Daftar Kebijakan Susi yang Diminta Nelayan Revisi ke Edhy Prabowo
Fraksi PKB DPR RI baru saja menyerahkan Laporan Hasil Forum Group Discussion (FGD) sektor kelautan dan perikanan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo. FGD yang didiskusikan bersama para delegasi nelayan itu membahas sejumlah deregulasi di sektor kelautan dan perikanan.Laporan tersebut merangkum masukan dan rekomendasi terhadap tujuh draft permen dan 1 draft surat edaran era Menteri Susi Pudjiastuti yang hendak direvisi Edhy.Berikut rinciannya:1. PP No.75 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku di Kementerian Kelautan dan PerikananKhusus PP satu ini, para nelayan merekomendasikan agar pasal-pasal yang menaikkan tarif pajak Pungutan Hasil Perikanan (PHP) direvisi sepenuhnya sebab dianggap sangat memberatkan para nelayan baik nelayan tradisional perorangan maupun pengusaha.Selama ini besaran tarif pungutan yang diterapkan dirasa tidak masuk akal di mana pungutan hasil penangkapan ikan skala kecil dikenakan pajak sebesar 5%, skala menengah 10%, dan skala besarnya 25%.Untuk itu, para nelayan itu menawarkan skema kepada Edhy Prabowo agar pungutan pajak tersebut dapat diturunkan menjadi 2% bagi skala kecil, 3% bagi skala menengah, dan 6% bagi skala besar.2. Permen KP No.PER. 30/MEN/2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi PerairanPermen ini dianggap para nelayan memberatkan karena menutup izin penangkapan di area penangkapan kapal-kapal tradisional, seperti Bagan, yang hanya boleh beroperasi di bawah 4 mil dengan hasil tangkapan teri untuk umpan kapal-kapal tangkap Huhate.Untuk itu, para nelayan berharap aturan ini direvisi agar kapal bagan yang mencari umpan kapal Huhate tidak dibatasi area penangkapannya demi peningkatan kesejahteraan nelayan yang sangat membutuhkan umpan untuk operasi penangkapan ikannya.3. Permen KP No.PER. 30/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara RI, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Permen KP No. 57/PERMEN-KP/2014Kebijakan ini dianggap para nelayan telah membatasi program kemitraan yakni hanya dibatasi bagi kapal 10 GT. Beleid ini juga melarang alih muatan sehingga berdampak pada mutu hasil tangkapan, dan meningkatkan penolakan. Biaya operasional nelayan pun jadi melambung, hari penangkapan berkurang 50%, hingga berujung para penurunan produksi nelayan.Atas hal itu, nelayan berharap Edhy dapat mengembalikan kembali aturan ini kepada ketentuan UU Perikanan sebelumnya. Di mana, pemerintah tidak lagi membatasi pola kemitraan nelayan dengan GT, mengizinkan kembali alih muatan, serta menghidupkan kembali Pasal 37 dari kebijakan sebelumnya.4. Permen KP No.26/ PERMEN KP/2014 tentang RumponMenurut para nelayan, aturan tanpa rumpon ini biasanya berpotensi membuat biaya operasi penangkapan ikan menjadi melambung.Sehingga, para nelayan berharap Menteri Edhy dapat mencabut Pasal 21 ayat (3) beleid tersebut, karena lewat pasal itu, rumpon mulai dikenakan pungutan. Rumpon sendiri merupakan alat bantu penangkapan ikan (ABPI) yang biasa digunakan nelayan. Dengan mencabut pasal tersebut diharapkan tidak akan ada lagi pungutan bagi ABPI yang digunakan nelayan.5. Permen KP No.56/ PERMEN-KP/2014 tentang Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di WPP NRI dan PP No.10/PERMEN-KP/ 2015 tentang Perpanjangan MoratoriumPotensi permasalahan yang muncul dari kebijakan ini adalah mulai banyaknya kapal yang berhenti operasi. Selain itu, kebijakan ini dianggap mampu menihilkan pasokan bahan baku ikan ke unit pengolahan ikan (UPI).Selanjutnya, dinilai mampu menghilangkan pangsa pasar dan kepercayaan buyer kepada industri perikanan Indonesia, menghilangkan kepastian hukum atau usaha bagi investor, lapangan kerja bagi nelayan, ABK, buruh pelabuhan, buruh pengolah ikan dan lainnya, menghilangkan pula pendapatan bagi masyarakat, investor dan pemerintah (PNBP dan pajak-pajak).Ditambah, kebijakan ini dianggap tidak termanfaatkannya potensi ekonomi secara maksimal, dan menghilangkan pasar bagi nelayan tradisional (kapal penampung dan pengangkut bagi plasma dalam program PIR).Oleh karenanya, para nelayan berharap deregulasi kebijakan nanti dapat mengaktifkan kembali Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) yang sudah dicabut.6. Permen KP No.4/ PERMEN-KP/2015 ttg Larangan Penang-kapan Ikan di WPPNRI 714Potensi masalah dari permen ini adalah membuat setiap orang tidak boleh menangkap ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 714 yang meliputi perairan Laut Banda dan Teluk Tolo.Para nelayan berharap Edhy dapat mengembalikan aturan itu ke Undang undang perikanan yang ada sebelumnya.7. Permen KP No.71/ PERMEN-KP/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di WPPNRIAturan ini secara tegas melarang penggunaan pukat udang, cantrang, hingga pukat cincin grup pelagis besar. Ditambah lagi aturan terkait ABPI lampu dalam beleid tersebut dianggap tidak efektif.Untuk itu, para delegasi nelayan yang hadir meminta Permen KP No.71/2016 ini untuk segera direvisi khususnya untuk pasal 23 ayat (4) beleid itu.Para delegasi nelayan berharap pasal itu dapat segera dikembalikan ke Permen KP No.26/ PERMEN KP/2014 tentang Rumpon. Sehingga, alat tangkap pukat cincin pelagis besar nanti dapat kembali diizinkan.Lalu pasal 31 ayat (5) huruf B beleid itu pun dirubah yaitu kapasitas daya lampunya dapat ditingkatkan lagi. Pada pasal yang ada sekarang, aturan daya lampu hanya boleh mencapai total daya8. Surat Edaran (SE) Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) No. D.1234/DJPT/ PI.470 tentang Pembatasan Ukuran GT Kapal Perikanan pada SIUP, SIPI dan SIKPISurat edaran ini dianggap tidak mengikuti keekonomian usaha dan bertentangan dengan Permen KP No. 36 tahun 2015 tentang Kriteria dan Pengelompokan Skala Kecil, Skala Menengah, Skala Besar Dalam Pungutan Hasil Perikanan.Untuk itu, secara singkat para nelayan meminta agar surat edaran tersebut segera dicabut. [detik.com]