Cakupan Imunisasi Tak Sampai 90 Persen, Virus MR Bisa Mewabah
[ad_1]
Wikimedan – Kementerian Kesehatan mengevaluasi pelaksanaan imunisasi vaksin campak dan Rubella (MR-Measles Rubella) dalam fase lanjutan. Mirisnya, angka cakupan imunisasi sebelumnya masih rendah. Diharapkan tahap selanjutnya, pemahaman masyarakat soal imunisasi bisa berubah sehingga bisa menggenjot angka cakupan.
Data Kementerian Kesehatan, ada sejumlah provinsi yang cakupan imunisasinya rendah atau tak mencapai target. Di antaranya Aceh, Riau, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat, Bangka Belitung, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara, dan Riau. Hanya Papua yang berhasil mencapai target.
Menanggapi hal ini, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, menilai masyarakat saat ini masih mengutamakan prinsip pengobatan suatu penyakit bukan pencegahan. Sehingga orientasi orevensi dan promosi kesehatan masih membutuhkan keseriusan.

Info grafis cakupan imunisasi campak rubella atau MR yang rendah dibeberapa provinsi. (Rofiah Drajat/Wikimedan)
“Imunisasi adalah upaya mencegah kejadian seperti infeksi,” tegasnya kepada Wikimedan, Senin (24/9).
Menurutnya, bicara soal angka cakupan keberhasilan, imunisasi wajib mencapai 90-95 persen. Masyarakat harus paham mengenai Herd Immunity yaitu Kekebalan Kawanan yang bisa melawan virus jika satu lingkungan sudah diimunisasi. Herd Immunity adalah sebuah kondisi di mana sebuah lingkungan tidak akan tertular jika angka cakupan imunisasi bisa 90-95 persen.
“Di masyarakat punya kantong infeksi yang bisa menyebabkan wabah. Di tiap daerah baik di kabupaten dan provinsi,” papar dr. Ar.
Sehingga Ia mendorong semua pihak berwenang termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, tokoh agama dan masyarakat, serta petugas kesehatan untuk semangat menyosialisasikan pentingnya imunisasi vaksin MR. Sehingga amanat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2020 dunia bebas rubella bisa terwujud.
“Kita semua berusaha do your best. Yakinkan bahwa vaksinasi itu penting untuk mencegah korban, dampaknya, dan bila terkena pada ibu hamil atau janinnya mengganggu perkembangan otak dan lainnya. Ini tanggung jawab bersama,” jelasnya.
Program imunisasi tersebut dibagi ke dalam dua fase. Fase pertama telah dilakukan pada Agustus hingga September 2017 di enam provinsi di Pulau Jawa. Sementara fase kedua dijadwalkan pada Agustus sampai September 2018.
(ika/JPC)
[ad_2]