Kesehatan

Kenali Bahaya Kanker Usus Besar pada Ibu Hamil

Indodax


[ad_1]

Kanker usus besar pada ibu hamil merupakan kasus yang jarang terjadi. Seberapa bahaya kanker ini pada ibu hamil?

Seberapa umum kondisi kanker kolorektal terjadi di Indonesia?

Kanker kolorektal alias kanker usus besar termasuk salah satu kanker dengan keganasan ketiga terbanyak di dunia. Menurut data Globocan (Global Burden Cancer) tahun 2012 yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, kanker kolorektal terjadi sebanyak 12,8 per 100.000 penduduk usia dewasa.

Berdasarkan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Kolorektal yang dikeluarkan oleh Kemenkes RI pada tahun 2017, kanker kolorektal menempati urutan ketiga di Indonesia akibat terjadinya perubahan pada diet orang Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kanker kolorektal merupakan salah satu penyakit yang cukup umum terjadi.

Meski terbilang umum, kanker kolorektal alias kanker usus besar pada ibu hamil cenderung merupakan kondisi yang jarang terjadi. Kebanyakan ibu hamil menyadari bahwa mereka memiliki gejala kanker usus besar saat kehamilannya menginjak trimester terakhir. Hal ini disebabkan gejalanya yang biasanya mirip dengan gejala gangguan pencernaan akibat kehamilan.

Kanker usus besar pada ibu hamil

Kanker usus besar pada ibu hamil merupakan kasus yang jarang terjadi. Biasanya, kanker usus besar pada ibu hamil baru disadari atau terdiagnosis pada masa akhir kehamilan. Hal ini disebabkan gejala kanker usus besar yang mirip dengan gejala gangguan pencernaan terkait dengan kehamilan sehingga sering terlambat diidentifikasi.

Pada laporan yang dikeluarkan oleh situs National Center for Biotechnology Information (NCBI), mereka merangkum kasus kanker usus besar yang tidak biasa sehubungan dengan kehamilan pada tiga pasien.

Pasien pertama adalah primipara atau yang belum pernah hamil sebelumnya. Jadi, ini adalah kehamilan pertama bagi pasien berusia 30 tahun. Dua minggu setelah operasi caesar untuk melahirkan anaknya, ia mengalami sakit perut dan sembelit. Namun, tidak terjadi perubahan kebiasaan buang air besar, perdarahan rektum, atau penurunan berat badan.

Pada dua minggu itu pula, ia mengalami pembengkakan perut (ascites) yang besar dan bersifat progresif. Ditemukan bahwa ia memiliki massa keras di rektumnya. Kolonoskopi dan biopsi mendiagnosis adanya adenokarsinoma rektum. Keadaannya memburuk dan tak tertolong pada tiga hari kemudian karena kesulitan bernapas.

Pasien kedua merupakan seorang ibu hamil berusia 41 tahun yang telah melahirkan sebanyak lebih dari lima kali (grande multipara). Pasien ini diketahui mengalami ascites progresif di trimester akhir kehamilannya. Ia tidak mengalami sembelit, perdarahan rektum, atau penurunan berat badan yang berkaitan. USG menunjukkan kehamilan normal dan kondisi yang normal dari ovarium, hati, ginjal, limpa, dan pankreas.

Ia melahirkan secara normal (vaginal) saat usia kandungan sudah mencukupi namun ascitesnya memburuk dalam satu minggu. CT scan menunjukkan adanya pertumbuhan tumor di kolon sigmoid yang telah diangkat melalui pembedahan dengan diagnosis akhir adenokarsinoma kolon sigmoid. Pasien diobati dengan kemoterapi standar dengan respons yang baik. Namun, tak mampu bertahan setelah satu tahun pengobatan.

Laporan dari situs NCBI yang terakhir adalah pasien ketiga dengan kondisi multipara, yaitu ibu hamil yang sudah pernah hamil sebelumnya (kehamilan lebih dari satu kali) yang berusia 25 tahun. Ia melahirkan anak kembar secara vaginal dengan normal enam minggu sebelum waktu persalinan (prematur).

Ia mengalami nyeri vagina yang menusuk saat berhubungan seksual untuk pertama kalinya pasca-melahirkan. Rasa sakit tersebut kemudian langsung diikuti dengan perdarahan vagina. Dalam seminggu perdarahan ini berbau busuk dan bercampur dengan kotoran (feses). Ternyata, ia memiliki fistula rektovagina (saluran abnormal yang menghubungkan rektum dan vagina) dengan tepian nekrotik. Ia tidak mengalami sembelit, perdarahan rektum, atau penurunan berat badan. Pemeriksaan dalam kondisi anestesi dan biopsi tepi fistula menunjukkan adenokarsinoma rektum. 

Jika dilihat dari contoh kasus di atas, kanker usus besar pada ibu hamil cenderung tidak menunjukkan gejala apa pun pada awal kehamilan. Pada ketiga kasus di atas, gejala kanker usus besar baru diketahui pada masa akhir kehamilan, bahkan setelah kelahiran. Diagnosis yang terlambat merupakan akibat dari kebingungan yang biasanya disebabkan oleh gejala umum dari pencernaan bawah terkait kehamilan.

Terjadinya kondisi di atas pada ketiga pasien yang tanpa gejala mendahului sebelum dan selama masa awal kehamilan, serta kecepatan muncul dan memburuknya gejala, menunjukkan proses penyakit yang agresif. Keadaan ini menimbulkan pertanyaan di kalangan peneliti mengenai apakah kehamilan ikut berperan dalam perkembangan penyakit yang agresif.

Kebanyakan pasien yang mengalami penyakit ini di akhir masa kehamilan dan biasanya memiliki tumor yang terletak di rektum (hingga 85 persen kasus). Namun, ada pula yang memiliki tumor di kolon transversus dan kolon rektosigmoid. 

Perkembangan gejala akut dan ascites besar yang memburuk dengan cepat, serta tidak adanya metastase dan gejala luka pasca-hubungan seks pada pasien ketiga merupakan salah satu kasus yang tidak biasa dari kanker usus besar pada ibu hamil. Artinya, kasus ini harus diwaspadai karena gejala umum yang sangat samar bahkan tak terlihat.

Luka berupa robek pasca-hubungan seks bisa menjadi tanda karsinoma rektum. Sebaiknya Anda mengambil langkah yang tepat dan memberi perhatian secara khusus terhadap masalah ini agar dapat segera ditangani.

Hello Health Group tidak menyediakan nasihat medis, diagnosis, maupun pengobatan.

Baca Juga:



[ad_2]

Share :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *