Berita Nasional

4 Penyebab Body Shaming

Indodax


Wikimedan Body shaming sepertinya lumrah di kehidupan masyarakat Indonesia. Tak hanya orang dewasa, perilaku mengejek bentuk fisik itu kerap di lakukan anak-anak kepada temannya.

Belakangan hal ini menjadi perhatian sejumlah pihak mengingat maraknya body shaming di media sosial. Dan ternyata, ada ancaman pidana bagi mereka yang melontarkan ejekan fisik.

Lantas sebenarnya apa yang memunculkan body shaming?

4 Penyebab Body Shaming
Ilustrasi body shaming (Kokoh Praba/Wikimedan)

Pengamat Sosial yang juga Ketua Program Studi Vokasi Komunikasi UI Dr. Devie Rahmawati mengatakan, ada empat penyebab body shaming.

Pertama, kultur patron klien yang berarti orang yang di atas atau lebih hartanya, tenar, memiliki kekuasaan ‘untuk bisa melakukan apapun’. “Kalau di sekolah ada orang yang lebih hebat, keren, kita punya kecenderungan menerima saja dan terus berlanjut,” ujarnya saat dihubungi Wikimedan, Minggu (25/11).

Problemnya, kata dia, dahulu orang yang melakukan body shaming tidak terdeteksi, namun sekarang meninggalkan jejak di media sosial dan membuat perasaan si objek tidak nyaman karena tersebar lebih luas.

“Dulu hinaan kan paling di dengar satu dua orang. Sekarang seluruh dunia, dan membuat orang yang terima penghinaan semakin stress,” tegas Devie.

Penyebab kedua yakni patriaki. Yakni, ketika perempuan cenderung menjadi objek dari lelucon terkait tubuh. “Gendut, kurus, item, jarang kan laki-laki dikatain gitu. Laki-laki mungkin terkait besar tubuh. Perempuan banyak elemennya, ini budaya patriaki,” tutur dia.

Ketiga, minimnya pengetahuan bahwa body shaming adalah perilaku yang salah atau buruk dan saat ini dapat dipidanakan jika ada aduan. “Makanya kalau media mengangkat (soal body shaming) dan aparat menindak, saya sepakat,” kata Divie.

Faktor keempat adalah post kolonial. Yaitu virus dimana orang Indonesia selalu melihat sesuatu yang kebarat-baratan seperti putih, tinggi, mancung adalah sempurna. Sedangkan yang pendek, hitam, bertubuh besar itu buruk.

“Alam mentalnya. Keren itu putih, cantik. Banyak iklan mempengaruhi alam mental bahwa cantik itu putih. Empat P ini yang melandasi dari dulu, cuma sekarang tersebar di medsos,” tukas Devie. 
 

(dna/JPC)


Kategori : Berita Nasional

Share :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *