Kasus Azan Tanjung Balai, Amicus Curiae untuk Meiliana
[ad_1]
Wikimedan – Kasus Meiliana, terpidana kasus azan di Tanjung Balai kembali mencuat. Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Toleransi mengajukan Amicus Curiae untuk Meliana.
Amicus Curiae adalah sebuah istilah latin yang berarti Friends of The Court atau Sahabat Pengadilan. Amicus curiae sebagai pihak yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara, memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan. ‘Keterlibatan’ pihak yang berkepentingan dalam sebuah kasus ini hanya sebatas memberikan opini.
Sekretaris Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu), Manambus Pasaribu menyebut, Maicus Curiae yang didorong oleh belasan lembaga atau organisasi masyarakat sipil ini muncul, karena ada fakta yang mengatakan bahwa, Meiliana hanya mengeluhkan suara azan. Dia tidak meminta peniadaan azan.
Apalagi Meiliana juga sudah bertahun-tahun hidup di tengah umat Islam dan berdekatan dengan masjid. Koalisi ini pun meminta rekomendasi kepada Pengadilan Tinggi Medan, mempertimbangkan berbagai aspek baik dari sudut pandang toleransi, hak asasi manusia (HAM), proses fair trial.
“Seharusnya majelis hakim harus mempertimbangkan beberapa aspek, dari sudut toleransi melihat kasus ini. Dan itu seharusnya didasarkan pada hak seseorang sebagai manusia dalam konteks HAM untuk memutus suatu perkara,” kata Manambus di Medan, Rabu (26/9).
Manambus menganggap, apa yang dilakukan Meiliana adalah bagian dari pelaksanaan hak menyampaikan pendapat dan berekspresi. Itu terkait dengan volume pengeras suara azan yang lebih keras dibandingkan sebelumnya.
Dia juga merespon kriminalisasi terhadap Meiliana. Harusnya negara menghormati, melindungi dan memenuhi kebebasan berpendapat yang dilindungi kontitusi bangsa Indonesia.
“Jadi kami melihat ada pelanggaran kebebasan berpendapat atas diri Meiliana yang itu sebenarnya dijamin oleh konstitusi kita,” ujarnya.
Lanjut Manambus, tekanan massa yang kontraproduktif untuk mewujudkan keadilan di tengah masyarakat selalu terjadi dalam kasus penodaan agama. Akibatnya proses peradilan tidak lagi mengedepankan prinsip fair trial.
Hakim lanjutnya, seharusnya dalam posisi keadaan merdeka dan bebas dari pengaruh kekuasaan. Namun faktanya, hakim tidak lagi mempertimbangkan keseluruhan hukum dalam penanganan kasus Meiliana.
Sementara itu, Program Officer International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Lola Loveita menjelaskan, kasus Meiliana juga berdampak ke masyarakat. Mereka menimbang ini perlu dijadikan salah satu pertimbangan sesuai dengan prinsip dan cita-cita tujuan pembangunan berkelanjutan.
“Kita juga ingin mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk lebih proaktif mengelola kondisi toleransi. Tidak hanya menggunakan pendekatan yang memuwujudkan ketertiban umum. Karena kondisi pendekatan itu jangan sampai menjadi kontraproduktif terhadap komitmen-komitmen tersebut,” tandasnya.
(pra/JPC)
[ad_2]