemain terdepan di bisnis layanan dompet
digital, adalah GoPay milik GoJek dan OVO (PT Visionet Internasional) yang dijalankan oleh Lippo Group.

Menurut survei Daily Social, GoPay menjadi layanan fintech pembayaran terpopuler di Indonesia sepanjang 2018. Unit usaha GoJek itu mengungguli OVO dan TCash yang berada di posisi kedua dan ketiga.

Dalam survey yang melibatkan 1.419 responden, sebanyak 79,4% responden menggunakan Go-Pay. Sementara OVO digunakan oleh 58,4% responden dan TCash mendapat 55,5% suara.

Dengan melebur menjadi LinkAja, Telkomsel akan berbagi peran
dan sinergi dengan enam BUMN papan atas. Yakni BRI, Bank Mandiri, Bank BNI,
BTN, Pertamina dan Jiwasraya.

Dalam sinergi itu, posisi Telkomsel terbilang vital karena Kementerian BUMN memilih TCash sebagai platform. Aplikasi TCash dinilai paling siap dibandingkan aplikasi milik BUMN lain.

Sejauh ini, fintech baru tersebut sudah menyelesaikan
komposisi pemegang saham. Telkomsel menjadi project
leader
dengan 25% saham. Diikuti oleh Bank Mandiri 20%, BNI 20% dan Bank
Rakyat Indonesia 20%. Kemudian BTN 7%, Pertamina 7% dan Jiwasraya 1%.

Saat
ini proses perizinan LinkAja sudah masuk ke Bank Indonesia. Sesuai ketentuan BI
akan mengkaji perizinan sesuai ketentuan yang berlaku. LinkAja diharapkan dapat
menciptakan sistem pembayaran yang lancar, aman, efisien, dan andal, serta
memperhatikan perlindungan konsumen.

E-Money
Operator

Dengan bergabung ke dalam barisan LinkAja, Telkomsel tentunya harus mengubur brand TCash yang selama ini sudah dibesarkan dengan jatuh bangun.

TCash pertama kali menyambangi pasar pada 2007. Produk ini lahir karena operator mulai melirik layanan digital, untuk mengantisipasi turunnya pendapatan dari basic service (SMS dan voice).

Namun sebagai pionir, dalam perkembangannya, bisnis TCash mengalami pasang surut. Banyak tantangan menghadang. Problem utama masih disebabkan oleh rendahnya minat masyarakat menggunakan layanan teknologi finansial.

Masalah lain yang
menghadang adalah lanskap kemitraan dan struktur industri yang rumit. Pemilik
lisensi e-money harus memikirkan
jalan masuk dan keluar saldo uang di dalam e-money.

Di sisi lain, BI sebagai regulator cenderung kaku dalam menerbitkan regulasi bagi operator yang terjun ke bisnis ini. Sebagai contoh, saldo maksimum pada e-money operator dibatasi hanya sebesar Rp2 juta (basic service) dan Rp10 juta (full service).

Regulasi yang ketat tersebut tak lepas dari manuver pihak perbankan. Sejak lama, industri perbankan mengkhawatirkan kehadiran inovasi produk keuangan ini.

Kekhawatiran mereka dirasa beralasan. Karena
dengan adanya e-money maka dana-dana
mudah yang selama ini diterima perbankan akan bermigrasi. 

Ketiadaan dana murah akan memengaruhi kredit yang diberikan perbankan. Dengan menipisnya dana murah maka dapat dipastikan terjadi kenaikan tingkat bunga kredit.

Di samping itu, keberadaan lembaga non-perbankan,
terlebih operator telekomunikasi sebagai penyelenggara e-money memiliki konsekuensi tertentu. Salah satunya adalah potensi
tergerusnya pendapatan non-bunga bagi perbankan.

Beragam kendala tersebut membuat operator tak terlalu bersemangat dalam mengembangkan bisnis e-money. Indosat Ooredoo yang sebelumnya cukup gencar mengembangkan Dompetku, pada akhirnya menyerah.

Anak perusahaan Qatar Telecom itu, memilih
untuk memilih melebur DompetKu dengan PayPro pada pertengahan 2017, setelah
bekerjasama dengan PT Solusi Pasti Indonesia.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Smartfren.
Operator yang bermarkas di Jalan Sabang, Jakarta itu, juga punya lisensi e-money yang dinamakan UangKu.

Dalam perkembangan, pertumbuhan bisnis UangKu
terbilang seret. Dengan hanya memiliki 300 ribu pelanggan, pamor UangKu nyaris
tak terdengar. 

Alhasil, seperti halnya Indosat, Smartfren
memilih bermitra dengan pihak lain, yakni Traveloka untuk mengembangkan dompet
elektronik terkemuka.

Bagaimana dengan XL Axiata? Operator terbesar ketiga di Indonesia ini juga tak lagi bernafsu dalam mengembangkan bisnis XL Tunai.

Sesuai hasil RUPS 2017, perusahaan menyatakan
bahwa inisiasi pengembangan layanan digital tidak akan seagresif tahun-tahun
sebelumnya.

Layanan existing seperti XL Tunai, M-ads, dan cloud akan terus
berjalan. Hanya saja XL tidak menggelontorkan investasi baru untuk
pengembangannya. XL Tunai bahkan tidak masuk dalam rencana strategis perusahaan
sejak 2017.

Padahal XL awalnya mengalokasikan belanja modal triliunan rupiah
untuk membesarkan layanan e-money ini. Perusahaan beralasan, semua belanja modal
akan dialokasikan untuk ekspansi jaringan.

Untuk pengembangan bisnis digital nyaris tidak
ada. Manajemen XL lebih memilih untuk mensinergikan layanan XL Tunai ke induk
usaha. Karena kontribusi ke pendapatan kecil sekali.

Inovasi TCash

Berbeda dengan Indosat, Smartfren dan XL Axiata, Telkomsel tak surut dalam mengembangkan TCash. Setelah yang lain tiarap, bisa dibilang, TCash menjadi satu-satunya layanan e-money milik operator yang masih bertahan.

Meski sebagian besar masyarakat belum aware dengan layanan e-money, hal itu tak menyurutkan TCash untuk terus berinovasi.

Di sisi lain, hadirnya layanan internet cepat melalui 4G, membuat Telkomsel semakin optimis bahwa TCash akan menjadi salah satu pilihan masyarakat dalam bertransaksi secara digital.

Sebagai contoh, sejalan dengan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) oleh Pemerintah, pada Oktober 2015, TCash memperkenalkan metode pembayaran menggunakan teknologi near-field communication (NFC), yang dinamakan TCash TAP.

Dengan NFC, pelanggan dapat
dengan mudah bertransaksi non-tunai di berbagai merchant outlets, seperti Starbucks, KFC, McDonald’s, Chatime,
Dunkin Donuts, dan sebagainya.

Bisa dibilang TCash TAP menjadi titik balik dari pengembangan  TCash. Sejak saat itu, bisnis TCash berkembang pesat. Penggunanya juga meluas. Mencakup berbagai kalangan masyarakat. Baik yang tinggal di wilayah perkotaan, maupun di daerah terpencil dan belum tersentuh layanan perbankan (unbanked segment).

Setelah NFC, Telkomsel juga terus berinovasi. Sejak Februari 2018, TCash mulai menawarkan fitur SNAP QR Code di merchant-merchant setelah resmi mendapat izin dari Bank Indonesia.

Sebagaimana diketahui, fitur SNAP QR Code merupakan evolusi lanjutan dari NFC. QR Code akan menjadi solusi utama pembayaran digital, karena kepraktisan dan kemudahan pengaplikasiannya bagi merchant. Alhasil, dengan pengaplikasikan fitur ini, pengguna TCash semakin dimanjakan sehingga mendorong peningkatan transaksi.

Seiring dengan meningkatnya kebutuhan pengguna, jenis layanan TCash terus meluas. Mencakup pembayaran tagihan (PDAM, BPJS, listrik, internet), pembelian paket pulsa dan data,  donasi digital, pengiriman dana antar-pengguna (peer-to-peer transfer), pembayaran transportasi,  pembelian online (online store, voucher game).

Selain itu, TCash bisa juga digunakan untuk pembelian micro insurance, remitansi domestik dan internasional, linked-account bersama perbankan, hingga pembelian BBM secara non-tunai di lebih dari 150 SPBU Pertamina.

Demi memperluas pasar, pada pertengahan 2018 lalu, layanan TCash tak lagi ekslusif. Dengan model agnostic, Telkomsel resmi membuka layanan aplikasi T-Cash Wallet untuk semua masyarakat Indonesia lintas operator.

Dengan beragam layanan itu, hingga akhir 2018,  TCash telah digunakan oleh sekitar 25 juta pelanggan di 34 provinsi. TCash bisa digunakan di lebih dari 75.000 merchant outlets.

Aplikasi TCash Wallet juga telah diunduh sebanyak lebih dari 8 juta kali, melalui app store dan play store. Hal ini menunjukkan, pengguna TCash mampu menjangkau pelanggan operator lain.

Nah, dengan beragam pencapaian tersebut, wajar jika Kementerian BUMN mendaulat TCash sebagai project leader dalam mengembangkan produk e-money baru, LinkAja.

Dengan segala potensi dan kelebihan yang dimiliki dibandingkan pesaing, layanan LinkAja berpotensi menjadi e-wallet terkemuka di Indonesia. Tak kalah dengan GoPay dan OVO.

Dalam satu kesempatan, Danu Wicaksono, CEO TCash mengungkapkan bahwa pasar e-money masih menganga lebar.

“Peluang dan tantangan terbesar, justru berasal dari masih tingginya jumlah transaksi tunai di Indonesia,” ucapnya.

Hingga
akhir 2017 lalu mencapai 83% dari total jumlah transaksi di negeri ini (World
Bank, 2018), serta sekitar 51% populasi masih belum tersentuh layanan perbankan
formal (McKinsey Report, 2017).

Share :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *