Berita : Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di 2 Daerah Ini Tertinggi se-Sumut
Wikimedan – Angka kekerasan terhadap perempuan di Sumatera Utara (Sumut) tercatat masih sangat tinggi. Dari 33 kabupaten kota di Sumut, kasus tersebut paling banyak terjadi di Kabupaten Deliserdang dan Serdangbedagai.
Kondisi itu membuat Himpunan Serikat Perempuan Indonesia (Hapsari) mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual.
Ketua Dewan Pengurus HAPSARI, Lely Zailani menjelaskan, ada 133 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Sumut. Dari jumlah itu 6,7 persen korbannya masih berusia anak.
“Sembilan orang korbannya anak perempuan,” kata Lely dalam dialog Memperingati Hari Ibu bertajuk Mendesak DPR RI Mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual, Kota Medan, Senin (24/12)
Sedangkan untuk yang berumur dewasa, jumlah korban sebanyak 120 orang. Kebanyakan dari korbannya berstatus sebagai istri dan mendapat kekerasan fisik.
Dengan kondisi itu, Hapsari terus melakukan advokasi terhadap berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan. Dalam melakukan penanganan dan pendampingan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, Hapsari juga bersinergi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) terutama di kabupaten.
“Catatan akhir tahun secara rutin kami tulis untuk disampaikan kepada Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Sebagai bagian dari koordinasi kerja berjejaring sekaligus untuk diteruskan kepada para pihak di level pembuat kebijakan nasional,” jelasnya.
Menurut mereka, kekerasan yang berbasis gender berakibat pada menyakiti secara fisik; seksual; mental, atau penderitaan terhadap perempuan. Termasuk pemaksaan atau perampasan semena-mena kebebasan, baik yang terjadi di lingkungan maupun dalam kehidupan pribadi.
Selama menangani kasus kekerasan, Hapsari sering merujuk korban pada pelayan kesehatan. Lalu konseling ke psikolog untuk melakukan trauma healing dan bekejasama dengan lembaga mitra.
Para relawan Hapsari, juga sudah mendapat Pelatihan Paralegal. Sehingga, mampu mendampingi korban untuk menjalani proses-proses hukum hingga pengadilan agama, sebelum korban mendapatkan pengacara.
Dampak kekerasan terhadap korban khususnya anak yang mendapat kekerasan seksual, trauma yang dialami sangat susah dihilangkan. Korban kekerasan seksual biasanya susah untuk bergaul dengan dilingkungannya, cenderung menjauhi tempat bermain di keramaian. Anak korban kekerasan juga menjadi pemurung.
“Tumbuh kembangnya juga terganggu akibat dari itu,” imbuhnya.
Korban lanjutnya, mengalami berbagai tekanan. Baik dari luar karena stigma buruk, bahkan pandangan mata terhadap dirinya yang dianggap menghina hingga tekanan dari dalam dirinya sendiri karena mengalami gangguang pasikis. Terlebih jika korban hamil, terjadi gangguan hormonal yang menyebabkan ketidakseimbangan emosi korban.
“Catatan akhir tahun ini cukup memperkuat argumen betapa pentingnya pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, untuk mencegah timbulnya kekerasan seksual sekaligus melindungi yang telah menjadi korban,” tandasnya.
(pra/JPC)
Kategori : Berita Nasional
Sumber : https://www.jawapos.com/jpg-today/24/12/2018/kasus-kekerasan-perempuan-dan-anak-di-2-daerah-ini-tertinggi-se-sumut