Ini Deretan Pernyataan Kontroversial Buwas yang Kini Jadi Bos Bulog
[ad_1]
Wikimedan – Sebelum berseteru soal impor beras dengan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, nama Budi Waseso yang kini menjabat sebagai Direktur Utama Perum Bulog sudah tidak asing lagi. Mantan Kabareskrim dan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) ini kerap membuat pernyataan kontroversial selama mengemban tugasnya itu.
Saat empat hari pengangkatannya sebagai Kabareskrim Polri, ia langsung bergerak cepat dengan menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Depok, Senin, 23 Januari 2015. Penangkapan ini akibat pengumuman KPK menetapkan calon Kapolri Budi Gunawan sebagai tersangka kasus grafitikasi.
Sikap berani Buwas makin memanaskan hubungan lembaga KPK dan Polri. Pihak kepolisian membantah penangkapan Bambang Widjojanto alias BW sebagai aksi balas dendam. Menurutnya, BW ditangkap karena tersangka kasus saksi palsu Pilkada. “Semua orang sama di mata hukum,” tegas Budi Waseso di Jakarta, tiga tahun lalu.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita (Dok.Wikimedan)
Tindakannya yang kerap membuat ‘gaduh’ itu seakan menjadi ciri khas pria kelahiran Pati, Jawa Tengah 58 tahun yang lalu tersebut. Namun, sebagai Dirut Bulog, Buwas mengaku dirinya akan sedikit mengerem sikapnya itu. Hal ini demi menjaga kondisi psikologis pasar supaya pasokan tetap terkendali.
“Saya terkenal pembuat gonjang ganjing, pembuat apa ya, seperti itulah namanya selalu gaduh. Tapi sekarang saya hanya ingin pastikan kalau beras aman. harganya aman. Itu yang terpenting,” tuturnya.
Ternyata, sikap dan ucapan kontroversial Buwas tak berhenti meski kini jabatannya bukan lagi sebagai penegak hukum. Apa saja gebrakan kontroversi Buwas sejak awal menjabat sebagai Dirut Bulog? Wikimedan mencoba merangkumnya:
Mengaku Akan Bersihkan ‘Oknum’ Pemain Beras Saat Pertama Kali Dilantik
Komisaris Jenderal Polri (Purn) Budi Waseso ditunjuk Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno sebagai Direktur Utama Perum Bulog per Jumat (27/4). Sebelumnya Buwas yang dikenal tegas itu menjabat sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN).
Buwas mengatakan dalam memangku jabatan barunya itu dia tak ragu untuk singkirkan oknum-oknum yang mempermainkan beras. Alasannya beras adalah masalah perut masyarakat Indonesia.
“Kalau ada yang tidak tertib, kita bersihkan kalau memang harus disingkirkan kita singkirkan,” jelas Buwas di Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (27/4).
Dikatakan Buwas, latar belakangnya yang berangkat dari penegak hukum dapat memudahkan tugasnya sebagai Dirut Bulog yang bertugas mengamankan pasokan pangan jelang puasa dan lebaran 2018 yang tinggal 18 hari lagi.
Takut Dibenci Ibu-Ibu Kalau Harga Beras Mahal
Diakui pria kelahiran Pati Jawa Tengah itu, menjadi Dirut Bulog adalah pertaruhan bagi dirinya. Buwas secara terang-terangan mengaku tugasnya cukup membuat pening kepalanya.
“Bulog ini pertaruhan buat saya, dulu waktu di BNN saya disenangi ibu-ibu. Mereka bilang ngerasa aman anak-anaknya dari narkoba. Tapi saat masuk Bulog saya ada potensi untuk dibenci ibu-ibu kalau beras mahal. Baru satu menit saya jadi dirut bulog saja sudah ditelponin. Sampai pening kepala saya,” tutur Buwas di kantornya, Jakarta, Senin (14/5).
Begitu pula dalam hal pasokan. Meski barang yang diurus sama-sama berwarna putih. Namun tentunya ada perbedaan yang mencolok tentang pasokan dan permintaan antara sabu dan beras. Buwas berseloroh, kalau urusan sabu permintaannya yang harus ditekan pasokannya dan harus dihilangkan, sedangkan beras pasokannya harus digenjot sehingga permintaan terpenuhi.
“Tahun lalu (saat jadi Kepala BNN) saya menekan demand menekan suplai. Sekarang demand tidak boleh tertekan tapi harus pastikan suplai. Sama-sama putih bedanya ini putih beras kemarin putih sabu,” candanya.
Bikin Beras Sachet Seharga Rp 2.500 per 200 gram
Belum lama menjabat sebagai Bos Bulog, Buwas menginisiasi adanya produksi beras sachetan ukuran 200 gram dengan harga Rp 2.500. Budi Waseso mengatakan satu sachet beras tersebut setara dengan tiga piring nasi.
Menurut Buwas masyarakat hanya perlu membeli satu sachet per hari untuk mengenyangkan perut. Hal ini dilakukan supaya masyarakat menengah ke bawah bisa mendapatkan beras dengan mudah.
“Jadi kalau punya uang Rp 10.000, ambil Rp 2.500 ini sudah bisa jadi tiga piring sudah kita cek, kita praktikkan jadi kenyang nih sehari,” jelasnya di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (23/5).
Mau Pinjam Gudang Milik TNI/Polri Jika Pasokan Beras Berlebih
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan bakal menggunakan gudang milik TNI/Polri apabila stok Bulog berlebih dan tak dapat ditampung lagi di gudang-gudang milik perusahaan. Hal ini lantaran adanya kebutuhan beras impor yang telah disepakati awal tahun lalu dan juga serapan dari petani.
“Kita tidak bisa tampung semua. Ini sedang kita bicarakan pemanfaatan gudang-gudang TNI/Polri yang mungkin gak dipakai, kita minta bantuan untuk simpan beras kita,” kata Buwas di kantornya, Jakarta, Selasa (31/7).
Misalnya, lanjut dia, Bulog akan meminjam hanggar pesawat di Maluku yang tidak terpakai apabila memungkinkan. Hal itu disinyalir tak akan mempengaruhi kualitas beras. “Oh nggak kan itu tertutup dan kita buat alas yang untuk menyimpan beras,” jelasnya.
Nantinya peminjaman gudang milik TNI/Polri itu tak perlu lewat perjanjian hitam diatas putih. Dia mengaku tetap akan menghadap ke Panglima TNI/Polri untuk bicara atau kepada Kapolda/KASAU/KSAL untuk lebih mudah meminta bantuan TNI/Polri.
Seberapa banyak stok yang dimaksud? Disebutkan Buwas, kesepakatan impor yang mendapatkan izin dari Kementerian Perdagangan mencapai 1,2 juta ton. Buwas mengatakan keputusan itu dilakukan sebelum dirinya menjabat sebagai Dirut. Namun tidak semua beras impor itu bisa didatangkan ke Indonesia lantaran ia mengaku harus melihat ketersediaan stok dalam negeri.
“Kita lihat juga serapan dalam negeri. Jadi tidak semua didatangkan.
Kalo sudah cukup ya kita pending. Bukan dibatalkan. Tapi dipending buat stok kita di luar negeri,” ujarnya.
Berseteru dengan Mendag Enggar Gara-gara Impor Beras
Buntut dari impor beras yang dilakukan bertahap lewat keputusan rakortas di Kementerian Koordinator Perekonomian memutuskan impor beras 2 juta ton di akhir Maret 2018. Namun, beras impor baru masuk secara bertahap. Sebagai lembaga yang ditugaskan untuk mengimpor, Buwas mengatakan kalau gudang milik Perum Bulog tidak cukup untuk menampung beras impor ditambah pasokan dalam negeri.
Hal itu membuat Perum Bulog harus menyewa gudang demi menyimpan cadangan beras miliknya. Ia kesal lantaran Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyebut kalau urusan gudang adalah menjadi urusan korporasi bukan urusan pemerintah.
“Saya bingung ini berpikir negara atau bukan. Coba kita berkoordinasi itu samakan pendapat, jadi kalau keluhkan fakta gudang saya bahkan menyewa gudang itu kan cost tambahan. Kalau ada yang jawab soal Bulog sewa gudang bukan urusan kita, mata mu! Itu kita kan sama-sama negara,” papar dia di Perum Bulog, Jakarta Selatan, Rabu (19/9).
Adapun, pasokan Bulog saat ini berjumlah 2,4 juta ton. Untuk menyimpan beras, Bulog mesti menggelontorkan Rp 45 miliar untuk menyewa gudang di beberapa daerah.
(uji/JPC)
[ad_2]